MAKASSAR, UJUNGJARI.COM — Sindikat peredaran narkoba internasional ternyata sudah merambah kota Makassar. Buktinya, narkoba asal Belanda yang dipasok ke Makassar selama ini dikendalikan oleh tiga orang narapidana di Makassar berjaringan Jakarta dan Belanda. 

Sindikat ini terungkap saat narkoba jenis ekstacy hasil selundupan ini berhasil diamankan Tim Mabes Polri. Tiga napi yang diamankan yakni SN alias Doyok yang merupakan napi Rutan Kelas 1 Makassar yang berperan sebagai informan kepada HR alias Anto untuk mengambil paket yang berisi ekstacy. Dari penjualan ini, Anto meminta bagian 1.000 butir. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Napi lainnya yang ditangkap yakni  H alias Hengky yang juga napi Lapas Narkotika Kelas 2 Bolangi Gowa. Hengky ditahan karena bertindak sebagai orang yang memesan paket sesuai nomor handphone yang tercantum pada resi paket. 

Hengky juga berperan melakukan pengecekan ke pihak ekspedisi tentang keberadaan paket pesanan dan melakukan pembayaran pajak tax impor paket, kemudian menyuruh orang yang bernama Aci untuk melakukan pengawasan/pemantauan terhadap mobil ekpedisi yang akan mengirim paket. 

Selain Doyok dan Anto Yang juga diamankan adalah HR alias Ardi. Ardi adalah juga napi Lapas Narkotika Kelas 2 Bolangi Gowa. Aci berperan membukakan rekening dan M-Banking atas nama HA atas perintah H yang kemudian dipergunakan untuk bertransaksi narkotika.

H juga turut mengendalikan orang yang bernama Aci untuk memantau mobil ekpedisi yang mengantarkan paket. 

” Bersama dengan ketiga narapidana itu, diamankan juga HT alias A yang merupakan ex anggota Polri dan berperan sebagai orang yang mengambil paket ekspedisi di cabang Makassar, atas informasi dari SN alias Doyok,” ungkap Kabag Penum Biro Penmas Divisi Humas Polri Kombes Pol Dr H Ahmad Ramadhan saat merilis kasus narkotika ini, Kamis (27/8/2020) di Bareskrim Polri Jakarta.

Dikatakan Kombes Pol Dr H Ahmad Ramadhan, penelusuran ini dimulai saat Jumat 31 Juli 2020 lalu, Tim Subdit IV Dittipidnarkoba Bareskrim Polri mendapatkan informasi bahwa akan ada pengiriman paket berupa narkotika dari Belanda yang masuk ke Indonesia. 

” Tim mendapatkan nomor resi pengiriman, kemudian dilakukan penelusuran bahwa paket tersebut dikirim melalui ekspedisi dalam resi pengiriman, dengan keterangan paket berisi baju pengantin. Sehingga dapat diketahui bersama, jelas keterlibatannya bahwa ada kaitan pelaku yang di luar dan pelaku di dalam Lapas. Kualitas pengungkapan seperti ini kita selalu sampaikan bahwa  untuk menghadapi pemberantasan narkoba tidak bisa bekerja sendiri namun harus bekerjasama dengan instansi lainnya,” Kombes Pol Dr H Ahmad Ramadhan.

Dikatakannya, pada Sabtu 1 Agustus 2020, paket yang dimaksud sudah tiba di Bandara Soekarno Hatta Jakarta. Paket berupa sebuah koper berwarna biru dongker tersebut, saat dilakukan X-Ray, terlihat ada benda mencurigakan di dinding koper selain baju pengantin. Setelah dibuka ternyata yang disisipkan di belakang koper adalah paket ekstasi dengan berat brutto 2,29 kilogram. 

Dari data pengirim paket tertera atas nama John Cristoper dari Belanda dengan tujuan AS yang beralamat Makassar, Sulawesi Selatan. 

Selanjutnya tim melanjutkan Control Delivery terhadap paket tersebut ke Makassar, dan berkoordinasi dengan ekspedisi cabang Makassar. 

” Kemudian pada 4 Agustus 2020, ada seorang lakilaki mengaku dari Jakarta yang menelepon kantor cabang ekspedisi tersebut di Makasar dan meminta agar paket tersebut dikirimkan ke alamatnya. Namun pihak ekspedisi menjelaskan bahwa paket tersebut belum bisa dikirim karena ada biaya berupa tax impor yang harus dibayarkan oleh pihak penerima. Penelpon yang ternyata berinisial ‘H’ ini merupakan napi Lapas Narkotika di Makassar. H ini, melakukan pembayaran tax impor tersebut menggunakan nomor rekening BNI atas nama HA,” jelas Kombes Pol Dr H Ahmad Ramadhan. 

Dari nomor rekening tersebut penyidik menemukan alamat HA yang merupakan adik dari tersangka H yang berada di Lapas Makassar. Setelah dilakukan pembayaran terhadap tax impor, H menelepon ekspedisi untuk mengirimkan paket tersebut sesuai dengan alamat yang tertera yaitu di Jl Ance Dg Ngoyo Lorong 3 No 57 Kelurahan Masale, Kecamatan Panakukang, Kota Makasar. 

Namun alamat tidak ditemukan, sehingga pihak kurir menghubungi pihak penelepon H dan diberikan tempat pengantaran yang baru, yakni ke Gardu PLTU Jl Abdullah Daeng Sirua Makassar. 

Ekspedisi selanjutnya mengirimkan paket tersebut ke alamat yang sesuai. Namun tidak ada yang mengambil maka paket tersebut kembali ke gudang ekspedisi.

Pada 10 Agustus 2020, seorang lakilaki bernama R datang ke ekspedisi untuk mengambil paket yang tadi tidak sempat diterima. R merupakan orang yang ditemui oleh HR alias A di jalan dan disuruh dengan sengaja mengambil paket tersebut menggunakan mobil menuju ke kantor ekspedisi. Ketika R menyampaikan maksud kedatangannya untuk mengambil paket, oleh pihak ekspedisi tidak diberikan karena tidak membawa KTP, lalu tim mendatangi R dan menanyakan siapa yang menyuruhnya. 

” R menjelaskan bahwa dia disuruh oleh HR alias A. Mengetahui hal tersebut tim melakukan penangkapan terhadap HR alias A dan dilakukan interogasi. Dari proses ini, diketahui bahwa HR alias A disuruh oleh SN alias Doyok yang merupakan napi Rutan Makassar untuk mengambil paket tersebut,” tambah Kombes Pol Dr H Ahmad Ramadhan.

Barang bukti yang diamankan dari pengungkapan kasus ini terdiri dari satu koper warna biru dongker berisi satu set gaun pengantin wanita warna putih dan jas warna hitam, satu kantong warna coklat yang di dalamnya terdapat 1.000 butir tablet ekstacy warna pink logo Chupachups, dengan berat 312 gram brutto, 993 butir tablet ekstacy warna hijau logo Chupachups dengan berat 347 gram brutto, 982 butir tablet ekstacy warna biru logo Chill dengan berat 405 gram brutto, 1.970 butir tablet ekstacy warna abu-abu logo Silver dengan berat 1.010 gram brutto.

Total jumlah keseluruhan sebanyak 4.945 butir dengan berat total 2.074 gram brutto. Diamankan juga lima unit handphone. 

Pasal yang dipersangkakan untuk para pelaku, primer Pasal 113 Ayat 2 dan Pasal 114 Ayat 2 Jo Pasal 132 Ayat 1 Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Ancamannya hukuman pidana mati atau seumur hidup dan penjara paling singkat 6 tahun paling lama 20 tahun dengan denda paling banyak Rp 1 miliar dan maksimal Rp 10 miliar. 

Subsider Pasal 112 Ayat 2 Jo Pasal 132 Ayat 1 Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman mati atau pidana seumur hidup atau pidana penjara 5 tahun paling singkat dan paling lama 20 tahun, pidana denda minimal Rp 800 juta dan maksimal Rp 8 miliar. 

” Dari ke empat orang tersebut tim masih melakukan pengejaran terhadap pengirim barang dengan menerbitkan DPO termaksud Mr X, yang perlu diungkap siapa sebenarnya pemesan narkotika ini. Dengan adanya pengungkapan kasus ini, jiwa yang berhasil diselamatkan kurang lebih 5.000 jiwa manusia dengan asumsi, per orang mengkonsumsi sebanyak 1 butir kalau tidak dioplos. Jika dioplos dapat lebih banyak lagi,” jelas Kombes Pol Dr H Ahmad Ramadhan.-