MAKASSAR, UJUNGJARI – Koalisi aktivis antikorupsi menyoroti dua kasus dugaan korupsi di UIN Alauddin Makassar yang sudah setahun mandek di Polda Sulawesi Selatan. Aktivis mendorong KPK melakukan supervisi.
“Kalau ternyata tidak ada kemajuan dalam penanganannya, ya harusnya ada supervisi dari KPK. Banyak kasus mandek yang akhirnya bisa dituntaskan setelah ada supervisi dari KPK,” ujar aktivis antikorupsi Sulsel, Mulyadi, Selasa (02/7/2024).
Dua kasus tersebut yakni dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar dan proyek pembangunan gedung Pascasarjana UIN Alauddin.
Proyek RS Pendidikan UIN Alauddin hingga saat ini tak difungsikan. RSP UIN Alauddin menelan anggaran Rp147 miliar.
Proyek yang dikerjakan oleh PT Wika Gedung ini sempat mangkrak 5 tahun, sebelum pembangunannya dirampungkan pada 2023. Hanya saja hingga saat ini RSP UIN belum dioperasikan.
Rumah sakit ini sempat diusut Polda Sulsel pada 2023 silam. Namun tak ada perkembangan dalam penyelidikannya.
Pengusutan dilakukan saat dilaporkan mangkrak hampir 5 tahun. Seiring penyelidikan yang dilakukan, rumah sakit ini dirampungkan pada 2023.
Kata Mulyadi, sesuai Perpres 102 tahun 2020 tentang pelaksanaan supervisi pemberantasan tindak pidana korupsi di Pasal 1 poin 4 dinyatakan bahwa tujuan supervisi adalah mempercepat penyelesaian perkara. Dia mengatakan, supervisi memungkinkan dilakukan oleh KPK pada kasus yang berlarut-larut.
“Tujuan supervisi itukan jelas. Untuk mempercepat penyelesaian kasus. Terutama kasus dengan kerugian negara besar dan berlarut-larut,” ujarnya.
Menurut Mulyadi, ada bebarapa poin penting di sini. Pertama, penyidik perlu melakukan klarifikasi ke pihak UIN penyebab tak beroperasinya RSP UIN.
Kedua, pihak-pihak terkait harus dikonfrontasi. Agar tergambar siapa yang mesti bertanggung jawab.
“Karena kalau kondisinya terus dibiarkan seperti itu artinya proyek ini akan mubazir. Tidak memberi manfaat pada publik. Setiap proyek yang dibiayai negara dan tidak memberi manfaat pada masyarakat, itu masuk dalam unsur korupsi,” tandas Mulyadi.
Lantas siapa yang paling mungkin bertanggung jawab? Kata Mulyadi, banyak pihak yang berpotensi diklarifikasi APH.
“Pertama itu PPK. Lalu konsultan. Juga pelaksana proyek. Bahkan hingga pihak-pihak di internal UIN Alauddin juga harus diperiksa karena mereka terkait secara langsung. Rektor juga harus dimintai keterangan,” jelasnya.
RSP UIN terdiri dari 9 lantai ditambah 1 lantai basemen. Gedung didirikan di atas lahan seluas 7.462 m2. Total bangunan secara keseluruhan ± 23.877 m2.
RS Pendidikan UIN Alauddin Makassar memiliki daya tampung ruang rawat inap pasien sebanyak 78 kamar dengan 197 tempat tidur. Rinciannya, kelas III sebanyak 20 kamar dengan 79 tempat tidur, kelas II sebanyak 20 kamar dengan 60 tempat tidur, kelas I sebanyak 20 kamar dengan 40 tempat tidur.
Selain itu disediakan juga kelas VIP sebanyak 15 kamar dengan 15 tempat tidur serta kelas VVIP sebanyak 3 kamar dengan 3 tempat tidur.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta melakukan supervisi terhadap proyek gedung RS Pendidikan UIN Alauddin Makassar. Supervisi penting dilakukan agar Polda Sulsel segera menindaklanjuti dugaan korupsi pada proyek yang menelan anggaran Rp147 miliar itu.
“KPK perlu melakukan supervisi untuk mempercepat pengusutan pada proyek tersebut. Supervisi antarlembaga penegak hukum itu dibutuhkan. Supaya kita bisa mempercepat penyelidikan,” jelasnya.
Kasus kedua yakni, gedung Pascasarjana UIN Makassar, yang sudah hampir setahun diselidiki. Pihak Polda Sulsel telah memeriksa sejumlah saksi, mulai dari pimpinan bagian proyek hingga pejabat kampus UIN Alauddin Makassar. Namun hingga saat ini, progres penanganan perkara itu terkesan berjalan sangat lamban.
