GOWA, UJUNGJARI.COM — Namanya Siti Nurdaliah dengan titel sarjana hukum dan magister hukum (SH dan MH) . Posturnya ramping, facenya imut, namun berbicara soal prinsip dan ketegasan dalam menjalankan tugas, wanita yang menjabat sebagai Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Gowa ini bukan kaleng-kaleng. Nurdaliah sudah 21 tahun jadi jaksa, sehingga pengalamannya menangani kasus tak diragukan lagi.
Sosok jaksa wanita kelahiran Bone ini betul-betul memperlihatkan taringnya ketika diperhadapkan pada tanggung jawabnya menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparatur di lingkup Kejaksaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejak masuk di Kejaksaan Negeri Gowa dan duduk di bagian tindak pidana umum ini, Liah (sapaan akrab Nurdaliah) mengaku sangat memegang teguh aturan hukum.
Dikatakannya, Kejaksaan itu punya program unggulan khusus di bidang pidana umum berupa Restorative Justice atau Keadilan Restoratif yakni sebuah pendekatan untuk menyelesaikan konflik hukum dengan menggelar mediasi di antara korban dan terdakwa.
Dan sejak mulai bertugas di Kejaksaan Negeri Gowa pada pertengahan Juli 2024 (kini sudah empat bulan lebih berjalan), bidang yang dipimpinnya sudah menyelesaikan 12 perkara di luar persidangan atau Restorative Justice (RJ) tersebut.
“Iya sudah ada 12 perkara yang saya selesaikan dengan macam-macam tindak pidana. Ada penadahan (480), ada penganiayaan (351), ada pencurian (362), terus ada penipuan dan penggelapan (372 atau 378) dan ada narkotika satu. Jadi perkara yang di-RJ-kan itu ada persyaratannya yakni perkara yang ancaman 5 tahun ke bawah dan tidak pernah melakukan perbuatan hukum dan bukan residivis, ” kata Nurdaliah yang juga alumni angkatan 92 Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) ini.
Untuk perkara yang di-RJ-kan, kata Nurdaliah kepada ujungjari.com, Rabu (4/12) di kantornya, posisi keadaan korban kembali seperti semula. Misalnya kalau penipuan dan penggelapan itu kerugian korban misalnya Rp100 juta, maka semua kembali pada keadaan semula. Dan kalau penganiayaan, misalnya korban mengalami luka ringan (bukan berat) dan sudah sehat kembali, itu ada biaya rumah sakit dari pihak terdakwa.
Jadi untuk perkara yang di-RJ-kan, tambahnya, ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dan juga tidak semua perkara bisa dilakukan keadilan restoratif ini sebab tergantung juga dari ancaman hukumnya.
Sementara perkara-perkara yang lain, kata Nurdaliah yang banyak ditangani oleh Kejari Gowa adalah perkara penipuan dan penggelapan. Sedang kasus narkotika hanya sedikit. Namun menurutnya, sudah diselesaikan.
“Khusus kasus penipuan penggelapan
memang berkasnya agak lama disebabkan awalnya banyak yang bolak-balik tapi itu sudah saya selesaikan. Jaksa-jaksa di sini saya minta untuk menyelesaikannya. Terus
ada juga yang DPO-DPO yang belum dieksekusi. Saya sudah mengeksekusi hampir 7 perkara, khususnya perkara lama yang belum dieksekusi dulu oleh teman-teman sebelum saya masuk. Dan masih ada beberapa kasus lagi sedang kami upayakan untuk diselesaikan,” kata Nurdaliah.
Ada juga perkara di setiap bulannya yang masuk SPDP dari penyidik Polisi dan jumlahnya menghampiri 50 perkara. Namun tidak semua juga menjadi berkas.
“Ada juga yang diselesaikan di penyidik Polisi karena mereka juga punya wewenang untuk melakukan Restorative Justice, ” katanya.
Diakuinya selama bertugas di Gowa ada hal yang beda dengan daerah lain yang pernah ditempatinya bertugas. Dikatakan Nurdaliah, sebelum masuk ke Gowa, dia pernah tugas di Kejaksaan Negeri Palopo sebagai Kasi Barang Bukti dan Barang Perampasan. Kemudian di Kejaksaan Negeri Sinjai sebagai Kasi Datun (Perdata dan Tata Usaha Negara). Juga pernah di Kejari Pinrang juga sebagai Kasi Datun juga dan di Gowa sebagai Kasi Pidum. Sementara awal meniti karier di PNS Kejaksaan di Kejari Parepare.
“Karakter masyarakat Gowa itu adalah keras. Namun saya lihat faktanya variatif juga. Ada yang keras ada juga yang tidak terlalu, sehingga saya bisa mengantisipasi kondisi setiap kali ada perkara masuk. Dengan mengetahui karakternya, maka saya lebih mudah menyikapinya. Ada juga yang paham hukum, ada yang tidak, ” ungkapnya.
Soal prinsip dalam bekerja prinsip, menurut Nurdaliah harus berjalan tetap di koridor. Baginya, hukum jangan dipermainkan dan jangan dimainkan.
“Jadi kita tetap sesuai dengan aturan yang ada. Kita juga tidak boleh terlalu sewenang-wenang terhadap terdakwa karena mereka juga punya hak-hak di dalam peradilan dan kita juga harus tetap memperhatikan keadaan si korban ini. Namun kita juga tidak boleh terlalu sewenang-wenang sama terdakwa karena terdakwa itu kan punya hak-hak azasi juga sebagai manusia. Jadi prinsip saya, selama kita tetap berada di koridor hukum dan kita tetap sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, maka hidup kita akan baik-baik saja, ” urainya.
Demikian pula dalam lingkungan kerja, Nurdaliah menegaskan kepada jaksa-jaksa yang ada dibawah naungannya di Kejari Gowa ini, bahwa untuk perkara tidak boleh main dan tidak boleh teledor.
“Kita harus tegas. Jika memang ada perkara bisa kita lanjutkan, kita lanjutkan. Kalau tidak bisa, maka kita berusaha menyampaikan ke penyidik bahwa ini tidak bisa. Dan saya selalu dengan tegas menyatakan bahwa kalau ada perkara yang menurut jaksa tidak bisa diselesaikan sendiri atau hanya konsultasi maka kita bisa menyelesaikan bersama dengan jalan kita ekspos di depan teman-teman jaksa yang lain dan kasi-kasi yang lain di depan pimpinan (Kepala Kejaksaan Negeri). Kita punya aturan hukum yang tidak boleh kita langgar, ” tandas Nurdaliah.-