MAKASSAR, UJUNGJARI–Aktivis Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Nasional Pemberantan Korupsi (DPN GNPK) memberikan apresiasi kepadaKepala BPOM Prof Taruna Ikrar, yang secara gamblang membeberkan layanan kesehatan di Indonesia tidak maksimal lantaran harga obat yang mahal.
Wakil Ketua Umum DPN-GNPK Pusat, Ramzah Thabraman menegaskan, mahalnya bahan baku obatan mungkin saja menjadi alasan yang dibuat-buat oleh Perusahaan Besar Farmasi atau produsen obat. Oleh sebab itu memang perlu adanya penelusuran tetang itu. Bukan tidak mungkin ada dugaan mark up harga produksi obat hingga menjadi mahal. Bila hal ini yg dilakukan PBF atau produsen obat bisa saja dikenaka UU Tipikor. “Kami minta aparat penegak hukum (APH) menelusuri hal ini,” tegas Ramzah.
Ramzah menegaskan, statemen Kepala BPOM Indonesia, Prof Taruna Ikrar yang berani membeberkan kondisi pelayanan kesehatan serta penyebab harga obat yang mahal ke publik harus mendapat acungan jempol. Pasalnya, selama ini, informasi serta masalah yang dihadapi Indonesia di sektor kesehatan selama ini terkesan tertutup. Dengan keterbukaan informasi dari Kepala Balai POM, maka publik menjadi lebih tahu dan bisa bersama sama mencari solusi untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan.
Seperti dilansir dari www menitindonesia.com. 23 Agustus 2024, Kepala Badan Pengawasan Obat-Obatan dan Minuman (BPOM) RI yang baru, Prof Taruna Ikrar, mengatakan pelayanan kesehatan masyarakat saat ini tidak maksimal, karena disebabkan harga obat di Indonesia lebih mahal 400 persen dari harga obat di luar negeri.
“Di Indonesia, harga obat terlalu mahal, lebih mahal 400 persen dari harga obat di luar negeri. Dampaknya, banyak orang memilih berobat ke luar negeri, ratusan milyar setiap tahun devisa negara hilang. Ini harus disikapi serius,” kata Prof Taruna Ikrar di Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Sesuai amanah dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), kata dia, BPOM RI akan mendukung kemandirian penyediaan obat di dalam negeri dan memberikan kemudahan akses obat yang diperlukan sehingga harganya lebih terjangkau bagi masyarakat.
Untuk menekan harga obat di Indonesia agar lebih murah, Prof Taruna mengatakan, pihaknya terlebih dahulu akan memastikan peningkatan sinkronisasi dan koordinasi antarlembaga yang mendukung sistem pengawasan obat dan makanan. “Ini menyangkut kemaslahatan ummat,” ucap Prof Taruna.
Selain itu, Prof Taruna juga mengatakan, perlu ada regulasi yang baik agar harga obat di dalam negeri tidak mahal dari harga di negara tetangga. “Yang bikin mahal, hampir 90 persen bahan baku obat masih diimpor,” ujar dia.
Selain itu, Prof Taruna juga menekankan perlunya ada inovasi obat-obatan baru dan diperlukan reformasi regulasi, sebab menyangkut reputasi Indonesia di mata global.
“Saya inginkan BPOM ke depan bisa setara dengan Food and Drug Administration (FDA) yang ada di Amerika Serikat. Negara kita ini negara terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ke empat di dunia,” ujar Taruna. (*)