MAKASSAR,UJUNGJARI.COM–Sanggar Seni Teater Kita Makassar akan mementaskan pertunjukan teater kepahlawan bertajuk “Sultan Hasanuddin (Ayam Jantan dari Timur”, Selasa, 26 November 2024 pukul 19.30 Wita di Kampus Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar.
Pimpinan produksi Andi Taslim Saputra didampingi sekretarisnya Wahyu Wardana Rasyid mengatakan pementasan ini merupakan program Kementerian Kebudayaan RI Fasilitasi Bidang Kebudayaan Teater Kepahlawawan 2024.
Taslim mengatakan pertunjukan ini didukung sekitar 100 pekerja seni yang terdiri dari tim produksi dan tim artistik dengan mengolaborasikan teater, tari, musik, rupa dan video mapping animasi.
Naskah yang digarap oleh Ram Prapanca dan Faisal Yunus ini disutradarai Asia Ramli dibantu astrada Alif Anggara. Selain itu juga ada Tim riset yakni Taslim, Ishakim, Alif, Arga, Salsa, dan Indra. Lalu dramaturg oleh Bahar Merdhu, Azis Nojeng, dan Aco Muhammad.
Selanjutnya tim artistik oleh Satriadi, Muhaemin, dan Muh Muhlis Lugis. Musik digarap oleh Arifin Manggau dibantu asisten Ahmad Nur.
Untuk artistik ditata Ishakim dibantu asisten Brewok. Penata gerak Ridwan Aco dibantu asisten Wahyu Youngdong. Penata kostum/rias oleh Rahmaeni dibantu Salsa dan Nina.
Project director animator Irfan Arifin dibantu Harisman dan Muhammad Ridho dari Makkomiki Makassar dan Studio Animasi FSD UNM. Video mapping oleh Devitson Johns Carlos dan Reza Destavianto. Lighting ditata oleh Sukma Sillanan.
Desain grafis oleh Suyudi. Dokumentasi dan publikasi oleh Ilham Aco Kuba, Zon dan Zamzami. Stage manager oleh Djamal Kalam. Penata Sound Suandi Syam. Registrasi oleh A. Risma, Suci, Putri Ayu, Amanda.
Para aktor antara lain Ferdinan memerankan Sultan Hasanuddin, Wahyu Youngdong memerankan Syekh Yusuf, Chaeruddin Hakim memerankan Qadi, Djamal Dilaga memerankan Karaeng Galesong, Indra Kirana memerankan Karaeng Karunrung, Djamal Kalam memerankan Karaeng Bontomarannu, Arga Batara memerankan Daeng Mangalle, Mirza memerankan I Fatimah Daengta Kontu Mirza, dan Ishakim memerankan Cornelis Speelman.
Selain itu juga Anjas Wirabuana memerankan Abraham Sterck, Zein memerankan De Vires, Para Tobarani diperankan oleh Muh. Rafli, Ilham, Tebe, Nanang, Pasukan Tombak diperankan oleh Andi, Fadil, Usman, Rahmat, Asrul, Firman, Ariel, Deri, Ainullah, Sahar, dan Pasukan Balira diperankan oleh Indah Swara, Silva, Molla, Fhirna, Nani, Aini, Wulan Maisarah, Hermin, Nessa, Anna.
Pemusik antara lain Paul, Alif, Ramma, Sul, Dani, Angel, Nadindah, Sizi, Arya, Bicit. Pasukan Gendang antara lain M. Al Amin, Bachtiar, Alwi Yansyah, Firmansyah, M.Asgar, Muzakkir, M.Akbar, Nugie Anugrah, Ahmad Raihan, Lukman, Fayat, Wandi, Dg Ruppa, Wawan, Rayhan, Fatwa, Fadil, Budi, Fadli, Marsyeiq. Pasukan antara lain Silat Dika, Iccang, Pian, Alif, Anti, Sifa, Naila, Nafisah. Pa’Raga dimainkan oleh Aci, M. Hikmal, Rahmat, Kamal, Arifin.
Menurut sutradara Asia Ramli, pertunjukan teater “Sultan Hasanuddin (Ayam Jantan dari Timur)” melalui riset dari berbagai sumber.
“Digarap di atas panggung melalui tiga babak dan masing-masing babak terdiri dari beberapa adegan. Penanda babak dan adegan ditandai oleh video mapping animasi, musik dan lighting,” katanya.
Asia Ramli menambahkan pada babak pertama menampilkan narator semacam sinrilik/ma’sure melalui nyanyian yang mengisahkan sejarah singkat atau semacam sinopsis perjuangan Sultan Hasanuddin melawan kezaliman VOC.
Narasi ini diawali oleh kisah kelahiran Sultan Hasanuddin yang lahir di Gowa pada 12 Januari 1631. Dia lahir dari pasangan Sultan Malikussaid, Sultan Gowa ke-XV, dengan I Sabbe Lokmo Daeng Takuntu. Sultan Hasanuddin memerintah Kesultanan Gowa mulai tahun 1653 sampai 1669.
Sejak kecil jiwa kepemimpinan Sultan Hasanuddin sudah menonjol. Di masa kecil, ia mendapat pendidikan keagamaan di Masjid Bontoala. Ia rajin melakukan latihan ketangkasan seperti sepak raga, pencak silat, permainan tombak. Ia sering diajak ayahnya untuk menghadiri pertemuan penting dengan harapan ia bisa menyerap ilmu diplomasi dan strategi perang.
