MAKASSAR, UJUNGJARI–Aktivis antikorupsi Sulawesi Selatan, ikut angkat bicara terkait penentuan calon Komisaris Utama (Komut) Bank Sulselbar. Sorotan itu mencuat, terkait
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) yang dilakukan, Senin (12/08/2024) lalu, di Hotel Claro Makassar.
RUPS-LB ini menuai tanggapan lantaran dilakukan sehari sebelum Sekretaris Provinsi Sulsel yang defenitif, Jufri Rahman Dilantik. RUPS-LB ini pun dinilai sebagai langkah untuk menjegal Jufri Rahman menjabat Komisaris Utama di Bank milik pemerintah tersebut.
“Apa pun yang dilakukan harus sesuai Perda, jika tidak maka pasti akan berimplikasi hukum. Karena Bank Sulselbar mengelola keuangan negara maka bisa berimplikasi pada dugaan korupsi,” tegas Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi, Ramzah Thabraman.
Ramzah menguraikan, sepengetahuan dirinya jabatan Komisaris Utama Bank Sulselbar, secara ex officio dijabat oleh Sekretaris Provinsi Sulsel. Alasannya, saham terbesar di Bank Sulselbar ada di Pemprov Sulsel.
“Jika ada pejabat Komut di luar jabatan Sekprov Sulsel yang defenitif sudah jelas harus dipertanyakan,” tegas Ramzah.
Dia juga meminta agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersikap selektif dalam melakukan fit and propert tes terhadap calon komisaris utama yang diajukan oleh direksi. Harus diketahui kalau calon yang diajukan itu, apakah pejabat yang berkompeten atau tidak.
“Apakah hanya menjabat kepala dinas atau sekprov, itu yang saya harus tegaskan. Dalam Perda jelas siapa yang harus menjabat,” tegasnya.
Ramzah bahkan dengan tegas meminta Direksi Bank Sulselbar untuk mengulang RUPS-LB tersebut. “RUPS-LB harus diulang. Di RUPS-LB yang baru itu direksi harus mendudukkan Sekprov defenitif sebagai komisaris utama,” tegas Ramzah.
Sebelumnya, Rektor Universitas Partia Artha, Bastian Lubis melontarkan komentar yang sama. Menurut Bastian, berdasarkan aturan, secara ex officio Jabatan Komisaris Utama dipegang oleh sekretaris daerah provinsi yang defintif.
“Kenapa? Karena Pemprov Sulsel mempunyai saham yang lebih besar dibanding kabupaten/kota lainnya. Jadi, jabatan itu nempel di sekda provinsi yang statusnya defintif,” ungkap Bastian Lubis saat diwawancara, Minggu (19/8) lalu.
Kalau ada masalah yang terjadi pada Sekda, seperti pada masa Abdul Hayat Gani menjabat, namun diberhentikan dari jabatannya, posisi yang bersangkutan sebagai Komisaris Utama Bank Sulselbar juga harus di cut off.
“Jadi Pada waktu diberhentikan sebagai Sekda Provinsi Sulsel, otomatis sudah berhenti sebagai komisaris utama Bank Sulselbar. Karena ex officio dia menjabat secara otomatis karena jabatan,” kata Bastian Lubis.
Dia melanjutkan, karena saat ini, sekda defintif sudah ada, yakni Jufri Rahman, maka yang bersangkutan secara ex officio menjabat sebagai Komsiaris Utama Bank Sulselbar.
“Pak Jufri Rahman kan sudah dilantik sebagai Sekda Provinsi Sulsel, dia juga otomatis jadi Komisaris Utama Bank Sulselbar. Tidak bisa tidak. Harus Pak Jufri. Kalau berstatus Penjabat tidak boleh. Tidak boleh kepala dinas. Harus Sekda karena Peraturan Daerahnya begitu,” tambah Peneliti Senior Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Patria Artha.
Bastian menambahkan, jika ingin menunjuk Komisaris Utama Bank Sulselbar di luar Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel, maka peraturan daerah (Perda)-nya harus diubah.
“Kesimpulannya, tidak boleh mengangkat komisaris utama selain Sekda,” tandas Bastian. (*)