SINGAPURA – Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, menghadiri forum internasional Koalisi untuk Inovasi Kesiapan Epidemi (CEPI) di Singapura, 22 Januari 2025.
Dalam forum tersebut, Taruna Ikrar memaparkan langkah-langkah strategis Indonesia dalam mempercepat persetujuan regulasi dan mendukung produksi vaksin lokal untuk meningkatkan kesiapan menghadapi ancaman kesehatan global.
Taruna menjelaskan bahwa BPOM memiliki sistem kontrol obat dan makanan yang komprehensif.
“Evaluasi dilakukan baik di tahap pra-pasar maupun pasca-pasar. Pada tahap pra-pasar, produk farmasi diuji berdasarkan aspek keamanan, khasiat, dankualitas. Sementara itu, pengawasan pasca-pasar mencakup inspeksi, pengambilan sampel, pengujian laboratorium, hingga pemantauan farmakovigilans,” kata pria asal Selayar Sulsel ini.
Kerangka regulasi yang kuat menjadi salah satu fokus BPOM.
Standar nasional seperti Farmakope
Indonesia edisi ke-6 digunakan bersama panduan internasional seperti WHO Technical Report Series (TRS) dan ASEAN Guideline. Hal ini bertujuan memastikan semua produk farmasi di Indonesia memenuhi standar kualitas dan keamanan tertinggi.
“BPOM juga menerapkan proses izin edar yang transparan. Sebelum produk farmasi mendapat izin edar, evaluasi menyeluruh dilakukan untuk menimbang manfaat dan risikonya. Prosedur ini diatur dalamPeraturan Kepala BPOM Nomor 24 Tahun 2017,” tambahnya.
Jalur evaluasi registrasi obat dibagi berdasarkan kategori. Misalnya, pendaftaran obat baru dapat memakan waktu antara 50 hingga 300 hari kerja, tergantung jenis obat dan tingkat pengembangannya.
Proses yang lebih cepat diberikan untuk obat yang mendukung program kesehatan nasional atau memiliki status penyelamat jiwa.
Dalam paparannya, Taruna juga menyoroti pentingnya mendukung produksi vaksin lokal.
Dengan panduan yang jelas dan evaluasi yang efisien, Indonesia mampu menjadi pusat produksi vaksin berkualitas tinggi. Hal ini sesuai dengan visi CEPI untuk membangun kapasitas global dalammenghadapi pandemi maupun epidemi.
Upaya ini sejalan dengan penguatan infrastruktur farmasi nasional.
Dengan regulasi yang adaptif, Indonesia dapat memanfaatkan peluang untuk menjadi pemimpin dalam industri farmasi global.
Selain itu, percepatan persetujuan regulasi juga mendukung program kesehatan nasional, seperti vaksinasi massal dan penanganan penyakit menular lainnya.
Taruna mengungkapkan bahwa proses ini memberikan insentif bagi investasi farmasi di Indonesia, mendorong penelitian dan inovasi lokal. “Dengan mengikuti standar internasional, Indonesia semakin kompetitif di pasar global,” tambah ilmuan yang yang dilantik sebagai Kepala BPOM RI pada 19 Agustus 2024 ini. (Pap)