GOWA, UJUNGJARI.COM — Banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak saat ini membuat jajaran Pemkab Gowa melakukan sosialisasi cara cegah kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut. Diakui salah satu pemicu kekerasan dalam rumahtangga terbesar adalah pernikahan anak atau pernikahan dibawah ketentuan usia kawin sesuai undang-undang yakni usia 19 tahun.

Kadis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Gowa Kawaidah Alham menjelaskan sejak dulu hingga sekarang menikahkan anak di usia muda tidak menjadi tabu di tengah masyarakat. Padahal sebenarnya hal itu adalah pelanggaran dan menjadi satu bentuk kekerasan terhadap anak. Banyaknya perceraian adalah berasal dari pasangan muda atau hasil pernikahan anak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

” Untuk mencegah hal ini terjadi lagi maka diharapkan semua pemerintah desa mengeluarkan kebijakan tentang peraturan desa (Perdes) mengenai perlindungan perempuan yang mana didalamnya adalah melakukan pembuatan Perdes dengan salah satu pasalnya adalah mengangkat pencegahan pernikahan dibawah umur 19 tahun. Misalnya dalam pasalnya diatur bahwa melakukan pernikahan usia muda itu lebih banyak dampak buruknya daripada baiknya dan ada beberapa hal yang harus dihindari. Maksudnya bahwa jika menikah dalam usia muda maka ada beberapa haknya sebagai anak akan terhapus, begitu juga dampak sosial di tengah masyarakat akan dirasakan si anak tersebut,” jelas Kawaidah saat memberikan arahan dalam kegiatan sosialisasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta perkawinan anak yang digelar Pemkab Gowa bekerjasama LBH APIK Sulsel di aula kantor Desa Sokkolia, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Senin (4/10/2021) siang.

Dipaparkan Kawaidah, selama ini orangtua punya pemahaman bahwa yang penting tanggungjawabnya terhadap anaknya sudah lepas padahal orangtua tidak sadar bahwa mereka itu sebenarnya telah menggiring anaknya masuk ke kondisi kekerasan yang sebenarnya (menikahkan).

” Karena itu, dengan adanya Perdes tentang cegah pernikahan anak di bawah usia 19 tahun ini nanti maka masyarakat diharapkan dapat mematuhi segala bentuk peraturan perundang-undangan yang diterbitkan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah desa agar masa depan anak-anak jauh lebih baik, ” kata Kawaidah dihadapan puluhan perempuan baik ibu rumahtangga maupun remaja yang menjadi peserta dalam sosialisasi tersebut.

Terkait hal itu, Yudha Yunus, fasilitator dari LBH APIK Sulsel menjelaskan ada tiga hal penting sehingga sosialisasi ini dilakukan, pertama adalah masalah terkait perempuan dan kedua tentang anak dan tentang perkawinan anak.

” Berbicara tentang perkawinan anak dibawah usia 19 tahun baik lakilaki maupun perempuan itu tidak terlepas dari sesungguhnya pernikahan anak itu adalah pelanggaran. Dan ini mendominasi terjadi di desa dan pelosok. Nah sekarang kita lalukan sosialisasi ini di desa karena di desa lah sangat marak pernikahan anak itu. Makanya kita edukasi masyarakat desa bahwa pelanggaran ini berdampak pada tumbuh kembang anak. Dan desa itu sebenarnya ada kekuatan untuk menghindari dan mencegah perkawinan dibawah umur itu karena desa (pemerintah desa) punya kekuatan untuk membuat regulasi perundang-undangan sendiri (Perdes), ” papar Yudha.

Terkait langkah yang diambil tambah Yudha adalah agar masyarakat mengenal aturan dan soal kekerasan itu apalagi ada pemenuhan 10 hak anak termasuk pendidikan (salah satu hak anak).

” Meskipun kaitan dengan pencegahan perkawinan anak bukan dalam konteks menangkap orang tapi yang penting adalah pada posisi penyadaran untuk melakukan pencegahan itu. Sehingga yang kita libatkan dalam kegiatan ini kompleks, seperti lita libatkan aparat Kepolisian (Bhabinkamtibmas) dan TNI (Babinsa) dimana kita harapkan mereka semua jadi speaker dalam kampanye penyadaran pencegahan pernikahan dini. Makanya kita libatkan semua pihak agar kita semua satu visi melakukan pencegahan perkawinan anak ini, ” tandasnya.

Dalam sosialisasi yang turut dihadiri Kades Sokkolia Kaharuddin Muang dan aparat jajaran Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) serta dipandu Emma Rahmayanti selaku sekretaris LBH APIK Sulsel, peserta dilatih memetakan situasi perempuan, anak dan perkawinan anak serta persoalan-persoalan lainnya yang mengarahkan mereka untuk memikirkan sendiri langkah apa yang akan ditempuh dalam menghadapi kondisi apapun.

Ditambahkan Yudha, terkait apa yang warga bisa lakukan dalam mengatasi kekerasan itu, kadangkala ada situasi lokal yang menurut mereka lebih tepat sehingga warga dilatih cara memetakan permasalahan. Jadi adrenalin mereka dipaksa untuk berpikir, memikirkan cara menyelesaikan permasalahan dalam keluarga dan lingkungannya.

Salah satu pemerhati sosial yang hadir dalam sosialisasi itu adalah Nurliah Ruma. Korkot Kotaku ini hadir memberikan materi terkait salah satu cara cegah kekerasan dalam rumahtangga baik kepada perempuan maupun anak.

Menurut Nurliah, salah satu upaya mencegah kekerasan dalam rumahtangga adalah menciptakan suasana yang tenang dan tentram dalam lingkungan keluarga. Diantaranya adalah menciptakan hunian yang layak, kebersihan, tidak kumuh sehingga menghadirkan suasana nyaman bersama dalam keluarga.

” Jika huniannya layak, hati suami istri tenang dan nyaman, tentunya baik suami maupun istri tidak akan terpengaruh pihak ketiga sebagai pemicu kekerasan dalam rumahtangga, ” kata Nurliah.-