GOWA, UJUNGJARI.COM — Jika stunting tidak ditangani sejak awal, maka risiko kekerdilan pada tubuh anak akan terjadi hingga dewasa. Selain kekerdilan tubuh, anak stunting juga akan berpengaruh pada perkembangan otaknya. Risiko terburuknya adalah kematian baik pada ibu hamil atau melahirkan maupun pada bayi baru lahir.

Saat ini di Gowa tercatat 4.128 ibu hamil berdasarkan data hasil verifikasi dan validasi 2021. Sedang jumlah bayi sasaran stunting 48.566 orang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Agar stunting terhindarkan, maka bayi-bayi tersebut harus dilakukan penanganan sejak awal baik ketika masih sebagai janin dalam perut hingga sudah terlahir pada usia 0-29 bulan. Saat ini laju penurunan stunting di Gowa belum efektif, apalagi Gowa masuk urutan tiga besar di Sulsel.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kabupaten Gowa Sofyan Daud kepada BKM, Selasa (27/12) siang menjelaskan untuk menurunkan stunting dengan maksimal harus dilakukan secara kolaboratif dan intens.

Selain berkolaborasi dengan beberapa instansi termasuk media juga harus intens melakukan intervensi kepada ibu hamil dan bayi dua tahun (baduta).

“Penanganan stunting itu harus dari hulu sampai hilir. Dari hulu yang kita maksud adalah berawal dari para remaja putri. Kenapa kita sasar remaja putri? Karena 24 ribu remaja putri kita yang sudah terlapor disini ternyata 25 persen diantaranya itu mengalami anemia. Sementara para remaja putri ini adalah calon pengantin. Makanya untuk menuntaskan stunting kita harus bergerak di hulu. Kita harus fokus dekati remaja putri dan putra. Kita harus bimbing mereka untuk persiapan menjadi Catin (calon pengantin). Kita harus persiapkan para remaja putri ini sebelum mereka jadi Catin. Disinilah yang kita maksud harus ditangani secara kolaborasi. Untuk pembimbingan Catin kita harus kolaborasi dengan KUA termasuk penyuluhan tidka boleh nikah dibawah usia 19 tahun, Dinkes termasuk dengan Dinsos jika Catin kita atau ibu hamil kita adalah warga miskin, ” kata Sofyan didampingi Kabid KB Murniati dan Kabid Penyuluhan dan Pergerakan Murniaty dan Rohandi (Teknikal Asisten Satgas Stunting Gowa) serta Ahmad Fahruddin (Program Menager Bid Data Pemantauan dan Evaluasi Sulsel).

Dikatakan Sofyan, stunting sangat dipengaruhi pula dari kesehatan ibu hamil. Di Gowa banyak ibu hamil masuk kategori miskin dan tidak terdaftar dalam kepesertaan KIS. Karena tidak punya KIS sehingga ibu hamil golongan miskin ini kebanyakan tidak mendapatkan bantuan pemerintah.

“Kita memang harus menerapkan 4 Pasti yakni pastikan seluruh ibu hamil di Gowa tercatat. Setelah itu kita cocokkan data bersama antara Dinsos dengan DPPKB. Kalau Dinsos itu mengatur soal bantuan untuk para ibu hamil tapi di DPPKB tidak diatur soal bantuannya tapi lebih kepada pelayanan pemeriksaan ibu hamil melalui melalui peran kader penyuluh KB di Posyandu dan kader kesehatan Dinkes. Ada kecenderungan kelemahan kita dalam menangani stunting diantaranya adalah kita kadang tidak intens melakukan evaluasi kesehatan ibu hamil. Misalnya pada pemeriksaa kes pertama ibu hamil itu kurang darah atau anemia. Terus pada pemeriksaan kedua ternyata dia anemia lagi. Kita harus rutin cek apakah obat yang telah diberikan diminum atau tidak. Jika ini kita tidak lakukan maka pastilah stunting tidak bisa kita tangani secra baik. Itulah sebabnya kolaborasi pihak sangat diperlukan, ” kata Sofyan lagi.

Selain risiko stunting itu ada pada diri remaja putri, juga terdapat pada remaja putra. Dimana remaja putra yang juga merupakan Catin ini memiliki perilaku yang dapat memicu kesehatan buruk pada janin ibu hamil.

“Misalnya, remaja putra ini kan Catin dia dinikahkan dengan remaja putri lalu pasangannya ini kerap menghisap asap rokok dari pasangannya dan jika pasangan perempuannya memiliki anemia, bahkan jika anak bayi pun ikut terpapar asap rokok, maka sudah bisa diyakini anak bayi nanti terkena stunting. Faktor lain, tidak terpenuhinya gizi ibu hamil disebabkan suaminya tidak punya pendapatan. Hal lainnya adalah, ibu hamil itu harus periksa kehamilan enam kali dan dua kali harus USG, tapi jika ibu hamil ini terkendala biaya untuk memeriksakan kehamilannya sudah pasti kesehatan kandungan dan janinnya tidak terjamin, ” papar Kadis PPKB.

Makanya tambah Sofyan, peran dan fungsi TPK (Tim Pendamping Keluarga) yang berjumlah 590 tim (total 1.770 orang TPK) harus maksimal mengadakan penyuluhan dan fungsi rujukan dalam pendampingannya. Fungsi rujukan ini dilakukan jika ada masalah ibu hamil mau periksa kesehatan ke Puskesmas.

“Proyeksi penurunan stuning ini harus selesai pada 2024 mendatang. Jadi target kita penurunan. Namun yang terpenting adalah harus ada kolaborasi semua pihak. Selama ini banyak pihak-pihak yang bicara soal stunting tapi tidak terukur atau tidak memiliki akurasi data dan solusinya. Karena itu Strategi kita adalah cakupan layanan Posyandu harus ditingkatkan dengan harapan semua sasaran (ibu hamil dan bayi) harus ke posyandu untuk periksa kesehatan dan gizinya. Sasaran kita yang utama ada 5 kelompok untuk penanganan stunting yakni remaja putri, calon pengantin (Catin), ibu hamil, anak usia 0-23 bulan dan anak usia 24-29 bulan. Kita harus ingat bahwa keluarga yang berisiko stunting adalah keluarga miskin, keluarga yang pendidikan ibunya rendah, keluarga yang sanitasinya buruk dan keluarga yang sumber air minumnya tidak layak, ” tandas Kadis PPKB Gowa.-