MAKASSAR,UJUNGJARI.COM–Karena nama, Dosen Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri (FTI) Universitas Muslim Indonesia Makassar ini memiliki keunikan tersendiri. Unik karena nama gelarnya jauh lebih panjang dibanding nama dirinya.
Nama dirinya hanya terdiri dari lima huruf. La Ifa. Jauh lebih singkat dibanding nama gelar akademiknya yang lebih 20 huruf. Gelar akademiknya adalah Profesor (Prof), Doktor (Dr), Insinyur (Ir), Sarjana Teknik (ST), Magister Teknik (MT), Insinyur Profesional Madya (IPM), dan ASEAN Eng.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dengan gelar akademik itu namanya kini menjadi Prof. Dr. Ir La Ifa, ST, MT, IPM, ASEAN. Eng. Gelar akademik terbaru yang diperolehnya adalah profesor atau guru besar. Kabar perolehan gelar guru besar itu pertama kali diupload Dekan FTI UMI, Dr Zakir Sabara di akun medsosnya, Selasa (19/10).
“Alhamdulillah ya Allah yaa Rabbi, bertambah lagi guru besar Teknik Kimia FTI UMI. Selamat kepada Prof Dr Ir La Ifa, ST, MT, IPM, ASEAN Eng,” tulis Zakir di akun medsosnya.
Gelar guru besar La Ifa ditetapkan Kemdikbud Ristek pada 8 Oktober 2021 dan ditandatangani Dirjen Dikti, Riset, dan Teknologi, Prof Nizam.
Kepada Ujungjari.com, Pria kelahiran Posunsuno, Muna, Sulawesi Tenggara, 31 Desember 1970 itu menceritakan asal-muasal penamaan dirinya. Menurut dia, nama itu adalah pemberian kedua orang tuanya, Haji La Ere dan Wa Dofu.
“Katanya La Ifa itu artinya tidak putih. Mungkin karena kulit saya memang agak hitam hehehe,” katanya berkelakar.
Pria yang memulai kariernya sebagai dosen di FTI UMI tahun 1996 itu mengaku tetap enjoy dengan namanya yang sangat singkat yang belakangan justru nama gelar akademiknya yang lebih panjang. Beberapa rekannya di FTI UMI juga kerap bertanya soal namanya yang singkat dan gelar akademiknya yang panjang itu.
La Ifa sendiri merupakan alumni Teknik Kimia FTI UMI tahun 1994. Dua tahun setelah menyelesaikan studi, ia diangkat menjadi dosen di perguruan tinggi swasta terbaik di timur Indonesia itu.
Satu hal yang paling berkesan bagi La Ifa adalah pengalamannya buta aksara Quran sebelum masuk di UMI Makassar. La Ifa menceritakan saat duduk di semester dua pada tahun 1990, ia tinggal di pondok Tahfiz Quran Kampus II UMI sampai 1994.
“Sebelum masuk UMI, saya tidak tahu mengaji. Nanti kuliah di FTI UMI baru belajar mengaji sambil menghafal Quran. Alhamdulillah berkah Alquran bisa jadi dosen dan bisa meraih gelar profesor seperti sekarang ini,” katanya. (fp)