Perjalanan Karier Kepala Staf Kepresidenan Letjen Purn AMP
Catatan: Egy Massadiah
SYAHDAN, ketika Presiden Prabowo menginisiasi kegiatan retreat bagi para pembantunya di Akmil Magelang, 25 – 27 Oktober, AM Putranto (AMP) pun bernostalgia. Kembali ke akademi Lembah Tidar yang meluluskannya menjadi bhayangkari negara, menyeretnya ke memori masa lalu.
Begitu banyak serpihan kenangan yang berseliweran di benak pria kelahiran Jember, 26 Februari 1964 yang pernah menjabat Dankodiklatad (2018 – 2022).
Salah satunya adalah “kenangan kakak” asuh yang telah berpulang ke rahmatullah: DONI MONARDO. Jenderal yang dikenal sebagai “profesor pohon” itu wafat 3 Desember 2023 karena sakit.
Alhasil, sepulang dari Magelang tanggal 27 Oktober, esok paginya, 28 Oktober AM Putranto, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) menjadikan ziarah kubur ke pusara Doni Monardo sebagai kegiatan pertamanya. Pagi pukul 07.30, AMP bertolak dari Wisma Kemhan di Jl. Matraman Raya menuju Taman Makam Pahlawan, Kalibata.
Setiba di TMP Kalibata, AMP langsung menuju nisan Doni Monardo di Blok Z nomor 474. Ia tampak membawa bunga tabur. Raut wajahnya datar. Tak ada sunggingan senyum. Kelopak mata sembab. Kiranya, hati dan pikirannya dibalut kenangan tebal antara dia dan almarhum.
Bersimpuh di sisi kanan nisan. Pelan dan khidmat ia menaburkan bunga harum di atas pusara Doni Monardo. Lepas tabur bunga, masih dalam posisi bersimpuh, ia mengangkat kedua tangannya dan larut dalam doa khusuk kepada Sang Khalik. Doa tulus “adik” teruntuk “kakak” terkasih.
Terkenang “Kariango”
AMP begitu mengidolakan seniornya itu. Dalam banyak hal, Doni Monardo bahkan menjadi panutannya meniti karier sebagai prajurit.
Di antara sekian banyak kenangan, ia menyebut Kariango sebagai kenangan terindah. Di Markas Brigade Infanteri (Brigif) Para Raider 3/Tri Budi Sakti (TBS), Maros, Sulawesi Selatan (biasa disebut Brigif Kariango) itulah keduanya disatukan pada bentang waktu pengabdian 2006 – 2008.
Doni Monardo berpangkat kolonel, menjadi Komandan Brigade. Sedangkan, AM Putranto, berpangkat Letnan Kolonel, menjadi Kepala Staf Brigade.
AMP menggambarkan, betapa “berantakan” kondisi Brigif saat mereka datang. Bukan saja tandus dan gersang, tetapi tumpukan sampah menggunung di sejumlah titik, dan menyebarkan aroma tak sedap. Masih ditambah berbagai kasus “kenakalan” prajurit.
AMP ingat betul, hal pertama yang dilakukan Dan Brigif Doni Monardo adalah mendisiplinkan prajuritnya. Bukan latihan kesamaptaan, raider, latihan taktis, atau yang lain, tetapi membersihkan sampah di area brigade seluas 301 hektare itu.
“Saya ingat, dalam dua bulan tak kurang dari 350 rit truk sampah kami keluarkan dari markas brigif. Sampai-sampai anggaran bensin habis untuk mengangkut sampah,” kenang AMP.
Setelah bersih, barulah dilakukan penghijauan dengan penanaman trembesi. Disiplin personil juga ditingkatkan. Kualitas SDM dibangun dengan menghidupkan aktivitas masjid dan gereja.
Sejak itu, markas Brigif Kariango menjadi bersih dari sampah. Namun apa daya, persoalan tidak berhenti sampai di situ. Habbit membuang sampah sembarangan, masih belum hilang. Termasuk kebiasaan membuang puntung rokok sembarangan.
Langkah penertiban berikutnya diberlakukan peraturan, setiap prajurit –terutama yang merokok– wajib mengantongi kaleng bekas semir. Selesai merokok, matikan dan simpan puntungnya di kaleng semir, untuk nanti dibuang di tempat sampah.
Apakah persoalan puntung rokok selesai? Tidak! Dalam inspeksi rutin, Doni masih menemukan satu-dua puntung rokok di jalanan. Seketika Doni memerintahkan prajurit yang mendampinginya untuk memungut dan memakannya. Padahal, mungkin bukan dia yang membuang puntung rokok itu.
Untuk diketahui Doni bukan anti perokok, tapi ia anti kepada orang yang merokok di tempat sembarang…