JEPANG,UJUNGJARI.COM— Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), Prof. Taruna Ikrar, memaparkan konsep ABG (Academia, Business, Government) dalam penguatan ekosistem uji klinis di Indonesia pada 7th Asian Network Meeting (ANM) yang diselenggarakan di Jepang. Forum tingkat tinggi ini menjadi wadah penting bagi otoritas regulasi farmasi di kawasan Asia untuk berbagi pengalaman dan memperkuat kerja sama lintas negara.
Dalam paparannya, Prof Taruna menyoroti potensi besar Indonesia sebagai lokasi uji klinis. Ia mengatakan dengan populasi yang besar, beban penyakit yang tinggi, infrastruktur kesehatan yang terus berkembang, serta kerangka regulasi yang semakin baik, Indonesia berada dalam posisi strategis untuk menjadi pusat uji klinis di kawasan Asia..
Menurut data ClinicalTrials.gov, antara tahun 2019 hingga 2024, terdapat 632 uji klinis yang dilakukan di Indonesia, dengan 121 di antaranya merupakan uji klinik obat yang telah disetujui BPOM. Meski jumlah ini masih tergolong rendah, potensi pengembangan sangat besar.
Namun demikian, Prof Taruna juga menggarisbawahi sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Di antaranya ketidakpastian terkait kapasitas uji klinis, termasuk ketersediaan peneliti lokal dan fasilitas yang memadai dan rendahnya pemahaman terhadap prinsip GCP (Good Clinical Practice).
Tantangan lainnya adalah ketidakterbiasaan dengan tenggat waktu dan persyaratan regulasi, ompleksitas regulasi lintas lembaga serta persyaratan administratif seperti Material Transfer Agreement (MTA).
Menurut Taruna, BPOM bersama dengan Komite Etik dan Kementerian Kesehatan, berperan strategis dalam pengawasan uji klinis di Indonesia. Ketiga institusi ini memiliki tugas masing-masing untuk memastikan uji klinis berjalan sesuai standar etik dan regulasi yang berlaku.
“Konsep ABG yang kami usung menekankan pentingnya kolaborasi antara akademisi, dunia usaha, dan pemerintah untuk menjembatani kesenjangan yang ada dan memperkuat ekosistem uji klinis secara menyeluruh,” tambah Prof Taruna.
Pertemuan ANM kali ini dihadiri oleh otoritas regulasi dari berbagai negara di Asia, termasuk Jepang, China, India, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. ANM menjadi platform penting untuk memperkuat kerja sama regional dalam pengembangan regulasi farmasi dan mempercepat akses terhadap produk obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu.