MAKASSAR, UJUNGJARI.COM–Forum Kemanusiaan Lintas Agama (FKLA) Sulawesi Selatan menggelar Diklat Jurnalistik Generasi Milenial Angkatan I, di Hotel Claro, Makassar, Kamis dan Jumat, 31 Maret – 01 April 2022.
Ketua Panitia, Dr Arqam Azikin mengatakan, Diklat diikuti 30 peserta dari unsur Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel dan Majelis-Majelis Agama Tingkat Provinsi Sulsel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ada lima materi yang diberikan kepada peserta Diklat, yaitu Ilmu Jurnalistik dan Tantangan Implementasinya (Dr Firdaus Muhammad), Dasar dan Teknik Menulis Berita (Fahruddin Palapa), Teknik Wawancara dan Mencari Berita (Asnawin Aminuddin, Teknik Menulis Berita Online (AS Kambie), dan Komprehensif Jurnalistik dan TV Berita (Dr Arqam Azikin).
Diklat didahului sambutan oleh Ketua Umum FKLA Sulsel yang juga Ketua Komisi Hubungan Antar Umat (HUB) Beragama MUI Sulsel, Prof Wahyuddin Naro, dan dilanjutkan sambutan sekaligus pembukaan oleh Wakil Ketua Umum MUI Sulsel, Dr KH Mustari Bosra.
Wahyudin Naro dalam sambutannya menjelaskan bahwa Forum Kemanusiaan Lintas Agama Sulsel (FKLA) Sulsel dibentuk bersama oleh MU) Sulsel dan Majelis Agama Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan, pada acara “Silaturrahim Majelis Agama Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan” yang diadakan MUI Sulsel, di Sultan Alauddin Hotel & Conventions (Hotel UIN), Jl Sultan Alauddin, Makassar, Sabtu, 11 Desember 2021.
“Kegiatan pertama yang kami laksanakan yaitu Diklat Jurnalistik Generasi Milenial. Kenapa kita memulai dari Diklat ini, karena sekarang banyak orang yang mudah sekali menulis berita yang bercampur opini dan tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Namanya hoax. Tidak ada yang bisa memfilter, karena anak-anak membuka hape di kamarnya masing-masing,” tutur Wahyuddin.
Karena itulah, kata pria yang sehari menjabat Wakil Rektor ll UIN Alauddin Makassar, maka FKLA Sulsel mengadakan Diklat Jurnalistik Generasi Milenial dengan mengusung tema “Berita Yes, Opini No.”
“Tema Diklat ini Berita Yes, Opini No. Kalau opini, bisa muncul berbagai interprestasi, dari interpretasi politik, budaya, agama. Kalau berita, selalu berdasarkan fakta, sehingga bisa dipertanggungjawabkan,” kata Wahyuddin Naro.