NEW DELHI,UJUNGJARI.COM– Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM), Taruna Ikrar, tampil sebagai pembicara utama dalam World Health Summit (WHS) Regional Meeting yang diselenggarakan di New Delhi, India, pada 25 April 2025. Dalam kesempatan ini, Taruna memaparkan inovasi sistem regulatori BPOM serta mengangkat konsep kolaborasi Akademisi, Bisnis, dan Pemerintah (ABG) sebagai strategi penguatan sektor kesehatan.

Dalam sesi Sharing Best Practices: Reliance and Convergence, Taruna menjelaskan bagaimana BPOM menerapkan skema reliance untuk mempercepat proses registrasi obat melalui kerja sama dengan regulator global seperti WHO, EMA, dan ASEAN. Hasilnya, waktu evaluasi registrasi obat berhasil dipangkas dari 120 menjadi 90 hari kerja—tanpa kompromi pada aspek mutu, keamanan, dan efikasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Beberapa produk yang telah mendapat izin edar melalui skema ini antara lain Dengvaxia, Qdenga, Perjeta, serta obat untuk malaria dan penyakit autoimun.

Taruna juga menegaskan pentingnya akses terhadap obat inovatif seperti advanced therapy medicinal products (ATMP) dan perlunya kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat kapasitas nasional. “Konsep ABG menjadi kunci untuk menghadirkan inovasi dan efisiensi dalam sistem kesehatan,” ujarnya.

Dalam sesi High-Level Panel Discussion, Taruna menyampaikan presentasi pembuka berjudul “Challenges in Expedited Approval of COVID-19 Pandemic Vaccines: BPOM Experience”, yang mengulas langkah BPOM dalam mempercepat persetujuan vaksin selama pandemi.

Konsep ABG yang diangkat Taruna mendapatkan apresiasi tinggi dari peserta dunia. Adam Hacker, Director and Global Head of Regulatory and Quality CEPI, menyebut pendekatan tersebut sebagai terobosan penting yang layak diadopsi secara global.

“Konsep ini harus ditransformasikan ke tingkat internasional,” kata Hacker.