UJUNGJARI.COM — Pemkab Gowa kini telah kembali melakukan integrasi terhadap BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial) Kesehatan.
Berkat integrasi itu, ratusan ribu warga Gowa kembali terlayani BPJS Kesehatan setelah Pemkab Gowa sempat menolak BPJS disebabkan banyaknya aduan dan keluhan warga atas pelayanan BPJS yang tidak optimal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan pun menjelaskan alasannya menolak ikut sistem BPJS sejak awal pemerintahnya pada 2016 lalu.
Alasan itu dibebernya saat berkesempatan diundang menjadi salah satu narasumber pada acara Prime Time yang bertema ‘Sangkarut BPJS Kesehatan’ sebuah televisi swasta Senin (7/1/2019) malam di Makassar.
“Saya merasa begitu banyak kesalahan-kesalahan dalam BPJS ini. Semangat BPJS ini adalah konsep gotong royong dimana orang kaya mampu membiayai orang miskin, tetapi realitasnya di lapangan saya melihatnya kok itu agak beda makanya saya ajukan gugatan di MK,” kata Adnan.
Sekadar diketahui, pada tahun 2016 pihaknya sempat melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) RI, tapi gugatan tersebut ditolak. Sehingga pada tahun 2018, Pemerintah Kabupaten Gowa Kembali melakukan Intergrasi BPJS lagi.
“Memang sudah saya katakan jika gugatan saya ditolak sama MK maka otomatis pemerintah harus ikut dalam BPJS karena pemerintahan itu sifatnya linier dari atas sampai dengan bawah harus ikut,” ujarnya.
Tak hanya itu saja, dia juga menjelaskan bahwa sebelum pemerintah Kabupaten Gowa berintegrasi dengan BPJS Kesehatan, Pemkab Gowa punya program kesehatan yang diperuntukkan untuk masyarakat Gowa yakni Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
“Jamkesda ini mengkafer semua masyarakat Gowa baik yang kaya atau miskin asalkan mau dilayani dengan perawatan kelas 3 maka akan kami kafer semua, tidak harus melewati banyak prosedur, cukup dengan hanya memperlihatkan KK dan KTP saja masyarakat sudah bisa dilayani, dan ini semuanya kami gratiskan,” ungkap lulusan Magister Hukum Unhas ini.
Adnan juga mengatakan bahwa konsep BPJS ini sebenarnya sangat bagus dan perlu diapresiasi, dimana orang mampu membiayai orang miskin.
“Tapi implementasi yang dirasakan dan sesuai hitungan saya terdapat kekeliruan. Bukannya orang kaya yang membiayai orang miskin tapi orang miskinlah yang membiayai orang kaya. Harusnya ada perbaikan sistem, jangan mengeluarkan aturan dan kebijakan secara langsung. Lihat dulu persoalan yang ada di lapangan, baru dikeluarkan kebijakan dan aturan tersebut, karena jika aturan tersebut dikeluarkan tanpa melihat persoalan dibawah, maka kami yang menjadi korban. Masyarakat itu tidak pernah mau mengetahui mana program pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, ketika mereka tidak mendapatkan payanan maksimal maka yang mendapatkan komplainnya, bukan pemerintah provinsi dan pusat, pastilah pemerintah kabupaten sasarannya,” tandas Adnan.
Adnan pun memberi saran kepada pemerintah pusat, kiranya sebelum mengeluarkan kebijakan tersebut, pemerintah pusat harusnya terlebih dahulu tahu apa yang jadi persoalan di bawah agar masyarakat juga tidak bingung ketika ada kebijakan- kebijakan seperti ini. (saribulan)