Oleh: Ahmad Razak
Dosen Fakultas Psikologi UNM
ALLAH Swt berfirman di dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 104 “waltakum minkum ummatun yad’una ilal khairi wa yakmuruna bil ma’rufi wa yanhauna ‘anil munkar wa ulaika humul muflihun. Terjemahnya: Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
Berdasarkan ayat di atas bahwa Allah Swt menghendaki adanya sekelompok orang yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran ditengah-tengah masyarakat. Dalam konteks ini para da’i/muballigh jelas memiliki peran dan tanggung jawab untuk berperan aktif dalam beramar makruf nahi munkar.
Di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat, aktifitas dakwah terus mengalami transformasi yang signifikan. Dunia digital membuka ruang baru yang memungkinkan pesan-pesan dakwah disampaikan lebih luas dan cepat.
Keberadaan internet dan media sosial memang menghadirkan berbagai potensi distraksi dan tantangan lainnya, seperti penyebaran hoaks, fitnah, hingga konten yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Namun para da’ dan muballigh kondisi tersebut justru harusnya menjadi tantangan sekaligus sebagai peluang untuk terus berdakwah secara lebih luas dan efektif.
Hari pahlawan nasional 10 november 2024 seyogyanya menjadi momentum bagi para da.i/ muballigh untuk membangun semangat jihad dan kepahlawanan agar terus berdakwah menegakkan panji-panji Islam diseantero dunia dengan prinsif kerahmatan “wamaa arsalnaka illa rahmatan lil alamin”.
Semangat jihad di sini dalam arti ikhtiar atau usaha maksimal dengan penuh kesungguhan dalam berdakwah dengan damai dan penuh hikmah (QS. Al Haj: 78 dan Surah an Nahl: 125).
Dalam berdakwah di era digital, semangat jihad juga berarti menghadirkan kebenaran Islam dengan cara yang menarik, kreatif, relevan, dan ramah terhadap masyarakat yang beragam latar belakangnya. Da’i/muballigh harus memastikan setiap konten yang disebarkan telah terverifikasi dengan baik, sehingga tidak menimbulkan keraguan atau kesalahpahaman tentang ajaran Islam.
Di samping itu, semangat kepahlawanan adalah merujuk pada keberanian dan keikhlasan para da’i/muballigh dalam menyampaikan kebaikan di tengah derasnya arus informasi. Kepahlawanan di era digital membutuhkan ketangguhan untuk tetap berpegang pada prinsip qulil haqqh walau kana murra, meskipun dalam suasana yang penuh godaan dan provokasi. Seorang da’i/muballigh yang penuh semangat kepahlawanan tak gentar untuk menyuarakan kebenaran di tengah tantangan digital yang begitu dinamis.
Mereka bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk menguasai platform-platform baru, mulai dari media sosial, podcast, hingga video streaming. Ini semua adalah wujud kepahlawanan dalam memperjuangkan dakwah, di mana para da’i terus mengupdate kemampuannya dan beradaptasi dengan perkembangan zaman agar pesan-pesan Islam tetap relevan dan diterima oleh masyarakat luas.
Peran da’i/muballigh di era digital tidak kalah penting dengan peran para pahlawan terdahulu dalam mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan. Jika para pahlawan terdahulu berjuang dengan fisik, mengangkat senjata mka para da’i/muballigh masa kini berjuang melalui pena, kamera, dan internet dalam ajaran-ajaran Islam.
Risalah ini memang tidaklah mudah, tetapi inilah yang menjadikan para da’i/muballigh sebagai pahlawan diera sekarang. Mereka tak hanya berperan sebagai penyampai dengan lisan, tetapi juga sebagai teladan yang menginspirasi umat untuk hidup sesuai dengan ajaran Islam.
Mari kita bergerak menyebarkan dakwah dengan penuh hikmah, mendidik, dan inspiratif berjuang untuk meluruskan dan memajukan umat di tengah gempuran perubahan zaman. (*)