JAKARTA,UJUNGJARI.COM—Pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) di Indonesia merespons Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Nomor 14 tahun 2024 tentang Standar Pengelolaan Organisasi Olahraga Prestasi.
Regulasi ini mulai menuai polemik di kalangan organisasi olahraga di Indonesia. Peraturan yang mengatur tentang standar pengelolaan organisasi olahraga lingkup olahraga prestasi ini dinilai tidak sejalan Olympic Charter dan terlalu banyak mengintervensi peran organisasi olahraga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua Umum KONI DIY, Prof Dr H Djoko Pekik Irianto menjelaskan terbitnya Permenpora No 14 tahun 2024 memang sudah mulai menjadi polemik di organisasi olahraga di Indonesia. Dengan mulai adanya polemik tersebut, ia mendorong adanya dialog antara perwakilan organisasi olahraga prestasi di Indonesia dengan Menpora.
“Saran saya dan ini sudah beberapa kali saya sampaikan ke KONI Pusat untuk bertemu langsung dengan Menpora untuk meminta penjelasan dan sama-sama menjelaskan interpretasi dari masing-masing pihak. Beberapa waktu lalu Menpora sudah undang untuk sosialisasi terkait Permen itu, tapi nampaknya belum bisa diterima PP/PB Cabor, KONI dan KONI, sehingga perlu penjelasan lebih detail tentang isi Permen itu,” terangnya.
Ada beberapa aturan dinilai menjadi polemik dalam Permenpora tersebut. Di antaranya kewajiban mendaftarkan secara elektronik untuk mendapat pengesahan badan hukum perkumpulan dari Menkumham dan pengesahannya wajib mendapat rekomendasi Menpora.
Kemudian kongres atau musyawarah organisasi baru bisa diselenggarakan setelah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian.
Selain itu, setiap perubahan kepengurusan harus dilakukan pemberitahuan kepada Menkumham dan Menpora dapat memberikan rekomendasi kepada Menkumham untuk membatalkan persetujuan perubahan kepengurusan yang tidak mendapatkan rekomendasi.
Tak hanya intervensi masalah organisasi, Permenpora ini juga melarang penggunaan dana hibah APBN atau APBD untuk membiayai gaji karyawan kesekretariatan di organisasi olahraga prestasi.
Di Bali, sejumlah Ketua Umum KONI juga mengaku keberatan dengan Permenpora itu. Regulasi ini dianggap menghambat pembinaan olahraga, sebab semua dana KONI di Bali, baik untuk KONI Provinsi maupun KONI Kabupaten/Kota berasal dari bantuan hibah pemerintah masing-masing.
Ketua Umum KONI Badung Made Nariana, Ketua Umum KONI Gianyar Dewa Alit Mudiarta dan Ketua Umum KONI Buleleng Ketut Wiratmaja sama-sama mengatakan, di Bali KONI sangat sulit menggali dana di luar dana dan bantuan hibah pemerintah.
Ketum KONI Gianyar mengatakan, hal ini perlu segera dipertanyakan ke Menpora, sebab KONI Kabupaten segera harus membuat Rancangan Anggaran Belanja (RAB) tahun 2025.
“Jika Permenpora itu segera dilaksanakan, KONI akan kesulitan menggaji staf dan pegawai KONI. Kami punya 12 staf, Badung saya dengar punya 14 staf. Lalu mereka diberikan honor dari mana,” tanya Dewa Alit Mudiarta. (dis)