JIKA tidak berada di pusarannya, Anda mungkin tidak akan percaya, bahwa aktivitas Doni Monardo nyaris tak berubah. Baik saat menyandang status jenderal aktif, maupun setelah purnawirawan. Baik saat menjabat Kepala BNPB, maupun setelah pensiun dan kemudian aktif sebagai Komisaris Utama PT Mind ID dan Ketua Umum PPAD.
Orang-orang dekatnya selalu mengatakan, “Beliau tidak mau waktu berlalu begitu saja tanpa diisi kegiatan.” Yang lain biasanya ada yang menimpali, “kalau tidak begitu, bukan pak Doni Monardo namanya.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ini bukti terbaru. Anda cukup membayangkan saja. Kamis 12 Mei 2022 pagi Doni Monardo dan rombongan PPAD terbang ke Gorontalo. Siang hari hingga sore transit di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Tiba malam, mampir shalat magrib/isya di Mesjid Korem Nani Wartabone Gorontalo.
Langsung menempuh jarak 300 an km menuju arah Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Titik tujuan adalah desa Sejoli, pas perbatasan provinsi Gorontalo dengan provinsi Sulawesi Tengah.
Kami pun menikmati perjalanan ini sebagai wisata jalan jalan yang menggembirakan. Tengah malam menjelang dini hari, dua kali kami berhenti istirahat. Kantor Koramil 04 Tilamuta dan Koramil 03 Popayato yang disinggahi sudah menyiapkan jagung pulut rebus, ubi rebus dan pisang rebus yang kesemuanya wajib dicocol dengan sambel khas Gorontalo. Total waktu tempuh termasuk istirahat sekitar 5 jam lebih.
Tiba di Desa Sejoli pukul 03.00 Waktu Indonesia Tengah (WITA). Total waktu meluruskan badan tentu saja kurang dari tiga jam. Sebab pukul 06.30 pagi hajatan panen udang di area tambak dimulai. Berikutnya, peletakan batu pertama pembangunan pengembangan tambak udang vaname PT PAP bekerjasama dengan PPAD.
“Acara harus selesai sebelum pukul 11 siang untuk mengejar perjalanan kembali ke Gorontalo sekitar 5 jam via darat. Selanjutnya terbang ke Jakarta,” bisik tim protokoler PPAD.
Masuk Tambak
Saat melihat proses panen udang, Doni tak kuasa menahan hasrat untuk bisa merasakan langsung memanen udang di tambak. Maka, dengan hanya melepas jas, ia pun menuruni anak tangga dan nyemplung ke kolam sedalam kurang lebih 1,2 meter itu. Seluruh celana jeans terendam air. Bahkan permukaan air payau tambak udang itu berulangkali menciprati hem putih yang ia kenakan.
Doni sungguh menikmati prosesi panen udang. Bersama petugas tambak lainnya, ia ikut memegang jaring, menggiring udang secara perlahan. Ribuan udang segar berloncatan terperangkap jaring. Sebuah pemandangan gotong royong, kerjasama kolaborasi yang mempesona.
Ruang Pengabdian
Saat ini luas tambak PT PAP adalah 38 hektar, dan akan dikembangkan menjadi 250 hektar, semua tambak udang modern.
Mengelola tambak udang vaname, adalah salah satu usaha yang mulai ditekuni PPAD, dalam rangka mewujudnyatakan program “politik kesejahteraan” yang ia gulirkan.
“Pada dasarnya, ruang pengabdian kita masih sangat luas setelah tidak lagi sebagai prajurit aktif. Karena peraturan perundang-undangan tidak memungkinkan prajurit berbisnis, maka minim prajurit yang berpengalaman di bisnis.
Menyadari hal itu, kami di PPAD yang harus memulainya. Lalu menularkan kepada para purnawirawan, agar tetap memiliki aktivitas yang produktif pasca purna wira,” tegas Letjen TNI Purn Doni Monardo.
Berada di Parigi Moutong, Doni merasa harus berterima kasih kepada founder PT. Parigi Aquakultura Prima, Rudi Hartanto Wibowo yang telah mengembangkan budidaya udang vaname berbasis riset dan teknologi. Hasilnya, bisa kita rasakan hari ini dan seterusnya. Hari itu saja, tak kurang 9 ton udang segar berhasil dipanen.
Lima Point
Doni mencatat lima hal penting, yang bisa dijadikan prinsip/ cara untuk pengembangan budidaya udang vaname.
Pertama, lingkungan alam yang ekosistemnya terjaga. Tidak ada industri yang mengeluarkan limbah, tidak ada polusi yang dihasilkan dari perkampungan atau dari masyarakat yang dapat mencemari laut, sehingga tidak ada bakteri ecolli, bakteri sanmonella di dalam tambak udang. Itu karena masyarakat menjaga lingkungannya dengan sangat baik.
