GOWA, UJUNGJARI.COM — Musibah banjir yang merendam ratusan rumah di kawasan DAS Jeneberang di wilayah Lingkungan Mappala, Kelurahan Pangkabinanga, Kecamatan Pallangga dan kawasan DAS Jeneberang di Jl Swadaya dan Jl Tirta Jeneberang, Kelurahan Tompobalang, Kecamatan Somba Opu dengan ketinggian air 1 meter hingga 2,5 meter, kini berangsur turun.
Jika kemarin rata-rata rumah khususnya yang ada di Mapala sisa atap yang terlihat, kini kondisi badan rumah mulai terlihat. Diperkirakan ketinggian air menyusut dan sisa 1 meter lebih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementata banjir yang melanda kawasan perumahan Dato Recidens di Galoggoro Kelurahan Tamarunang juga sudah bersih. Air setinggi 1 meter lebih yang terjadi kemarin kini sudah tidak ada lagi. kendati begitu para pemilik rumah masih berada di tempat pengungsian.
Dari musibah banjir akibat meluapnya sungai Jeneberang sejak 22 Januari 2019 kemarin disertai dibukanya pintu waduk Bilibili untuk mengurangi debit air yang tertampung tercatat 2.121 jiwa korban banjir. Dari jumlah itu 4 orang tewas karena banjir.
Untuk penanganan pengungsian ini, Pemkab Gowa membuka 13 titik pengungsian. Secara rinci titik pengungsian yakni Masjid Baitul Jihad Tompobalang sebanyak 70 jiwa, di kantor Kelurahan Samata sebanyak 200 jiwa, Masjid Mangngalli Kecamatan Pallangga sebanyak 200 jiwa, Puskesmas Pallangga 21 jiwa, Kantor Camat Pallangga 56 jiwa.
Di BTN Pallangga Mas 33 jiwa, Puskesmas Kampili 6 jiwa, Masjid Nurul Iman Yabani Bontoramba, Kecamatan Somba Opu 94 jiwa, Pasar Induk Minasamaupa Sungguminasa 600 Jiwa, Gardu Induk PLN Sungguminasa 40 jiwa. Kantor Lurah Pandang-pandang 120 jiwa, di perumahan Bukit Tamarunang 160 jiwa dan kompleks RPH Tamarunang sebanyak 521 Jiwa.
Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan, Rabu (23/1/2019) pagi di sela rapat Muspida terkait penanganan musibah banjir dan longsor mengatakan Pemkab kini tengah melakukan penanganan untuk pengungsi.
“Kita buka 13 titik pengungsian dan menyebar di beberapa lokasi aman. Yang jelas kebutuhan makan, minum, pakaian dan obat-obatan kita siapkan bahkan menyiapkan dapur umum dengan melibatkan pihak terkait. Selain pengungsian dalam kota Somba Opu, kita juga melakukan penanganan yang sama dengan wilayah-wilayah musibah longsor yang ada di dataran tinggi. Jadi penanganannya kita lakukan dengan sistem pembagian tim. Kita sudah bentuk tiga tim itu dan membagikan tugas-tugas masing-masing tim,” jelas Adnan.
Sementara itu kondisi para pengungsi termasuk yang diungsikan di lantai 3 Pasar Induk Minasamaupa sampai kini mengaku belum bisa tidur nyenyak. Selain trauma, mereka juga masih memikirkan rumahnya yang terendam air setinggi 2 meter lebih.
Dg Situju, warga Tompobalang yang berdiam di pesisir DAS Jeneberang. Dia dan keluarga terpaksa mengungsi ke lantai 3 Pasar Induk.
“Iye rumahku tidak bisa ditempati. Terendam setinggi satu meter lebih. Barusanku ini kena banjir. Dan memang kondisi air sungai Jeneberang betul-betul menakutkan ketinggian airnya,” jelasnya semabri mengaku sempat membawa pergi sejumlah pakaian dan barang berharga ke pengungsian.
Sama halnya dengan pengungsi Dg Ke’nang warga Desa Tetebatu, Kecamatan Pallangga yang juga kebanjiran mengatakan air di rumahnya sudah surut dari ketinggian 1,5 meter.
“Iye saya sangat takut karena tiba-tiba siang kemarin baru saja air terasa di kaki ku setinggi 10 Cm eehh…beberapa menit kemudian bertambah naik jadi larima sama keluarga. Terlihat 1,5 meter tinggi air di rumah saya, ” kata Dg Ke’nang yang terpaksa mengungsi di salah satu rumah keluarganya dekat tanggul. (saribulan)