TAKALAR, UJUNGJARI–Aktivis Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (DPN-GNPK) Pusat, Ramzah Thabraman mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel, Leonard Eben Ezer Simanjuntak untuk mengusut tuntas kasus dugaan penyimpangan proyek pembebasan lahan pembangunan Rumah Sakit Internasional (RSI) Galesong senilai Rp13 miliar.

“Kasus ini pernah diusut dan menyita banyak perhatian publik. Sejumlah pejabat Takalar pun pernah diperiksa intensif oleh tim penyidik Pidana Khusus Kejati Sulsel. Namun, mendadak kasus ini tidak diketahui lagi perkembangannya dan bak hilang di telan bumi. Kejati bahkan tidak pernah memberikan keterangan pers secara resmi terkait kelanjutan perkembangan penyelidikan kasus ini,” tegas Ramzah, Kamis (31/08/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ramzah pun mendesak Kajati Sulsel untuk membuka ulang berkas penyelidikan kasus ini dan segera melakukan ekspose perkara.

Sekadar diketahui, terkait kasus ini tim penyidik telah memeriksa sejumlah pejabat Kabupaten Takalar sebagai saksi.
Kasus ini diusut bermula dari adanya aktivis NGO yang melayangkan laporan serta membeberkan adanya kesalahan dalam proyek pembebasan lahan itu, karena diduga tidak adanya studi kelayakan dan dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal). Selain itu  harga pembebasan lahan Rumah Sakit Takalar juga diduga terjadi kemahalan dan tidak mendasar pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).

Sejatinya, meski memakai harga pasar, Pemkab Takalar melalui tim apresialnya tetap menjadikan NJOP untuk acuannya. Sebab NJOP menjadi dasar perhitungan harga pasaran. Penggunaan NJOP sangat penting dalam proses penaksiran harga tanah. Langkah itu dimaksudkan untuk menghindari adanya permainan harga tanah atau spekulan. Sebab berdasarkan NJOP tahun 2019 di wilayah Aeng Batu-Batu harga tanah permeternya hanya Rp20.000 yang artinya penentuan harga Rp12 miliar untuk lahan seluas 2 hektare disinyalir terjadi kemahalan.

Menurut Ramzah, bukan hanya pengadaan lahan, proyek timbunan lahan serta fisik rumah sakit ini juga harus disoal. Lagi lagi, kata Ramzah, diduga terjadi dugaan markup serta kongkalikong dalam memenangkan rekanan. Proyek timbunan ini, dikerjakan bertahap dan menelan anggaran Rp3 miliar lebih. Tahap awal Rp1, 6 miliar.

Selain proyek lahan RSI Galesong, Ramzah juga meminta Kajati Sulsel, Leonard Eben Ezer Simanjuntak untuk mengusut tuntas dugaan korupsi proyek pengadaan mesin alat pertanian di Kabupaten Takalar dari tahun 2019 hingga tahun 2022. Menurut  Ramzah, proyek ini disinyalir merugikan keuangan negara lantaran adanya dugaan praktik jual beli mesin yang menjadi bantuan dari negara untuk meningkatkan produktifitas pangan masyarakat.

Dugaan praktik jual beli ini semakin mengemuka setelah adanya sebuah kuitansi yang beredar di masyarakat dan disinyalir sebagai bukti pembelian mesin alsintan. “Itu bisa menjadi alat bukti kuat buat penyidik Kejati,” tukas Ramzah.

Data penyaluran, mulai dari spesifikasi merek, nomor mesin serta nomor rangka, alat pertanian itu ada dalam dokumen. Penerimanya pun jelas ada dalam  daftar. Termasuk kontak person.

“Tanpa menggurui penyidik, kami minta ditelusuri saja keberadaan mesin mesin itu di tangan kelompok tani yang menerima. Apakah mesin mesin itu masih ada atau sudah berpindah tangan. Dan ditelusuri pula di kelompok penerima, apakah penyaluran  bantuan itu mereka peroleh secara gratis atau tidak,” tegas Ramzah. Khusus untuk proyek alsintan Takalar, kata Ramzah, GNPK secara kelembagaan akan segera melayangkan laporan resmi ke Kejati Sulsel.

“Kami minta Kejati untuk menyeret semua yang terlibat ke hadapan hukum, tanpa pandang bulu pangkat dan jabatannya. Kami percaya di bawah komando Kajati, Leonard Eben Ezer, penegakan supremasi hukum khususnya Tipikor berjalan proporsional, tegas serta profesional,” tegas Ramzah.

Diketahui, Kementrian Pertanian RI, dari tahun 2019 hingga 2022, menyalurkan alsintan ke Kabupaten Takalar.
Kabupaten Takalar, pada Tahun 2019,  mendapat bantuan, 16 unit alsintan merek  Kubota DC 70 dengan harga Rp. 475.000.000 per unit , total Rp. 7.600.000.000. Pada tahun 2020, 20 unit Kubota DC 60 dengan harga Rp. 375.000.000 per unit.  Total Rp. 7.500.000.000. Ada juga Traktor roda 2, Traktor roda 4, Rice transplanter, Pompa air, Chopper dan Cultivator. (*)