GOWA, UJUNGJARI.COM — Adanya temuan dugaan politik uang yang terjadi di salah satu sekolah di Kabupaten Gowa yang ditemukan oleh Tim Advokasi Hukum Aurama’ pada Minggu (24/11) kemarin jadi viral di media sosial maupun media konvensional lainnya.
Bahkan temuan investigasi itu bagai OTT atau operasi tangkap tangan terhadap sejumlah orangtua siswa di salah satu SMPN di Sungguminasa, Kabupaten Gowa. Beberapa lembar amplop putih panjang berisi uang pecahan 100.000 diamankan beberapa anggota tim advokasi salah satu paslon di Gowa tersebut.
Menyikapi ini Kordiv Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu Gowa Juanto Avol yang dikonfirmasi sejumlah media usai melakukan sosialisasi pengawasan pemilihan partisipatif pada pemilihan serentak 2024 yang digelar Bawaslu Gowa di Golden Tulip Hotel Makassar pada Senin (25/11) siang mengatakan praktek politik uang itu dalam konteks UU 10 Nomor 16 Pasal 187 A menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya diancam pidana 1 tahun sampai 3 tahun, (dengan denda) Rp 12 juta sampai Rp 1 miliar.
“Yang namanya praktek politik uang itu ada dalam UU dan sanksi hukumnya berat. Sanksi hukumannya diancam pidana satu tahun sampai tiga tahun dan dengan denda Rp12 juta sampai Rp 1 miliar,” kata Juanto.
Penjabaran dalam undang-undang tersebut menyebutkan, pemberi dan penerima sama-sama berpotensi dipidana.
Dikatakan Juanto, perhari ini sudah ada yang menyampaikan laporannya (temuan) ke Bawaslu Gowa berkaitan dengan dugaan pelanggaran praktek politik uang yang dilakukan di ruang pendidikan.
“Langkah Bawaslu dalam laporan temuan ini, yang pertama kami melakukan penelusuran bersama tim pengawas kecamatan. Yang kedua, hari ini kita telah melakukan pembahasan berkaitan dengan dugaan pelanggaran itu. Cuma saya belum bisa berkomentar banyak seperti apa, yang jelasnya kita akan bahas di Sentra Gakkumdu. Teman teman harus paham bahwa di Sentra Gakkumdu itu ada Kepolisian, Jaksa dan Bawaslu, ” kata Juanto.
Menurut Juanto, Intinya, publik dan masyarakat silahkan menyampaikan laporannya ke Bawaslu. Jangan ke tempat lain.
“Kalau menyampaikan di sosial media, itu menambah kekisruhan di masyarakat di masa tenang ini. Dan itu tidak memberikan solusi. Sebaiknya kalau ada dugaan pelanggaran, masyarakat sampaikan itu ke Bawaslu. Saya sangat berharap di masa tenang ini publik tenang tenang saja dulu,” tandas Juanto.
Sementara itu, Dr Azry Yusuf (mantan anggota Bawaslu Sulsel 2018-2023) yang hadir sebagai narasumber di sosialisasi itu bersama Dr Sri Endang (aktivis perempuan) saat ditanya tanggapannya soal temuan bagi uang atau OTT di lingkup sekolah di Gowa menurutnya sangat tidak tepat.
Seharusnya, menurut Dr Azry ini, jika ada temuan masyarakat atau tim paslon jangan langsung melakukan OTT tapi serahkan ke pihak berwewenang seperti aparat penegak hukum ataupun kepada Bawaslu.
“Bagaimanapun juga kita butuhkan partisipasi masyarakat kalau kita mau melihat Pilkada ini bagus, berjalan demokratis dan terhindar dari perilaku pragmatis. Yang dibutuhkan adalah partisipasi yang lebih daripada sekadar menyalurkan suara tapi juga mengawasi,” kata Azry.
Menurutnya, di dua hari terakhir ini, banyak potensi pelanggaran yang tidak kasat mata. Itu kan membutuhkan partisipasi dari masyarakat. Partisipasi nyata bukan sekadar menyalurkan suaranya.
“Partisipasi itu kan bukan tidak harus menyampaikan laporan tapi ketika ada gejala langsung disampaikan ke pengawas pemilu sehingga pengawas pemilu itu ada ruang mencegah. Itu yang penting saya utamanya di dua hari terakhir ini, itu kan banyak potensi pelanggaran yang tidak kasat mata. Itu kan membutuhkan partisipasi dari masyarakat bukan sekadar menyalurkan suara, ” ucao Azry.
Menurutnya, kalau memang sudah terjadi yah sebaiknya disampaikan ke pengawas pemilu. Pengawas pemilu tidak ada alasan untuk tidak menangani dengan mengambil langkah-langkah yang seharusnya dia lakukan.
“Pemilu itu bisa konflik jika kepastian hukum, langka. Jadi kepastian hukum jangan langka. Pengawas pemilu harus hadir memberikan kepastian hukumnya. Sesederhana apapun itu masalahnya. Dari sisi tugas dan kewenangan yang ada padanya, pengawas pemilu itu bisa cegah meluasnya dampak daripada pelanggaran yang terjadi dan beri kepastian hukum melalui langkah-langkah penindakan, ” tambahnya.
Soal OTT di salah satu sekolah di Gowa, menurut Azry, apapun itu namanya, didefinisikan sebagai apapun, sepanjang itu dimaknai sebagai tindakan main hakim sendiri itu tidak dibenarkan. Percayakan kepada aparat penegakan hukum.
Tapi bagaimana jika masyarakat merasa investigasi atau OTT yang dilakukannya berindikasi ketidakpercayaan masyarakat kepada pengawas pemilu??
“Oiyaa kalau cuma ingin mengumpulkan bukti-bukti lalu kemudian melaporkan ke pengurus pemilu itu adalah hal yang wajar. Tapi kalau melakukan tindakan-tindakan yang bisa dimaknai sebagai tjndak pidana seperti merampas, memaksa dan sebagainya, alangkah baiknya tidak dilakukan tapi tetap melibatkan aparat yang ada karena negara kita negara hukum, ” tandas Azry. –