MAKASSAR, UJUNGJARI.COM — Penanganan dua perkara korupsi yang kini tengah berproses di tahap penyidikan, bidang Tindak Pidana Korupsi, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, menjadi perhatian dan atensi Kejati Sulsel dan Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK).

Dua penyidikan perkara korupsi tersebut, yakni kasus dugaan korupsi mark up proyek pengadaan lampu jalan tenaga surya, di 144 Desa, di Kabupaten Polman, Provinsi Sulbar, tahun 2016-2017. Serta kasus dugaan korupsi proyek pengadaan 1 juta bibit kopi, Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulbar, tahun 2015.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hal tersebut dikatakan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel, Tarmizi, Jumat (8/3/2019).

Menurut Tarmizi, KPK telah melakukan supervisi terhadap dua perkara tersebut. Yakni pengadaan lampu jalan 144 desa dan pengadaan 1 juta bibit kopi di Sulbar.

Tarmizi mengaku, kasus tersebut sudah berjalan dengan baik dan tentu mengharapkan hasil yang baik pula. Karena memang kata dia, khusus pengadaan lampu jalan harus diperiksa semua kepala desanya yang berjumlah 144. Tentu saja itu yang memakan waktu.

“Kemudian, untuk kasus 1 juta bibit kopi karena pengadaannya di luar Sulsel yakni Jember itu juga memerlukan waktu. Akan tetapi, Kejati Sulsel di support oleh KPK dan kerjasama dengan BPKP untuk hasil audit,” ucap Tarmizi.

Tarmizi menerangkan, kerjasama dengan BPKP juga perlu dilakukan. Agar supaya kasus tersebut segera bisa diberkaskan kemudian dilimpahkan ke Pengadilan untuk disidangkan.

“Tapi saat ini, kita sudah kerjasama dengan baik. Sehingga sudah banyak kasus yang tidak terlalu lama bisa diberkaskan untuk dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan,” terangnya.

Diketahui, penyidik Kejati Sulsel telah menetapkan dan melakukan penahanan terhadap tersangka dugaan korupsi pengadaan lampu jalan tenaga surya di 144 Desa Kabupaten Polman, Sulawesi Barat (Sulbar), tahun Anggaran 2016 – 2017.

Kedua orang yang telah ditetap tersangka, yakni Kabid BPMPD (Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa) A Baharuddin Patajangi dan Haeruddin selaku rekanan atau direktur CV Binanga.

Dimana dalam kasus tersebut, ditemukan indikasi awal kerugian negara diperkirakan mencapai Rp17.937.500.000.

Sementara kasus pengadaan 1 juta bibit kopi di Kabupaten Mamasa Sulbar 2015, penyidik bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel tengah merampungkan berkas perkara.

Dalam proyek tersebut, penyidik menemukan adanya indikasi dugaan mark up harga bibit kopi. Setelah ditemukan adanya dugaan selisih harga yang tidak wajar atau kemahalan.

Selain itu juga, dalam kasus ini penyidik telah menetapkan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) berinisial N, sebagai tersangka.

Diketahui, pada proyek pengadaan satu juta bibit kopi di Kabupaten Mamasa pada Tahun 2015. Dimenangkan oleh PT. SR selaku rekanan pemenang lelang.

Selain ditemukan adanya indikasi mark up, penyidik juga menemukan adanya dugaan pengadaan bibit tersebut, tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertera dalam dokumen lelang.

Dimana dalam dokumen lelang di sebutkan pangadaan kopi dengan anggaran Rp9 miliar (Nilai HPS) tersebut, disebutkan bahwa bibit kopiunggul harus berasal dari uji laboratorium dengan spesifikasi Somatic Embrio (SE).

Dengan indikasi 1 juta bibit kopi yang didatangkan dari Jember tersebut, terdapat sekitar 500 ribu bibit kopi, dari hasil stek batang pucuk kopi. Yang dikemas di dalam plastik dan dikumpulkan di daerah Sumarorong Kabupaten Mamasa.

Dimana pihak rekanan mengambil bibit tersebut dari pusat penelitian kopi dan kakao (PUSLITKOKA) Jember. Selaku penjamin suplai dan bibit, disinyalir bibit dari Puslitkoka tersebut merupakan hasil dari stek.

Dengan biaya produksi dari bibit laboratorium itu berkisar Rp4.000, sedangkan biaya produksi yang bukan dari laboratorium atau hasil stek itu hanya Rp1.000 sehingga terjadi adanya selisih harga.  (Rahmat)