GOWA, UJUNGJARI.COM — Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan yang juga adalah Sekjen Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) menyerukan memperjuangkan nasib para tenaga non ASN atau honorer yang melekat di pemerintahan daerah kabupaten.

Hal itu menjadi bahasan prioritas yang diajukan APKASI dalam rapat koordinasi seluruh kepala daerah se Indonesia bersama jajaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Rabu (21/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dihadapan para anggota APKASI, Adnan selaku Sekjen APKASI, mengatakan, kehadiran para kepala daerah anggota APKASI ini untuk mengawal permasalahan honorer di daerah masing-masing. Sekaligus untuk menyatukan persepsi dengan kepala daerah lainnya guna mencarikan solusi terbaik untuk nasib tenaga honorer di masa mendatang.

“Selaku kepala daerah dan Sekjen APKASI, saya mengatakan bahwa APKASI akan perjuangkan nasib para tenaga honorer di daerah. Dalam rakor ini, kami APKASI menjelaskan ke Kementrian permasalahan di daerah dan kami berharap Pak Menteri yang dulunya juga Ketua APKASI, dan juga pernah menjadi bupati dapat melihat permasalahan honorer di daerah dengan lebih detail,” kata Adnan yang tampil sebagai moderator dalam rakor tersebut.

Dikatakan Adnan, lewat pertemuan tersebut bisa memberikan solusi terbaik bagi daerah dan tenaga honorernya.

” Dalam rakor ini, ada beberapa poin yang telah dibahas sejak awal antara APKASI dengan Kemenpan-RB. Pertama, pada persoalan keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah daerah, sehingga perlu disusun rentang gaji tenaga honorer sesuai dengan kemampuan daerah. Kedua, bagi tenaga honorer yang tidak mampu mengikuti CAT dengan passing grade, dan tidak memenuhi syarat menjadi PNS atau PPPK karena kualifikasi pendidikannya yang tidak terpenuhi sebaiknya dapat diberikan kesempatan sesuai dengan minatnya. Misalnya membekali pelatihan kewirausahaan atau kartu prakerja dan lain-lain, ” jelas Adnan.

Selain Adnan, beberapa kepala daerah dari berbagai provinsi yang hadir dalam pertemuan tersebut, seperti Papua, Jawa, dan Madura mengaku persoalan tenaga honorer ini sangatlah kompleks pasalnya, honorer tidak bisa dilepas begitu saja disebabkan banyak membantu pekerjaan para lingkup pemerintahan daerah, sehingga, sebelum membuat aturan terkait tenaga honorer tentunya melihat kondisi tersebut.

Penanganan tenaga non ASN sebenarnya bukan lagi wacana baru. Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Azwar Anas, secara aturan penanganan terkait tenaga honorer sudah mulai dijalankan sejak 2005 lalu, kemudian berlanjut di 2012, 2018, 2019 dan 2021.

“Jadi sebenarnya warning untuk pengangkatan non-ASN ini sudah lama. Tapi ada fakta juga kalau non-ASN ini tidak ada maka pelayanan-pelayanan kita bisa terganggu di kabupaten dan kota,” jelas Anas dalam rakor ini.

Saat ini pihaknya sementara mempertimbangkan tiga alternatif penyelesaian tenaga honorer dan terus melakukan koordinasi lintas sektoral. Antara lain, pada skenario pertama, tenaga honorer diangkat seluruhnya menjadi ASN.

“Hanya saja skenario ini akan menjadi beban yang berat bagi negara dan kompetensi birokrasi kita tentu akan ada problem di beberapa titik yang ketika saat rekrutmen kualitasnya tidak diperhatikan,” jelas Azwar yang juga mantan Ketua APKASI ini.

Sementara skenario kedua yakni tenaga honorer diberhentikan seluruhnya. Sementara, opsi jalan tengah yang ketiga yakni pengangkatan tenaga honorer sesuai dengan prioritas. Ketiga skenario ini, akan didiskusikan bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan Komisi XI DPR RI.

“Yang lain bukan tidak prioritas, tapi diselesaikan secara bertahap,” terang Azwar.

Menurut Azwar, saat ini terjadi perbedaan data honorer. Dimana setiap melakukan pendataan ada perbedaan yang cukup besar. Penyelesaian permasalahan diawali dengan melaksanakan pendataan bagi tenaga honorer. Azwar pun mendorong agar pemerintah daerah dapat melakukan pengawasan dalam proses pendataan.

Menteri Azwar pun meminta tegas agar para bupati atau kepala daerah selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK) untuk melakukan audit terhadap kebenaran data dan mengirimkan Surat Pernyataan Pertanggungjawaban Mutlak (SPTJM) kepada BKN.

“SPTJM itu sebagai bentuk komitmen dan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan oleh bupati bahwa data tenaga non-ASN di daerahnya adalah valid dan tak berubah serta berkonsekuensi hukum. Akan ada audit data untuk memastikan data tenaga non-ASN yang dikirimkan sesuai yang disyaratkan,” tegasnya.

Anas menjelaskan, kolaborasi pun dilakukan dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan pengawasan terhadap data yang diajukan pemerintah daerah apakah sudah sesuai persyaratan. Menpan-RB pun mengatakan akan ada audit data untuk memastikan data tenaga non-ASN yang dikirimkan sesuai yang disyaratkan. –