MAKASSAR, UJUNGJARI— Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar (UNM) lebih ketat dan selektif dalam menentukan kriteria penguji eksternal bagi mahasiswa program doktoral.

Salah satu kriterianya adalah penguji eksternal harus berasal dari perguruan tinggi yang terakreditasi unggul.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sayangnya kebijakan baru ini berdampak pada terhambatnya penyelesaian studi sejumlah mahasiswa. Pasalnya mahasiswa harus mencari penguji eksternal baru dari perguruan tinggi akreditasi unggul yang jumlahnya cukup terbatas.

“Aneh ini aturan barunya direktur Pascasarjana yang baru. Makin susah kita selesai kalau begini,” kata salah satu mahasiswa program doktoral dari prodi administrasi publik.

Mahasiswa berharap pimpinan Pascasarjana lebih terbuka dan akomodatif dalam menentukan penguji eksternal.

“Berapaji perguruan tinggi terakreditasi unggul kasihan. Dosen di sana juga tentu punya kesibukan. Jadi susah kita dapat penguji eksternal sekarang,” katanya lagi.

Ia menambahkan sebelum ada direktur baru di Pascasarjana UNM, proses penyelesaian studi mahasiswa program doktoral lancar-lancar saja.

“Semoga pimpinan UNM bisa merespons keluhan kami ini,” kata mahasiswa program doktoral lainnya dari prodi Bahasa Inggris.

Seperti diketahui pimpinan Pascasarjana UNM berganti pertengahan Mei lalu. Pejabat lama Prof Dr Hamsu Gani digantikan oleh Prof Dr Sapto Haryoko.

Status Sapto juga hanya pelaksana tugas karena usianya sudah melebihi 60 tahun.

Mudah Masuk Susah Keluar

Dunia Kampus sudah semestinya menjadi contoh model pendidikan yang sehat, idealnya jaminan kualitas pendidikan di setiap Fakultas atau jenjang strata sudah jadi Standar Oprasional Prosedur (SOP).

Misalnya mulai dari sarana dan prasarana penunjang, kualifikasi pengajar sampai kualitas lulusannya. Tentunya, kualitas itu harus berbanding lurus dengan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang terus meroket

Meski begitu, kampus tetap harus memberikan kemudahan terhadap mahasiswa dalam mendapatkan pelayanan dan informasi sehingga standar mutu yang dihasilkan bukan hanya intelektual saja, tapi juga rasa empati dan kebijaksanaan dari mahasiswa yang kelak akan terimplikasi didunia nyata

Baru-baru ini beberapa Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Makassar (UNM), Sulawesi Selatan, membeberkan ketimpangan yang terjadi di kampus Negeri tersebut, beberapa keluhan termasuk sikap pengajar dan sistem menejemen di universitas Indonesia, yang berdiri pada 1 Agustus 1961 itu

Salah satunya datang dari Mahasiswa berinisial RN, perempuan yang berprofesi dosen di salah satu kampus swasta dan saat ini menempuh program Doktor, mengungkapkan kekesalannya terhadap pihak dosen dan menejemen kampus di Pascasarjana UNM

“Kami serasa dipersulit, mau tanda tangan saja berbelit-belit oleh salah seorang dosen yang sudah bergelar Profesor” Ungkap RN Kesal

“Disini sulit mendapat akses, belum lagi dosen kita hubungi tidak menjawab, bahkan pesan Whats App yang dikirim tak dibalas. Sementara pelayanan di bagian administrasi juga sulit memberikan informasi keberadaan Dosen” keluhnya saat bercerita Via Telfon

Tak sampai disitu, Ia menduga sistem mempersulit seakan menjadi bagian yang lumrah, karena pihak kampus pun tak memberikan respon dengan keluahan-keluhan Mahasiswa. Menurutnya jika ini terus terjadi akan banyak Mahasiswa yang terancam tak selesai

“Sepertinya di Kampus Ini mudah masuk dan sengaja di persulit untuk susah keluar” Pungkas RN
Terakhir RN pun bercerita, jika bukan hanya dirinya yang saat ini mendapatkan perlakuaan seperti ini tapi banyak teman-teman seangkatannya tapi takut bersuara. Bahkan, kata dia, sudah ada yang ancang-ancang pindah kampus karena merasakan beratnya sistem disini

Diakhir percakapan, Ia hanya berharap pihak kampus bisa membenahi carut marut sistem tersebut, dan lebih berempati dengan suasana kebatinan para Mahasiswa. Apalagi program Doktoral bukan hanya berorientasi pada kemapanan Intelegtual tetapi lebih pada rasa cinta dan kebijaksanaan

“Kelak kita tentu berharap Mahasiswa lulusan UNM selesai dan terjun ke masyarakat atau dunia akademik lebih bijak dan memahami fenomena sosial”

Sudah waktunya dunia pendidikan di republik ini berbenah, program kurikulum merdeka yang digaungkan Mas Mentri Pendidikan, Nadiem Makarim sepertinya tak menarik perhatian dari dunia kampus. Nyatanya masih banyak diskriminasi Mahasiswa serta kampus yang seweng-wenang.

Semoga Tulisan ini menjadi kritikan yang konstruktif dan bahan intropeksi serta evaluasi terhadap pihak pemangku kepentingan di Negeri ini, khususnya petinggi-petinggi Kampus. (*)