MAKASSAR, UJUNGJARI-Penyidikan kasus korupsi penetapan harga jual tambang pasir laut Kabupaten Takalar, tahun 2020 yang terkesan mangkrak di Kejaksaan Tinggi Sulsel, kembali menuai sorotan dari pegiat antikorupsi Sulsel.
Kali ini, Djusman AR yang juga Koordinator Forum Komunikasi Lintas (FoKaL) NGO Sulawesi, dengan tegas mempertanyakan komitmen Kejati Sulsel dalam mengusut tuntas kasus ini. Djusman mempertanyakan dalih penyidik Kejati Sulsel menerima uang yang diklaim sebagai kerugian negara senilai Rp4,5 miliar dari perusahaan yang melakukan penambangan pasir, saat hasil audit resmi dari lembaga auditor belum keluar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Angka Rp4,5 miliar itu dari mana?. Penyidik sendiri belum pernah melansir nama nama tersangka dalam kasus ini, namun tiba tiba menerima Rp4,5 miliar dari yang berperkara dan diklaim sebagai kerugian negara. Malah pengembalian ini dilakukan dengan konferensi pers. Angka itu dari mana. Bukan wewenang jaksa menentukan kerugian negara, kok tiba tiba saja ada nilai yang ditetapkan, sementara hasil audit kerugian negaranya belum keluar,” tanya Djusman, Rabu (29/03/2023).
Djusman AR yang juga Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar,) menegaskan, pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan pidananya pelaku tindak pidana. Ketentuan itu, kata dia, tegas termaktub dalam Pasal 4 Undang-Undang No 31/99 berserta perubahannya UU No 20/01.
“Pengembalian uang yang diklaim sebagai kerugian negara itu justru sebagai bentuk pengakuan. Ini harusnya lebih memantapkan penyidik dalam menetapkan tersangka bukan justru sebaliknya, malah membuat penyidikan kasus ini menjadi mandek. Saya minta Kejati jangan ceroboh dalam menangani kasus ini,” tegas Djusman AR.
Djusman bahkan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan supervisi terkait penanganan kasus ini di Kejaksaan Tinggi Sulsel. Kewenangan KPK bukan hanya pada supervisi tapi juga berwenang mengambil alih kasus sekaligus memeriksa penyidik lintas lembaga yang menangani perkara korupsi dengan salahsatu pertimbangan bahwa kasus tersebut tidak ada perkembangan apalagi kalau dalam penanganan kasus tersebut diduga terdapat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penyidik.
Diketahui, bukan hanya kasus korupsi tambang pasir laut Takalar. Dalam proses penyidikan kasus korupsi honor dan tunjangan Satpol PP Kota Makassar, tim penyidik Kejati Sulsel juga menerima pengembalian kerugian negara sebelum hasil audit resmi dari lembaga auditor keluar. Sebanyak 23 orang eks camat mengembalikan Rp3,7 miliar. Belakangan, hasil audit keluar dan total kerugian negara dalam kasus ini senilai Rp4,8 miliar, ada selisih sekitar Rp1 miliar lebih.
Terpisah, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi yang dikonfirmasi via WhatsApp terkait perkembangan penyidikan kasus tambang pasir laut Takalar, belum memberikan komentar. Pesan singkat yang dilayangkan tersampaikan, namun belum direspon.
Dalam kasus ini beberapa pejabat Pemda Takalar telah diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi Sulsel. Mereka yang diperiksa yakni, PA (Mantan Kepala BPKAD), HS (Mantan Kabid Pajak BPKAD), IY (Mantan Kadis PTSP), KH (Mantan Sekretaris Inspektorat tahun 2020), dan AI (Kasubdit Pajak BPKAD).
Kasus ini mencuat setelah adanya isu yang beredar bahwa ada penurunan harga jual tambang pasir laut sementara kuat dugaan tak memiliki dasar hukum yang kuat. Kebijakan itu dianggap aparat penegak hukum sebagai langkah yang berpotensi merugikan keuangan negara yang cukup besar.
Di dalamnya diduga ada kerugian negara sebesar Rp13,5 miliar dalam penetapan harga jual tambang pasir laut di wilayah Takalar tahun 2020. Harga tambang pasir laut dijual Rp7.500 per kubik dari harga jual yang ditetapkan dalam peraturan sebesar Rp10.000 per kubik.
Dari Informasi yang beredar menyebutkan, turunnya nilai harga jual tambang pasir didasari oleh adanya penawaran yang dilakukan pihak penambang. Tawaran pihak penambang kemudian direspon dengan rapat bersama sejumlah pejabat Pemkab Takalar. Tawaran pengurangan harga itu kemudian disetujui dan disepakati melalui berita acara. (*)