MAKASSAR, UJUNGJARI–Kabar maraknya dugaan penyalahgunaan solar subsidi yang terjadi di wilayah Sulawesi Selatan dan sekitarnya memantik reaksi serius dari anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Supriansa.

Supriansa secara khusus kepada www.ujungjari.com, menegaskan, pihaknya meminta kepada tiga Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) yakni Kapolda Sulawesi Selatan, Kapolda Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah untuk segera turun tangan mengusut dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis biosolar dan pertalaite yang terjadi di tengah masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Jika benar ada bisnis gelap penjualan solar subsidi secara ilegal ke Industri di wilayah Sulsel dan sekitarnya, maka saya harap segera bongkar jaringan itu. Tidak ada alasan membiarkan hal seperti itu terjadi. Ini tidak bisa dibiarkan terjadi di tengah tengah masyarakat. Karena selain merugikan negara juga berdampak kepada masyarakat yang membutuhkan tapi hilang dipasaran,” tegas Supriansa.

Supriansa juga meminta agar siapa pun pihak yang melindungi bisnis ilegal itu sebaiknya di proses hukum. Termasuk jika ada oknum aparat kepolisian, yang mencoba bermain di arena bisnis ilegal tersebut harus diproses hukum dengan tegas. Segera tangkap dan adili jangan takut,” tegas Supriansa.

Hasil penelusuran www.ujungjari.com menyebutkan, solar subsidi yang dibeli lalu ditimbun kemudian dijual ke industri, diduga masih marak. Bahkan, terkesan semakin berani. Ulah sejumlah pengusaha yang terkesan cuek dengan sorotan publik itu, diduga karena dibekingi oknum aparat kepolisian.

Pembelian solar dalam jumlah banyak dilakukan di sejumlah SPBU dengan menggunakan mobil boks dengan tangki yang sudah dimodifikasi. Sekali angkut bisa mencapai 3 ton. Di sejumlah kabupaten, bahkan masih ada yang melakukan pembelian dengan menggunakan jerigen, dalam jumlah banyak dan berulang ulang. Hampir semua kabupaten di Sulsel diduga rawan dengan aksi pembelian serta penimbunan BBM bersubsidi. Menariknya, karena aksi ini terkesan mulus mulus saja, tanpa ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum.

Di wilayah Luwu Raya, penjualan BBM subdisi ke industri diduga juga masih terjadi. Bahkan, di sebuah industri disebut ada empat perusahaan yang diduga silih berganti memasok Bahar bakar tersebut. sistem pembayaran dilakukan dengan istilah “Tumpah Bayar”. Menariknya, karena para pengusaha yang memasok BBM tersebut disebut mengantongi PO (pesanan order) yang diklaim dikeluarkan oleh oknum.

Para “pemain” BBM ini biasanya lebih dulu
menampung solar subsidi. Setelah jumlahnya banyak, barulah di jual ke industri. Selisih harga antara solar subsidi dengan solar industri menjadi iming iming keuntungan yang menggiurkan. Keuntungan dari hasil dari penjualan itu kemudian dibagi kepada mereka yang dianggap berperan dalam memuluskan aksi penjualan solar subsidi tersebut. (*)