SINJAI, UJUNGJARI.COM– Fafaliang Waterpark, wahana rekreasi air yang berdiri megah di Desa Panaikang, Kecamatan Sinjai Timur, kini menjadi pusat perhatian publik. Bukan hanya karena dugaan pengoperasian tanpa dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), tetapi juga praktik penambangan galian C ilegal yang diduga kuat dilakukan oleh pemiliknya.

Andi Amiruddin, seorang warga setempat, dengan nada prihatin menyampaikan dampak aktivitas penambangan di sungai sekitar lokasi wisata. Lahan pertanian dan perkebunan yang menjadi sumber penghidupan mereka terancam erosi akibat penambangan menggunakan ekskavator. “Dia menambang pakai ekskavator di sungai, jadi kalau banjir pasti lahan amblas, sudah banyak lahan saya dan warga lainnya terkikis,” tegasnya, Jumat (28/3/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tak hanya penambangan galian pasir, pemilik Fafaliang juga diduga melakukan penambangan gunung secara ilegal. Material yang digunakan untuk membangun Fafaliang Waterpark diduga kuat berasal dari penambangan ilegal tersebut, termasuk pasir, timbunan, dan batu gunung. “Dia juga jual hasil tambangnya, sebelum ramadan hampir tiap hari menambang dan dijual keluar,” ungkapnya.

Warga kini diliputi ketakutan, mata pencaharian terancam hilang, dan trauma akan bencana banjir bandang yang pernah menelan korban jiwa kembali menghantui. “Kami tidak tahu mau mengadu kemana karena kami tidak tahu apa-apa, semoga pemerintah dan aparat kepolisian melihat kami dan menghentikan aktivitas di sana sebelum terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan,” harap Amiruddin, mencerminkan kebingungan dan ketidakberdayaan masyarakat.

Alfian, pemilik Fafaliang, memberikan penjelasan terkait perizinan AMDAL yang belum dimiliki. Ia berdalih bahwa terdapat perbedaan interpretasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten terkait persyaratan AMDAL. “Saat ini masih dalam proses kajian. Dari provinsi, UKL-UPL dianggap cukup, sementara kabupaten mensyaratkan AMDAL,” jelasnya.

Ketika ditanya mengenai lamanya proses perbedaan kajian antara provinsi dan Pemda Sinjai Alfian balik bertanya mengenai kejelasan kepastian hukum.

“Sebenarnya kita menunggu juga kepastian, yang jadi pertanyaan apa wisata yang ada di sinjai dan sekitarnya apa pakai semua AMDAL, bicara dampak lingkungan, kerusakan apa yang ditimbulkan dari permandian, justru dampak positifnya jauh lebih besar” kilahnya, Jumat (28/3/2025) saat dihubungi via WhatsApp oleh wartawan.

Namun, dalih Alfian ini bertentangan dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Sanksi berat, mulai dari denda miliaran rupiah, pembekuan kegiatan, pencabutan izin, hingga tuntutan pidana, menanti para pelanggar.

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sinjai telah melayangkan teguran tertulis kepada pengelola Fafaliang Waterpark untuk menghentikan pengembangan fasilitas hingga AMDAL diterbitkan.

Namun, teguran ini diabaikan, dan pembangunan wahana baru seperti air terjun dan vila terus berjalan.
Lebih lanjut, Fafaliang Waterpark diduga tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah dari lokasi wisata diduga langsung dibuang ke sungai, mengancam ekosistem air dan kesehatan masyarakat sekitar.

Kasus Fafaliang Waterpark ini menjadi sorotan tajam terkait kepatuhan terhadap regulasi lingkungan dan perizinan. Masyarakat, yang merasa kebingungan dan tidak berdaya, menanti tindakan tegas dari pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memastikan keberlanjutan lingkungan dan kepatuhan terhadap hukum.