GOWA, UJUNGJARI.COM — Habibah H Mansyir adalah satu dari sekian juta ibu di bumi ini yang menderita batin hingga tewas. Bagaimana tidak, ibu yang sudah tua renta ini malah disekap anak kandung sendiri hingga ibu ini pun tewas dengan kondisi kurus kering pada 20 Juli 2020 lalu.
Peristiwa ini terjadi di Bima, Nusa Tenggara Barat. Jenazah Habibah yang dikafani pun memiriskan hati bagi siapa saja yang melihatnya sebab Habibah menurut anaknya, sebelum mengalami musibah penyekapan, kondisi tubuh sang ibu sangat sehat walafiat dan gemuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kini Habibah yang diketahui adalah pensiunan ASN pada Dinas Peternakan Kabupaten Bima telah tiada.
Tewasnya istri almarhum Hasan Zakariah ini, lantaran diduga disekap oleh anak kandungnya sendiri yakni Johariah, putri keempat dari delapan orang anak Habibah Mansyir-Hasan Zakariah.
Selain Johariah, tujuh putra putri korban yakni Nurul Kamari, Abdul Haris, Nurjanah, Mariani, Saleha, Salmah dan Farid.
Dari kedelapan anak-anak korban, hanya Johariah, Abd Haris dan Salmah yang dikenal berperangai sedikit beda dari saudara saudarinya. Bahkan karena warisan, Johariah pun sampai berseberangan dengan kakak dan adik-adiknya. Padahal diketahui Johariah memiliki penghidupan yang baik karena sempat tercatat sebagai mantan Inspektur Inspektorat Kabupaten Bima dan saat ini ditempattugaskan sebagai staf di Sekretariat DPRD Kabupaten Bima.
Dalam kisah keluarga, Johariah bersekongkol dengan seorang kakaknya yakni Abd Haris dan seorang adiknya yakni Salmah. Abdul Haris sendiri adalah mantan Lurah Pancoran dan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Kematian ibu Habibah ternyata bukan hanya menyisakan duka bagi sebagian anak-anaknya namun juga menyisakan tanda tanya besar.
Belakangan diketahui motif dibalik kematian Habibah ialah adanya dugaan Johariah dengan dua saudaranya yang lain ingin menguasai separuh harta warisan peninggalan sang ayah. Sang ibu yang diketahui membongkar rencana jahat mereka, diduga harus mendapatkan perlakuan tak terpuji dari anak kandung keempatnya sendiri dengan cara menutup akses komunikasi ke saudaranya sendiri, termasuk saudara almarhumah.
Sama nasib dengan ibunya, Nurjanah, saudara Johariah yang lain pun mendapatkan perlakuan yang sama dari Johariah yakni disekap dan kini kondisi Nurjanah yang berprofesi sebagai tenaga pengajar itu tinggal kulit membalut tulang.
” Selain ibuku, kakak saya itu juga mendapat perlakuan yang sama, bahkan ironinya kakak saya mengalami depresi berat dan mengaku selalu lihat darah mengalir di dinding rumah maupun sekolah,” kata Saleha, adik dari Johariah kepada media, Kamis (20/8/2020).
Menurut Saleha, selain Nurjanah, Mariani pun diperlakukan sama. Bedanya, perempuan bergelar doktor sekaligus mantan dosen yang dikenal vokal ini, mulai sakit – sakitan dan mengalami depresi berat.
Karena kejadian ini, Saleha Hasan Zakariah yang tinggal di Kabupaten Gowa ini melaporkan kejadian ini ke Polres Bima dengan laporan penyekapan orangtua. Sayangnya, sudah 10 bulan berjalan, laporan Saleha di Kepolisian pun tidak ada tindak lanjut.
” Pada 1 Oktober 2019, ibu saya (Habibah) saya jemput dengan kondisi memprihatinkan. Anggota polisi, TNI, hingga setingkat RT, RW, Lurah, dan warga setempat, turut menyaksikan langsung detik-detik penjemputan itu. Saya bawa ibu ke rumah Nurul. Namun pada 3 Februari 2020, Habibah kembali diambil paksa oleh Abdul Haris kakak saya, dan akhirnya meninggal pada 20 Juli 2020 di rumah Mariani dengan kondisi mengenaskan,” jelas Saleha.
Sejak kasus ibundanya dilaporkan ke Polres Bima pasca tiga hari Habibah dijemput, Nurul pun turut melayangkan laporan terkait pengambilan paksa sang ibu oleh Abdul Haris di hari yang sama.
” Namun sampai hari ini, tak ada kepastian hukum dari tim Penyidik Polres Bima, atas dua laporan dari saya dan Nurul, adik saya juga. Kasus ini ditangani oleh Aiptu Wayan Mariane. Dan kasus ini mengendap tanpa kejelasan. Padahal semua bukti ada. Bahkan kasus ini sudah gelar perkara. Tapi menurut Pak Wayan, dalam kasus ini unsurnya lemah,” beber Saleha dalam konfirmasinya.
Saleha mengisahkan, saat ibunya diambil paksa oleh kakaknya, Abdul Haris, perkara ini masih dalam proses hukum.
” Seharusnya dari peristiwa kedua dengan fakta – fakta awal yang ada, pihak yang terlibat dalam perkara ini sudah harus ditahan. Tidak perlu diproses lagi. Karena proses hukumnya kan sementara jalan. Dan Pak Wayan harus membedakan, mana masalah keluarga dan mana masalah hukum. Masa setiap berkaitan dengan Haris, selalu disebut masalah keluarga,” ungkap Saleha.
