JAKARTA, UJUNGJARI.COM–Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong upaya memperlambat konversi atau alih fungsi lahan pertanian guna meningkatkan ketersediaan pangan dalam negeri, bahkan ekspor guna menjadikan sektor pertanian sebagai bantalan pertumbuhan ekonomi.

Upaya yang dilakukan yakni melalui menciptakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), yaitu bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Peraturan LP2B sangat penting untuk menekan terjadinya konversi lahan pertanian. Sesuai amanat UU No 41 Tahun 2009 tentang LP2B serta sudah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Perpres serta telah ditindaklanjuti oleh Perda baik di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Terima kasih hampir semua daerah telah menindaklanjuti dalam bentuk regulasi dalam rangka menjaga agar lahan pertanian kita berkelanjutan,” kata Dirjen Tanaman Pangan Kementan, Suwandi dalam Bimtek Propaktani Episode 1013 berjudul “Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) Sebagai Upaya Memperlambat Konversi Lahan di Indonesia, Rabu (27/09/2023).

Menurut Suwandi, menyikapi kondisi saat ini, yakni banyaknya kepentingan-kepentingan pembangunan infrastruktur, perumahan dan perindustrian yang membutuhkan lahan, sangat dibutuh langkah implementasi untuk menekannya.

Sebab, pertanian juga membutuhkan lahan terutama terjadi pada daerah pinggiran kota yang terus bertumbuh, sehingga perlu ditekankan adalah bagaimana mewujudkan lahan pertanian agar berkelanjutan dan implementasi di lapangan menjaga itu.

“Kita harus kompak kolaborasi, mempunyai persepsi yang sama terkait peraturan dan tegas memberikan sanksi jika melanggar peraturan yang telah ditetapkan demi menjaga lahan pertanian pangan berkelanjutan demi masa depan kita bersama. Serta jangan diracuni lahan pertanian kita dengan kimia, ini juga menjadi salah satu prinsip berkelanjutan,” tegas.

Bersamaan, Dosen Fakultas Pertanian Universita Sam Ratulangi, Semuel D. Runtunuwu menjelaskan bahaya konversi lahan pertanian. Konversi lahan jika tidak diantisipasi dan terus terjadi maka tidak hanya dapat mengancam ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

“Bahkan juga membahayakan cita-cita Indonesia sebagai lumbung pangan dunia,” sebut Semuel.

Guru Besar Magister Agronomi Universitas Sam Ratulangi Manado, Prof Johannes E.X. Ragi menegaskan pentingnya komitmen Pemerintah Daerah dalam menegakkan peraturan terkait LP2B untuk memperlambat laju konversi lahan pertanian.

Alih fungsi lahan telah berdampak pada berkurangnya produktivitas pangan, sehingga bisa berujung pada krisis pangan.

“Saat ini yang dibutuhkan adalah konsistensi dan komitmen Pemerintah Daerah untuk menerapkan dengan baik dan benar (law enforcement) aturan, khususnya UU No 41 Tahun 2009 terkait Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, PP No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Perpres No. 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan,” sebutnya.

Prof. Jeanne M. Paulus yang merupakan Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi menambahkan sangat penting untuk menjaga prinsip pertanian berkelanjutan, salah satunya menggunakan input-input alami seperti pemanfaatan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria).

Pemanfaatan PGPR merupakan solusi terhadap harga pupuk non subsidi yang mahal dan langkanya pupuk bersubsidi.

“Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa pemberian PGPR sebagai pupuk hayati dapat merangsang pertumbuhan dan meningkatkan produktivitas tanaman baik tanaman padi, kedelai, dan tanaman pangan lainnya,” tuturnya. (BS)