GOWA,UJUNGJARI.COM– Kapurung merupakan hidangan tradisional yang berasal dari wilayah Luwu Raya, Sulawesi Selatan, khususnya di sekitar daerah Palopo. Makanan ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat setempat sejak dahulu kala.
Asal-usul pasti kapurung memang sulit untuk ditelusuri. Namun, pakar sejarawan Dr Rahmat menjelaskan bahwa Wilayah Luwu Raya kaya akan pohon sagu, sehingga masyarakat memanfaatkan sagu sebagai bahan pokok makanan. Sagu kemudian diolah menjadi tepung atau butiran sagu yang menjadi bahan utama kapurung.
“Di Luwu terdapat sagu yang tumbuh di daerah tropis atau rawa-rawa yang merupakan anugerah dari Allah,” ujarnya.
Pengolahan sagu diawali dengan penebangan pohon, di mana kulitnya dikeluarkan, kemudian isi batang sagunya dipotong-potong, diparut, dan diperas dengan air. Proses ini memisahkan tepung sagu dari seratnya, dan sagu tersebut kemudian ditempatkan di wadah tertentu.
Dahulu, kapurung merupakan makanan pokok bagi masyarakat Luwu, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah pedalaman. Kapurung sangat bergizi dan mengenyangkan karena mengandung karbohidrat, sehingga cocok sebagai sumber energi bagi masyarakat yang banyak melakukan aktivitas sehari-hari. Seiring berjalannya waktu, kapurung tidak hanya menjadi makanan pokok, tetapi juga simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Luwu.
Meskipun merupakan makanan tradisional, kapurung kini semakin populer dan dikenal luas, tidak hanya di Sulawesi Selatan, tetapi juga di berbagai daerah di Indonesia hingga mendunia. Banyak restoran dan warung makan yang menyajikan menu kapurung dengan berbagai variasi.
Selain sagu, bahan lain yang umum digunakan adalah ikan atau daging, berbagai jenis sayuran seperti bayam, jantung pisang, kacang, serta bumbu-bumbu seperti kunyit, bawang merah, dan bawang putih.
Cara membuat kapurung cukup sederhana. Butiran sagu direbus hingga mengembang dan kenyal. Kemudian, kuah kaldu yang terbuat dari ikan atau daging dimasak bersama berbagai bumbu dan sayuran. Terakhir, butiran sagu dimasukkan ke dalam kuah dan siap disajikan.
Salah seorang warga masyarakat Luwu, Syifa, berpendapat bahwa kapurung memiliki ciri khas tersendiri yang menjadi daya tarik serta cita rasa yang unik. “Salah satu ciri khas kapurung yang paling menarik adalah kuahnya, yang terbuat dari kacang goreng yang dihaluskan, dicampur dengan ikan parede dan sambal yang juga sudah dihaluskan. Cita rasa kuah inilah yang menjadi daya tarik dari kapurung ini,” ujarnya.
Perpaduan rasa asam, gurih, dan sedikit pedas dari kapurung menciptakan cita rasa yang khas dan sulit dilupakan. Kapurung mengandung karbohidrat kompleks dari sagu, protein dari ikan atau daging, serta berbagai vitamin dan mineral dari sayuran.
“Kapurung bisa dikembangkan dengan mengenalkan makanan khas ini kepada para turis, baik dari luar kota maupun turis mancanegara, karena sampai sekarang masih belum banyak orang yang tahu tentang kapurung ini. Orang-orang hanya tahu papeda, makanan khas Papua yang juga terbuat dari sagu,” ungkap Syifa.
Kapurung bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga merupakan warisan budaya yang sangat berharga bagi masyarakat Luwu. Melalui kapurung, kita dapat belajar tentang sejarah dan kekayaan kuliner Indonesia. (*)