Oleh: Ahmad Razak
(Dosen Fakultas Psikologi UNM)
PEMILIHAN Umum akan digelar sebentar lagi, yaitu Februari 2024 mendatang. Pesta demokrasi yang berlangsung lima tahun sekali ini tentunya sangat dinanti oleh masyarakat Indonesia. Selain memilih kepala negara yang baru, Masyarakat juga akan memilih wakilnya untuk duduk di kursi dewan, baik tingkat kota, provinsi, dan Tingkat DPR RI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Harapan seluruh Masyarakat tentu saja agar Pemilu ini bisa berjalan dengan lancar, aman, dan tidak menimbulkan perpecahan, khususnya antar pendukung capres dan cawapres. Seperti pada pengalaman PILPRES di 2019 lalu, polarisasi yang terjadi di Tengah Masyarakat cukup luas.
Kondisi tersebut juga diperparah dengan penggunaan media sosial sehingga para pendukung saling menyerang satu sama lain. Perpecahan ini tentunya perlu kita hindari karena akan mengancam persatuan dan kerukunan bangsa.
Lembaga kepolisian yang merupakan pengayom masyarakat memiliki peranan penting dalam mencegah terjadinya perpecahan. Institusi kepolisian perlu menanamkan keterampilan berupa soft skill kepada para anggotanya dalam menghadapi pesta politik yang akan berlangsung beberapa bulan lagi.
Beberapa soft skill yang diperlukan antara lain: kemampuan komunikasi yang baik, beradaptasi dengan cepat, mendeteksi dan menganalisis situasi. Keterampilan ini diharapkan bisa memudahkan anggota kepolisian dalam menciptakan situasi yang kondusif di tengah masyarakat menjalang Pemilu dan beberapa saat setelahnya.
Kemampuan komunikasi menjadi salah satu soft-skill terpenting karena tanggung jawab seorang polisi tidak terlepas dari masyarakat. Polisi perlu berbaur dengan masyarakat dalam mengkomunikasikan hal-hal yang terkait dengan keamanan dan ketertiban lingkungan. Polisi perlu merangkul seluruh lapisan masyarakat untuk mencipatakan Pemilu yang aman.
Komunikasi ini tentunya memiliki teknik khusus agar pesan atau informasi bisa sampai dengan tepat kepada seluruh masyarakat. Proses komunikasi polisi juga dihadapkan dengan kerjasama dengan instansi lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Selain komunikasi, kemampuan untuk beradaptasi di lingkungan masyarakat yang dinamis juga perlu dikuasi oleh anggota kepolisian. Jika komunikasi berfokus pada cara menyampaikan informasi, adaptasi lebih mengarah pada tindakan yang tepat dalam berbaur di tengah masyarakat serta merespon suatu kejadian yang terjadi.
Soft-skill selanjutnya yang tidak kalah penting adalah kemampuan dalam mendeteksi dan menganalisis situasi. Pemilu yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari pendukung yang fanatik serta kemungkinan terjadi penyebaran hoax, polarisasi, hingga permusuhan. Situasi seperti ini perlu menjadi perhatian khusus anggota polisi untuk lebih bisa menganalisis dan mendeteksi kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan terjadi serta pencegahan yang bisa dilakukan.
Sikap humanis juga perlu dimiliki oleh anggota polisi agar masyarakat merasa aman dan akrab dalam berinteraksi dengan apparat. Keramahan ini juga bisa mengurangi ketegangan yang terjadi di masyarakat dalam menghadapi PILPRES dan PILEG.
Pemilu yang akan berlangsung sebentar lagi diharapkan bisa menjadi pengingat bagi anggota polisi untuk menguasai beberapa soft-skill yang diperlukan untuk menghadapi agenda besar yang berlangsung lima tahun sekali ini. Pemberian pelatihan dalam bentuk materi, games, ataupun outbond bisa dijadikan referensi dalam memberikan pemahaman terkait keterampilan yang perlu dikuasai.
Soft-skill ini tentunya diharapkan tidak hanya berguna dalam menghadapi pengamanan PEMILU, melainkan diaplikasikan dalam jangka panjang untuk tugas-tugas negara lainnya. Anggota polisi perlu senantiasa belajar dalam setiap kondisi untuk menghadapi situasi berikutnya yang mungkin lebih menantang.
Semoga pemilihan yang berlangsung di 2024 mendatang menjadi ajang kompetisi yang bersifat adil, terbuka, jujur, dan menciptakan keamanan bagi seluruh lapisan masyarakat. (*)