Kedua, teknologi. Penguasaan teknologi budidaya. “Pak Rudi dan tim telah membangun tata kelola di bidang instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Ini ternyata sangat penting jika kita ingin hasil produksi tambak kita meningkat,” tambahnya.
Ketiga, SDM (Sumber Daya Manusia). SDM PT PAP ia lihat disiplin, tabah, dan sabar. Sebab, yang diurus juga makhluk hidup, sehingga dibutuhkan kesabaran dan disiplin.
“Mohon pak Rudi ini semua dibuatkan SOP, sehingga nanti para purnawirawan yang akan begabung, memiliki konsep yang sama di seluruh Indonesia. Jadi yang bagus bukan hanya di sini. Saya harap, SDM yang berasal dari purnawirawan TNI bisa menjadi lokomotif penggerak bagi daerah-daerah lin dalam memberi teladan budidaya udang vaname,” papar Kepala BNPB 2019 – 2021 itu.
Keempat, sumber keuangan. Finansial. Sebaik apa pun program budidaya udang vaname, tanpa dukungan finansial, tentu akan sulit diwujudkan.
“Saya berterima kasih kepada lembaga perbankan yang telah membantu pendanaan budidaya udang vaname. Sebelum diputuskan mendanai program budidaya ini, tentu sudah melalui kajian feasibility. Dan kami optimis, usaha ini akan berkembang baik,” ujar Doni,
Kelima, kerjasama dengan masyarakat, utamanya dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama di wilayah yang akan jadi kawasan tambak. Itu penting sekali.
“Menurut saya, agak aneh, tambak seluas ini nggak ada satpamnya. Kenapa? Itu karena kerjasama dengan masyarakat telah terjalin dengan sangat baik,” tegas Danjen Kopassus 2014 – 2015 itu.
Doni menambahkan, bahwa kesuksesan bisnis disebuah tempat sangat tergantung dengan pelibatan masyarakat. Pentingnya comunity develepment.
Bawa Kalkulator
Apa yang terjadi di Desa Sejoli, Kecamatan Moutong, Kabupaten Parigi Moutong hari ini, sangat berbeda dengan kondisi beberapa tahun sebelumnya. Itu dituturkan sendiri oleh mantan Kepala Desa Sejoli, Marzuki.
“Dulu hampir tidak ada yang percaya, usaha tambak udang mampu mensejahterakan,” katanya, saat memberi testimoni di hadapan Doni Monardo dan jajaran PPAD, direksi PT PAP, dan tamu undangan
Marzuki bahkan harus menenteng kalkulator ke mana pun pergi, untuk meyakinkan setiap orang yang ia jumpai. Kalkulasi dulu, dengan kalkulasi hari ini, sama. “Kalkulator saya tidak berubah,” tambahnya.
Meski awalnya sangat sulit, tetapi ada saja satu-dua warga yang bersedia terlibat dalam usaha tambak udang vaname yang diprakarasai PT PAP.
Nah, ketika angka-angka dalam layar kalkulator menjadi nyata dalam bentuk lembaran-lembaran Rupiah, mata masyarakat mulai terbuka, jika tak mau mengatakan “terbelalak”.
Kini, setiap orang yang terlibat, merasakan adanya peningkatan kesejahteraan yang nyata. Indikator-indikator peningkatan derajat ekonomi masyarakat bisa dilihat di lapangan. Grafik sosiografis warga meningkat. “Contoh sederhananya, mereka sudah punya sepeda motor matic,” kata Marzuki sambil tertawa.
Petro Dollar
Doni Monardo dalam kesempatan itu juga sempat menyinggung, bahwa ke depan usaha-usaha yang hendak dikembangkan, harus dipersiapkan dengan perencanaan yang baik. Bukan saja usaha tambak udang, tetapi juga terkait pengembangan potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, pada khususnya.
Selain memiliki potensi perikanan tangkap, wilayah itu juga memiliki potensi rempah yang sangat bagus.
“Cengkeh, pala, dan rempah-rempah lain dari Sulteng, Sulut, dan Gorontalo juga sangat terkenal. Bisa diparalelkan dengan program yang dikembangkan Kodam, sehingga para prajurit yang akan pensiun, benar benar disiapkan. Ini kawan kawan dari Kodam, Korem, pak Dandim dan semua prajurit yang hadir, kan pada saatnya pasti pensiun. Nah, PPAD telah menyiapkan lahan usaha yang bisa dijadikan aktivitas pasca purna tugas,” kata Doni.
Terkait udang serta potensi SDA yang ada di negeri kita, Doni optimistis, jika dikerjakan dengan teknologi dan ditangani oleh SDM yang andal, bisa berhasil. “Kita bisa menciptakan kampung-kampung atau desa-desa petro dollar di seluruh Indonesia. Indonesia akan makmur,” ujar Doni disambut tepuk tangan meriah hadirin.
“Kelak dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia menjadi pemain utama udang hasil budi daya di kawasan Asia Tenggara,” pungkas Doni.
(egy massadiah)