Penyelidikan kasus ini sejatinya berjalan, efisien, proporsional serta transparan. Dengan begitu, publik trust atau kepercayaan publik terhadap institusi Polri bisa semakin meningkat.
“Intinya kami dengan tegas meminta agar kasus ini diusut tuntas. Dan semua pihak yang terbukti terlibat harus diproses hukum,” tegas Muliadi
Seperti yang dilansir dari www.detik.com, 28 Agustus 2023, polisi menegaskan ada kelebihan pembayaran dalam proyek pembangunan gedung pascasarjana UIN Alauddin Makassar. Polisi juga mengungkap bahan-bahan yang digunakan dalam pembangunan gedung tidak sesuai spesifikasi.
Kelebihan pembayaran tersebut berawal dari laporan masyarakat. Pihak penyidik lalu melakukan pengembangan dengan memeriksa 6 saksi dan menemukan adanya dugaan kelebihan anggaran yang disalurkan ke kontraktor.
Sementara itu, dari fajar.co.id di laman LPSE Kemenag, tanggal 10 Agustus 2023, proyek ini dikerjakan tahun 2019, 2021 dan terakhir 2022. Bangunan gedung pascasarjana tersebut terletak di kampus 2 UIN, Jalan HM Yasin Limpo, Samata, Kabupaten Gowa.
Pada tahun 2019, proyek dimenangkan oleh PT Mari Bangun Nusantara dengan harga penawaran Rp3,81 miliar.
Pada tahun 2021, kontruksi dilanjutkan di mana lelang dimenangkan PT Wirabaya Nusantara Permai dengan harga penawaran Rp7,07 miliar.
Terakhir, gedung pascasarja dikerjakan tahun lalu oleh pemenang lelang PT Alqybar Resky Mandiri dengan harga penawaran Rp14,86 miliar. Khusus untuk tahun 2022, lelang diikuti 150 perusahaan. Namun, hanya 18 perusahaan yang mengajukan penawaran dan memasukkan dokumen.
Menurut Mulyadi, banyak kasus korupsi yang ditangani kepolisian bisa dituntaskan dengan cepat setelah disupervisi KPK. Salah satunya adalah kasus korupsi RS Batua Makassar.
Mulyadi menjelaskan, sementara untuk penyelidikan terhadap proyek RSP UIN Alauddin tidak terlalu rumit. Yang menjadi fokus saat ini adalah alasan belum difungsikannya gedung sebagaimana mestinya.
Mulyadi menduga, ada masalah yang spesifik, baik teknis maupun non teknis yang membuat RSP tak beroperasi.
“Nah ini yang harus dibuka ke publik. Ada apa? Jangan salah. Proyek yang dibiayai negara yang tidak difungsikan itu masuk unsur korupsi. Karena itu kita dorong ini diusut,” tukasnya
Selanjutnya untuk kasus gedung pascasarjana UIN, Ditreskrimsus Polda Sulawesi Selatan diminta segera menaikkan status perkara tersebut ke tahap penyidikan. Kasus ini diusut sejak pertengahan 2023.
“Sudah memenuhi unsur untuk naik ke penyidikan. Kan di tahap penyelidikan sudah ada indikasi perbuatan melawan hukum. Sekarang penyidik sisa menemukan siapa yang bertanggung jawab,” terang Mulyadi.
Menurutnya setelah ditemukan pihak yang bertanggung jawab, barulah ditetapkan tersangka. Mulyadi menyebut, pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini sudah sangat jelas.
“Saya kira penyidik sudah menemukan benang merahnya. Sudah terang. Sekarang kita dorong penyidik mempercepat penyelesaiannya,” tandasnya
Mulyadi menilai, dalam kasus gedung Pascasarjana UIN, ada masalah pada spesifikasi pekerjaan.
“Mutu pekerjaan bermasalah. Spek materialnya tidak sesuai mutu standar. Ini yang harus diteliti lebih jauh oleh penyidik,” terang Mulyadi.
Kata Mulyadi, dalam proyek infrastruktur dengan anggaran besar seperti ini memang rawan terjadi penyimpangan pada spesifikasi mutu. Para kontraktor kerap memainkan spek material untuk mendapatkan keuntungan berlipat.
Mulyadi mendukung Polda Sulsel segera menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan. Ia percaya, kasus ini masih mungkin bergulir. (*)