ikut bergabung

Kejati Mulai Telaah Dugaan Korupsi Pembebasan Lahan RS Internasional di Takalar


Hukum

Kejati Mulai Telaah Dugaan Korupsi Pembebasan Lahan RS Internasional di Takalar

 

MAKASSAR, UJUNGJARI–Kejaksaan Tinggi mulai mentelaah kasus dugaan korupsi pembebasan lahan untuk pembangunan rumah sakit (RS) standar internasional di Desa Aeng Batu batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, jaksa mendalami dugaan markup atau manipulasi harga lahan oleh pihak Pemkab Takalar. Diketahui, untuk pembebasan lahan RS standar internasional ini, Pemkab Takalar mengeluarkan dana sekitar Rp12 miliar.

“Laporan yang kami terima sedang di dalami, masih dilakukan pengumpulan data dan bahan keterangan,” kata jaksa di Kejati Sulsel yang minta namanya tidak dimediakan.

Diketahui, sebelumnya Lembaga Anti Korupsi Sulawesi Selatan (Laksus) mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel untuk turun mengusut proyek pembangunan Rumah Sakit di Desa Aeng Batu-batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar senilai Rp12 miliar.

Koordinator Laksus, Muh Ansar menyebutkan kalau dalam proyek ini kesalahan mendasar adalah tidak adanya studi kelayakan dan dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal). Ansar juga menduga harga pembebasan lahan Rumah Sakit Takalar sangat mahal dan tidak mendasar pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).

Seharusnya meski memakai harga pasar, Pemkab Takalar melalui tim apresialnya menjadikan NJOP untuk acuannya. Sebab NJOP menjadi dasar perhitungan harga pasaran.

“Penggunaan NJOP sangat penting dalam proses penaksiran harga tanah. Langkah itu dimaksudkan untuk menghindari adanya permainan harga tanah atau spekulan. Sebab berdasarkan NJOP tahun 2019 di wilayah Aeng Batu-Batu harga tanah permeternya hanya Rp20.000 yang artinya penentuan harga Rp12 miliar untuk lahan seluas 2 hektare kami menganggap kemahalan,” ujar Ansar.

Baca Juga :   Mendisiplinkan Prokes di Pasar, Disdagrin dan Bapenda Sidrap Bagikan Masker

Bahkan kata Ansar, Tim Laksus turun ke lokasi dan menanyakan langsung kepada mantan Kepala Desa Aeng Batu-batu yang istrinya saat ini menjabat pelaksana tugas Kepala Desa Aeng Batu-batu mengatakan, jika Pemkab Takalar baru membayarkan lahan tersebut seluas 5000 meter persegi atau kurang lebih Rp3 miliar pada tahun 2018.

“Hal ini sangat bertentangan dengan penjelasan yang diberikan oleh mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Takalar yang kini menjabat sebagai Asisten I Pemkab Takalar bahwa terkait pembebasan lahan sudah terbayarkan sebanyak Rp12 miliar atau seluas 2 Ha,” tegas Ansar.

Terkait dengan temuan-temuan tersebut, Laksus berharap agar Kejati Sulsel bisa menuntaskan perkara tersebut. “Potensi kerugian negaranya sangat besar, harus menjadi perhatian dari Kejati Sulsel,” pungkasnya. (*)

dibaca : 31



Komentar Anda

Berita lainnya Hukum

Populer Minggu ini

Arsip

To Top