MAKASSAR, UJUNGJARI.COM — Dua gugatan caleg Golkar Sulsel ke Mahkamah Konstitusi (MK) terjadi usai rekapitulasi KPU Sulsel. Dua-duanya menggugat kolega atas dugaan pelanggaran pemilu.

Masing-masing yang menggugat adalah Kadir Halid dengan termohon KPUD berkaitan dengan Sangkarang dan Andi Deby dan Arfandy Idris dengan termohon Ince Langke.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pada saat rekapitulasi di KPU tingkat Provinsi Sulsel Partai Golkar mengajukan DC2 termasuk Dapil Makassar A tentang Keberadaan Kecamatan Sangkarang yang masuk dalam Dapil Makassar B yang kami anggap tidak sesuai dengan SK KPU terkait penetapan Dapil.

Inilah salah satu obyek yang di mohonkan kepada MK oleh Pemohon termasuk DC2 untuk kabupaten Selayar.

Kadir Halid yang merupakan petahana yang kembali maju di Makassar dapil A bersama Andy Deby. Namun dalam praktik di lapangan selama kampanye diduga Andi Deby melakukan dugaan money politik untuk mendongkak suaranya ini dibuktikan dengan adanya laporan masyarakat ke bawaslu yang dibuktikan dengan beberapa rekaman vidio yang di jadikan barang bukti

Juru Bicara Golkar Sulsel, M Risman Pasigai (MRP), di Makassar, Jumat (25/5/2019), mengatakan, gugatan sesama caleg ke MK merupakan hak konstitusional dan disetujui oleh mahkamah partai jika itu sesuai aturan.

“Karena merupakan hak konstitusional caleg dan gugatannya sesuai koridor yang ada, maka mahkamah partai memberikan rekomendasi untuk diajukan ke MK. Artinya, keinginan Pak Kadir Halid dan Arfandy Idris menggugat ke MK sudah sesuai aturan berdasarkan putusan mahkamah partai,” jelas Risman yang akrab disapa MRP ini.

Menurutnya, dugaan money politik uang oleh Andi Deby sebenarnya telah dilaporkan lebih awal oleh kelompok masyarakat atau dari kalangan lembaga swqdaya masyarakat (LSM).

Dari sini, pemohon (Kadir Halid) mendapatkan informasi bawha terjadi politik uang, yang awalnya pemohon hanya ingin mengajukan kasus terkait sangkarang itu sehingga melakukan gugatan ke MK setelah mendapat rekomendasi mahkamah Partai Golkar di Jakarta.

“Karena sesama kader partai, maka penggugat harus mengajukan dulu ke mahkamah partai. Dan ternyata, dari hasil analisa tim di mahkamah partai itu sudah sesuai aturan maka baik Pak Kadir Halid maupun Arfandy Idris diberikan rekomendasi untuk diajukan ke MK. Kenapa ke MK? supaya dugaan terjadinya money politik dan sebagainya sesuai praduga para pemohon harus dibuktikan secara hukum,” jelas MRP.

Adapun Arfandy Idris yang maju dari Dapil Sulsel IV (Bantaeng, Selayar, Jeneponto) mengajukan gugatan ke MK dengan dugaan telah terjadi penggelembungan suara di beberapa TPS yang merugikan dirinya sebagai caleg. Dugaan ini menguntungkan Ince Langke sehingga perlu pula dibuktikan di MK.

Selain dugaan penggelembungan suara, Arfandy juga menggugat soal kasus pemberhentian Ince Langke oleh DPP Partai Golkar tahun 2012 silam yang tak pernah dieksekusi, dan malahan diloloskan sebagai caleg Golkar yang sah di Pemilu 2019.

Untuk itu, kata MRP Golkar berharap agar adanya proses gugatan ke MK oleh sesama caleg hendaknya menjadi pembelajaran politik bahwa Golkar memberikan keleluasaan bagi caleg untuk menggunakan hak konstitusional.

Menurutnya, tak ada satu caleg menjadi istimewa. Jika ada dugaan pelanggaran, maka partai memberikan peluang kepada caleg untuk membuktikannya di Mahkama Partai atau Di MK

“Tidak ada yang kita tutupi. Tidak ada juga caleg yang diistimewakan. Ini sekadar penjelasan supaya pengamat atau publik mendapatkan informasi yang utuh terkait putusan Mahkamah Partai Golkar. Tujuannya agar publik tercerahkan dan mendapat informasi yang akurat,” pungkasnya. (*)