Karena itulah, selain dikenal sebagai sosok yang cerdas, ia juga pandai berdagang dan ahli strategi perang sehingga disegani. Saat memasuki usia 21 tahun, ia diamanatkan jabatan urusan pertahanan Gowa. Karena keberaniannya, ia dijuluki ”De Haantjes van Het Osten” oleh Belanda yang artinya ”Ayam Jantan dari Timur”.
Sultan Hasanuddin tak henti berjuang melawan tipu muslihat VOC yang penuh siasat dan adu domba untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah. Segala keinginan angkara murka VOC ditolaknya. Karena penolakan itu, VOC yang dipimpin Cornelis Speelman memaklumkan perang kepada Gowa.
Maka pada tahun 1660, VOC menyerang Gowa, tetapi belum berhasil menundukkan Kesultanan Gowa. Tahun 1667, VOC kembali menyerang Gowa. Pertempuran berlangsung di mana-mana, hingga pada akhirnya Kesultanan Gowa terdesak dan makin lemah, sehingga dengan sangat terpaksa Sultan Hasanuddin menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667.
Setelah penandatanganan Perjanjian Bongaya, sebagian besar panglima kerajaan Gowa secara terang-terangan mengajukan protesnya kepada Sultan Hasanuddin. Gowa yang merasa dirugikan, mengadakan perlawanan lagi. Pertempuran kembali pecah pada tahun 1669 yang dikenal sebagai Perang Makassar.
VOC Belanda berhasil menguasai benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 24 Juni 1669. Sultan Hasanuddin wafat pada tanggal 12 Juni 1670. Ia dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.
“Babak pertama, setelah narasi dinyanyikan, ditampilkan adegan semacam flashback yang menyimbolkan kehidupan Sultan Hasanuddin dan para Karaeng serta pasukannya di masa kecil dan remaja belajar keagamaan di Masjid Bontoala,” kata Asia Ramli.
Setelah itu, kata dia, ditampilkan adegan latihan ketangkasan seperti pencak silat, sepak raga, latihan tombak dan balira. Lalu dilanjutkan dengan adegan perdagangan rempah-rempah di pelabuhan Sombaopu/Makassar.
Selanjutnya babak kedua menampilkan adegan Sultan Hasanuddin dan para Karaeng berjuang melawan tipu muslihat VOC yang penuh siasat dan adu domba untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah. Segala keinginan angkara murka VOC ditolaknya. VOC yang dipimpin Cornelis Speelman memaklumkan perang kepada Gowa.
Pasukan Gowa yang disimbolkan dengan pasukan tombak dan pasukan balira terjun ke medan perang. Pertempuran berlangsung di mana-mana, hingga pada akhirnya Kesultanan Gowa terdesak dan makin lemah sehingga Gowa mengalami
kekalahan.
Babak ketiga menampilkan adegan yang dengan sangat terpaksa Sultan Hasanuddin menandatangani Perjanjian Bongaya. Sebagian besar panglima kerajaan Gowa secara terang-terangan mengajukan protesnya kepada Sultan Hasanuddin. Mereka merasa belum kalah dan siap untuk perang. Mereka menunggu titah Sultan Hasanuddin.
Pada akhir adegan, kata Asia Ramli, secara simbolik ditampilkan adegan Sultan Hasanuddin dikelilingi pasukan gendang yang memainkan gendang pakkanjara (Genderang Perang Mangkassara). Sultan Hasanuddin hanya diam, tafakkur, berputar pelan, moksa, hening, sebagai jawaban yang paling fasih, lebih keras daripada kata-kata, sebagai sumber kekuatan yang besar, sebagai senajata kekuatan pamungkas.
Menurut sutradara, pertunjukan ini mengandung pesan agar generasi muda dapat menghargai perjuangan kepahlawanan Sultan Hasanuddin sebagai warisan berharga. Karena perjuangannya yang penuh tantangan, ketekunan, keberanian, dan kerja keras dapat menginspirasi untuk dapat mempertahankan identitas, budaya, tradisi dan nilai-nilai sejarah, budaya, dan pendidikan.
Selain itu, agar generasi muda dapat belajar dari kesalahan masa lalu dan tidak mengulangnya di masa depan. Dengan demikian, generasi muda dapat memahami nilai-nilai universal seperti keadilan, persamaan, dan martabat manusia.
Pertunjukan ini secara gratis.
Oleh karena itu, Kementerian Kebudayaan RI, Fasilitasi Bidang Kebudayaan Teater Kepahlawanan 2024, melalui Sanggar Seni Teater Kita Makassar mengundang dengan hormat kepada guru-guru SMP, SMA/SMK se-Kota Makassar, Gowa, Maros, dan daerah-daerah di Sulawesi Selatan untuk dapat mengajak siswanya untuk menyaksikan pertunjukan ini.
Demikian halnya, diharapkan kepada dosen, peneliti, sejarahwan, budayawan, jurnalis, seniman, mahasiswa, lembaga-lembaga kemahasiswaan, dan masyarakat umum untuk hadir menyaksikan pertunjukan ini. (asa)