Karena tidak ada kejelasan penanganan kasus di Polres Bima, Saleha pun mengaku telah menyampaikan perihal ini ke salah seorang Kepala Bidang (Kabid) Operasional Reskrim Polres Bima. Termasuk memperlihatkan video detik – detik penjemputan awal Habibah di rumah Mariani.
“ Saat itu pak kabidnya bilang, wah ini biadab ni. Jadi dia minta tunggu sampai gelar perkara. Bahkan ketika itu, Ibu saya sendiri yang meminta untuk tidak dikembalikan lagi di rumah anaknya bernama Mariani, yang satu lingkungan dengan Johariah itu. Kata ibu, ibu takut disiksa lagi. Ibu tidak kuat dengan kondisi di sana (situasi di rumah Mariani),” ungkap Saleha.
Saleha pun sempat kesal lantaran pohak penyidik tidak serius menangani masalah kasus ibunya.
” Pak Wayan seakan tidak pernah merespon. Alasannya dilidik, dilidik, dilidik. Bahkan saya diminta untuk menunggu tiga sampai empat bulan kemudian dengan alasan bahwa saat itu dipastikan sudah ada tersangkanya,” kata Saleha lagi.
Dikatakan Saleha, dirinya sudah mengirim foto-foto kondisi ibunya setelah penyekapan dan video saat ibunya diambil dari rumah adiknya, Mariani. Bahkan hingga pengakuan ibunya yang mengatakan dirinya (ibu) tidak diberi makan setta tindakan -tindakan yang menyerang psikis ibunya.
” Tapi Pak Wayan hanya bilang, unsurnya lemah. Persoalan ini pernah saya konsultasikan ke seorang pakar hukum. Dari perspektif pakar hukum tersebut bahwa kasus ini unsurnya cukup kuat. Para itu juga bilang ini sudah pidana, kenapa tidak ditahan,” kata Saleha membeber hasil konsultasinya dengan pakar hukum tersebut.
Sayangnya ketika Saleha kembali mempertanyakan ke penyidik, penyidik Wayan beralasan kasusnya masih sementara dilidik dan pihaknya masih cari saksi-saksi di luar keluarga kandung.
Pernyataan penyidik Wayan itu disampaikan kepada Aiptu Jamaludin yang juga adalah Kasubnit 01 Turjawali Sabhara Polres Gowa, Polda Sulawesi Selatan. Aiptu Jamaluddin ini mengaku sempat turun ke TKP setelah ibu mertuanya, Habibah dievakuasi.
Dikatakan Aiptu Jamaluddin saat menemui Aiptu Wayan Mariane, penyidik ini berdalih laporan tersebut lama baru diterimanya.
” Pada 31 Oktober 2019, Wayan kembali menyampaikan, bahwa kasus ini masih dalam tahap lidik. Bahkan dia mengaku sudah bertemu dengan Nurul. Kalau Haris ketemu dan mengambil orangtuanya, saya tidak bisa menghalangi. Itu (urusan keluarga) anak dan orangtua,” kata Aiptu Jamaluddin menirukan ucapan Aiptu Wayan Mariane.
Dari penjelasan penyidik yang menangani kasus ibu Habibah ini, jelas suami Saleha mengatakan bahwa pada 15 – 16 Januari 2020, dirinya sempat menanyakan perkembangan penanganan kasus almarhumah ibu mertuanya tersebut, namun Aiptu Wayan tetap pada bahasa awal masih lidik.
” Saya sempat tanyakan apakah selama menangani kasus dugaan penyekapan ini, penyidik pernah menerbitkan SP2 hasil penyelidikan pada pihak pelapor, agar diketahui perkembangan kasusnya. Namun kabarnya, SP2 sudah diberikan ke Farid, salah satu adik istrinya. Tapi itu SP2 pun hanya sekali diberikan dalam 10 bulan,” tandas Aiptu Jamaluddin.
Sekadar diketahui, sebelum dilaksanakan gelar perkara, terdapat lima orang yang memberikan persaksian, yaitu Abdul Rajak (Lurah Sadia), Muhammad Saleh (Ketua RW 03), Fathur Syakirin (Ketua RT 13), Babinsa Serka Abubakar dan Bhabinkamtibmas Briptu Wahyudin. Juga terhadap Farid Hasan Zakariah dan H Jaelani, serta adik kandung Habibah, yaitu Rohana dan Mustamin serta Jumiati (ponakan korban).
Wayan sempat mengaku mencoba menghadirkan saksi bernama Rohana dan Suriyadin. Namun keduanya, disebut Wayan, belum berkesempatan hadir. Penyidik pun waktu itu kembali memeriksa Habibah, untuk menkonfirmasi isi video dan meminta keterangan tambahan.
Namun Wayan beralasan, keterangan dari Habibah sangat berbeda dengan hasil rekaman di video. Penjelasan inilah yang dinilai janggal oleh Saleha, sebabnya ibunya, Habibah sudah berusia 80 tahun.
“ Secara naluri, tentu ibu sulit mengingat kembali apa yang terjadi. Kecuali jika diperlihatkan video tersebut, dan menanyakan siapa yang berbicara. Itu pun mungkin agak sulit, karena usia ibu sudah diatas ambang normal,” kata Saleha.
Kini, hampir setahun – atau tepatnya 10 bulan – setelah kasus tersebut dilaporkan, belum ada kepastian hukum. Sampai pada akhirnya, Habibah meninggal dalam kondisi mengenaskan.
Sementara, laporan resmi yang ditujukan ke Kasat Reskrim Polres Bima, pun belum ada kelanjutan informasi. Dalam kondisi ini, pihak pelapor menilai, para terlapor seakan kebal hukum.
Dikonfirmasi terakhir, kasus dugaan penyekapan tersebut, Aiptu Wayan Mariane tetap mengatakan, masih lidik.-