MAKASSAR, UJUNGJARI – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar dituding tidak profesional dalam tindakannya dengan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian delapan Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang bertugas di wilayah Kecamatan Tamalate, Kota Makassar.
Penerbitan Surat Keputusan KPU Kota Makassar Nomor 335 per tanggal 23 Juni 2023 tentang Pemberhentian Panitia Pemungutan Suara (PPS) dengan tuduhan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu 2024 tersebut dinilai tidak prosedural dan diduga jauh dari kata profesionalisme kerja KPU Kota makassar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Isra, Ketua PPS Kelurahan Maccini Sombala, Kecamatan Tamalate, yang dipecat, Jumat (14/7/2033), menilai, keputusan tersebut dikeluarkan tanpa melalui beberapa tahapan sebagaimana yang diatur dalam Keputusan KPU Nomor 337 tahun 2020.
“Perlu diketahui bersama bahwa di dalam surat keputusan KPU Nomor 337 tersebut diatur secara seksama dan terperinci bagaimana proses dan tahapan penjatuhan sanksi jika terdapat penyelenggara Adhoc, baik tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), PPS maupun Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) ketika mereka melakukan pelanggaran,” ujarnya.
“Penjatuhan sanksi atau pemberhentian yang dikeluarkan KPU Kota Makassar kepada delapan PPS ini, diduga tidak profesional, karena sangat jauh dari aturan Keputusan KPU Nomor 337 tahun 2020 tersebut. Dan tentunya hal tersebut kami nilai sangat tidak adil bagi kami,” tambahnya.
Perlu diketahui juga, sebelum PPS menerima SK pemberhentian dari KPU Kota Makassar per tanggal 23 Juni 2023, delapan PPS tersebut, hanya satu kali diundang klarifikasi KPU Kota Makassar, yakni 22 Juni 2023 dan proses klarifikasinya hanya lewat Zoom. Setelah itu terbitlah surat pemberhentian.
“Sependek pengetahuan kami bahwa kalau delapan PPS tersebut, diduga melanggar kode etik, maka idealnya dilakukan pemanggilan untuk sidang kode etik dan para terduga ini, dipanggil guna menjalani sidang kode etik. Tapi, kenyataan yang terjadi tidak seperti itu dan sangat jauh dari aturan,” terangnya.
“Yang kami ketahui bahwa dalam sidang kode etik, terduga diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan atas apa yang disangkakan akan, tetapi yang dipraktikkan KPU Kota Makassar sangat berbeda dan tidak ada ruang bagi PPS untuk melakukan pembelaan dan tiba-tiba kami dijatuhi sanksi pemberhentian tanpa ada kesempatan membela diri,” tambahnya.
“Kami merasa sangat kecewa dengan adanya SK pemberhentian yang dilayangkan KPU Kota Makassar yang dalam proses pengambilan keputusannya sangat jauh dari kata profesional dengan tidak merujuk dan mempertimbangkan Keputusan KPU Nomor 337 tersebut,” sambungnya.
Isra mengakui, setelah banyak membaca PKPU serta mempelajari KKPU Nomor 337 tersebut, maka pihaknya berinisiatif untuk melayangkan nota keberatan terhadap hasil keputusan KPU Kota Makassar.
“Dan hari ini juga kami sudah memasukkan nota keberatan tersebut di KPU Kota Makassar dengan dasar pertimbangan tidak profesional dan cacat hukum,” terangnya.
“Kami berterima kasih kepada KPU Kota Makassar, oleh karena dengan hal ini kami banyak belajar dan memahami peraturan-peraturan terkait penyelenggaraan pemilu. Dan Kami berharap, KPU Kota Makassar dapat mempertimbangkan hal tersebut di atas,” tambahnya. (***)