GOWA, UJUNGJARI. COM — Innalillahi wainna ilahi rojiun, Nurjannah Djalil yang diperkirakan berusia 70 tahun ini akhirnya menghembus napas terakhir setelah menjalani perawatan di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa, Rabu (23/1/2019) sore.
Nurjannah meninggal setelah hasil diagnosa medis menyebutkan jika nenek ini banyak menelan air keruh banjir dan kedinginan selama bertahan memegangi sebuah pohon untuk menyelamatkan cucunya, Waliziab Muhammad Nur (2). Namun selain karena menelan air dan kedinginan, medis mendiagnosa Nurjannah mendapat serangan jantung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di tengah air bah, Nurjannah berupaya bertahan dan berjuang melawan arus deras air bah yang merendam rumahnya hingga atap di Kompleks BTN Zigma Royal Part Kelurahan Pangkabinanga, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa, Selasa (22/1/2019) lalu.
Kisah perjuangan Nurjannah melawan arus ini disampaikan Nurfardiansyah, menantu Nurjannah yang merupakan ayah dari cucu Nurjannah tersebut.
Nurfardiansyah yang merupakan seorang dosen ini saat kejadian kemarin berada di Palopo.
Kini Nurfardiansyah mengurus jenazah ibu mertuanya. Menurut Nurfardiansyah, selama ini anaknya Waliziab berada di Gowa diurus oleh ibu mertuanya dan tinggal bertiga dengan putrinya Ananda yang merupakan mahasiswa UI. Kebetulan Ananda sedang liburan kuliah sehingga lebih banyak berada di rumah ibunya di BTN Zigma Royal Part tersebut.
“Jadi yang foto itu adalah adek ipar saya yang tinggal sama ibu di rumah. Gambar ini dia ambil saat melihat ibu sudah terjebak. Alhamdulilah adek dan anak saya selamat. Ibu juga sempat selamat dan dievakuasi ke rumah sakit oleh tim penolong tapi kehendak Allah lain. Beliau meninggal dunia kemarin karena banyak menelan air keruh banjir,” jelas Nurfardiansyah yang dihubungi via telpon selularnya.
Dari cerita Ananda, diketahui perjuangan Nurjannah sehingga bisa lepas dari jebakan air bah sangat mengharukan.
“Mertua saya terus berjalan. Air rupanya terus meninggi. Disaat berjuang itu ibu masih sempat menelpon saya dan saya minta dia mencari pohon untuk pegangan. Untung ada warga yang tolongki lalu dikasih pelampung. Mertua saya kembali berpegangan di ranting sambil gendong cucu. Tiga jam dia berpegangan sambil menunggu pertolongan,” aku Nurfardiansyah.
Nurfardiansyah juga mengatakan, foto yang terupload di medsos itu atas permintaannya disaat masa kritis.
“Saya sempat minta ipar saya yang sementara berjalan di tengah air bah tak jauh dari ibu agar memfoto ibu. Kemudian foto itu dikirimkan segera kepada saya dan saya kirimkan foto itu ke Basarnas untuk meminta pertolongan perahu karet. Namun kata iparku tidak lama warga yang melihat ibu segera menolong memberinya pelampung ala kadarnya,” tambahnya.
Dijelaskan Nurfardiansyah, sebelum di bawa ke RSUD Sakit Syekh Yusuf, Nurjannah sempat diberi tindakan pertama di klinik terdekat lokasi banjir di Pangkabinanga.
“Jadi hari Selasa itu beliau sempat dipulangkan ke rumah orangtua saya yang aman dari banjir. Sempat dipulangkan ke rumah karena baik-baikmi perasaannya kemarin. Tapi Rabu habis Ashar tidak enak perasaannya makanya dilarikan ke RSUD Syekh Yusuf. Selama sejam ditangani medis di rumah sakit akhirnya ibu meninggal dunia,” kata Nurfardiansyah.
Saat ini pihak keluarga korban, baik Ananda maupun Nurfardiansyah langsung menuju Kabupaten Luwu untuk memakamkan almarhumah Nurjannah di kampung halamannya di Keppe, Desa Rantebelu, Kecamatan Larompong, Kabupaten Luwu.
Diketahui pula bahwa Nurjannah adalah juga mertua dari Andi Surahman Batara, Wakil Dekan III Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UMI Makassar.
Pengakuan Ananda seperti dikutip dari Instastory-nya yang diposting Rabu (23/1/2019) dan postingan Kamis (24/1/2109) dikisahkannya.
Dalam Instastory-nya Ananda menuliskan tentang detik-detik peristiwa mencekam itu.
“Yang nanya siapa yang foto, itu saya yang foto. Karena pada posisi itu hp saya sudah mau mati, ngetik juga susah karena layarnya basah kena air hujan, makanya saya ambil foto untuk kakak saya biar dia tau lokasi saya dan ibu saya dimana,” tutur Nanda.
“Kenapa saya gak nolongin? Saya itu ga tau berenang, bisa dilihat posisi saya dan ibu saya beda beberapa meter. Ibu saya berpegangan di pohon kayu, saya hanya menginjak batang yang mengapung dan pegangan ke pohon pisang,” lanjutnya.
“Pijakan saya itu rapuh jadi gabisa gerak banyak. Jadi yang bisa saya lakukan cuma menunggu bantuan sambil berteriak minta tolong,” beber Ananda yang diketahui adalah alumni SMAN 5 Makassar ini.
“Terimakasih teman teman, keluarga, dan orang-orang yang tidak saya kenal tapi turut mendoakan dan membantu mengklarifikasi kejadian sebenarnya. Almarhum akan dikebumikan di kampung kami, di Kabupaten Luwu setelah dzuhur,” tulis Ananda masih di Instastory-nya, Kamis (24/1/2019) ini. (saribulan)