Zainuddin Djaka – TGUPP Kalimantan Utara
KEMENTERIAN Perhubungan telah menerbitkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 2024 (KM 31/2004) tentang Penetapan Bandar Udara Internasional pada tanggal 2 April 2024 lalu. KM ini menetapkan 17 (tujuh belas) bandar udara di Indonesia yang berstatus sebagai Bandara Internasional, dari semula 34 bandara internasional, yang salah satunya berubah status adalah Bandara Juwata, Tarakan, Kalimantan Utara.
Kebijakan yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan ini mendapat respon dari berbagai pihak. Menyikapi hal ini, selaku bagian dari Pemerintahan Provinsi Kalimantan Utara yang diberi Amanah oleh Gubernur Kalimantan Utara sebagai Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan Daerah, perlu memberikan advis di bidang hukum sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan di Provinsi Kalimantan Utara.
Tujuan penetapan ini secara umum adalah untuk dapat mendorong sektor penerbangan nasional yang sempat terpuruk saat pandemi Covid 19. Keputusan ini juga telah dibahas bersama Kementerian dan Lembaga terkait di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi.
Dalam praktik penyelenggaraan bandara internasional di dunia, beberapa negara juga melakukan penyesuaian jumlah bandara internasionalnya. Sebagai contoh, India dengan jumlah penduduk 1,42 miliar hanya memiliki 35 bandara internasional. Sedangkan Amerika Serikat dengan penduduk 399,9 juta mengelola 18 bandara internasional.
KM 31/2004 ini dikeluarkan dengan tujuan untuk melindungi penerbangan internasional pascapandemi dengan menjadikan bandara sebagai hub (pengumpan) internasional di negara sendiri. Selama ini sebagian besar bandara internasional hanya melayani penerbangan internasional ke beberapa negara tertentu saja dan bukan merupakan penerbangan jarak jauh, sehingga hub internasional justru dinikmati oleh negara lain.
Adapun 17 bandara yang ditetapkan sebagai Bandara Internasional, sebagai berikut:
1. Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Aceh
2. Kualanamu, Deli Serdang, Sumatra Utara
3. Minangkabau, Padang Pariaman, Sumatra Barat
4. Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Riau
5. Hang Nadim, Banten, Kepulauan Riau
6. Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten
7. Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, DK Jakarta
8. Kertajati, Majalengka, Jawa Barat
9. Kulonprogo, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta
10. Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur
11. I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali
12. Zainuddin Abdul Madjid, Lombok Tengah, NTB
13. Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Balikpapan, Kalimantan Timur
14. Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan
15. Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara
16. Sentani, Jayapura, Papua
17. Komodo, Labuan Bajo, NTT
Menurut data dari Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, dari 34 bandara internasional yang dibuka dari 2015-2021, bandara yang melayani Penerbangan Niaga Berjadwal Luar Negeri dari/ke berbagai Negara, sebagai berikut:
1. Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten
2. I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali
3. Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur
4. Sultan Hasanuddin – Makassar
5. Kualanamu, Deli Serdang, Sumatra Utara.
Dari 17 Bandara Internasional tersebut, hanya 5 (lima) yang secara siginifikan melakukan kegiatan pelayanan Penerbangan Niaga Berjadwal Luar Negeri dari/ke berbagai Negara. Beberapa bandara internasional hanya melayani penerbangan jarak dekat dari/ke satu atau dua negara saja.
Bandara internasional lainnya hanya beberapa kali melakukan penerbangan internasional, bahkan ada yang sama sekali tidak memiliki pelayanan penerbangan internasional. Dua kriteria bandara yang terakhir ini menyebabkan operasional menjadi tidak efektif dan efesien dalam pemanfaatannya.
Meskipun 17 Bandara Internasional telah ditetapkan, bandara yang status penggunaannya sebagai bandar udara Domestik, pada prinsipnya tetap dapat melayani penerbangan luar negeri untuk kepentingan tertentu secara temporer (sementara), setelah mendapatkan penetapan oleh Menteri Perhubungan sesuai dengan ketentuan Pasal 41 ayat (2) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 40 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 39 Tahun 2019 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, yaitu untuk kegiatan tertentu, meliputi: a. Kenegaraan; b. Kegiatan atau acara yang bersifat internasional; c. Embarkasi dan Debarkasi Haji; d. Menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, seperti industri pariwisata dan perdagangan; atau e. Penanganan bencana.
Kepentingan kenegaraan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, harus memiliki kriteria: a. dilaksanakan oleh panitia negara secara terpusat yang ditetapkan oleh Presiden; atau b. diketuai oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.
Kepentingan kegiatan atau acara yang bersifat internasional, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, berupa: a. pelaksanaan pertemuan atau sidang yang berskala internasional; b. pelaksanaan lomba berskala internasional; c. festival kebudayaan yang berskala internasional; atau d. kegiatan keagamaan yang berskala internasional.
Kepentingan embarkasi dan debarkasi haji, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
Kepentingan menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, berupa: a. industri pariwisata, dengan ketentuan disertai dengan kajian berupa potensi wisatawan mencanegara yang menggunakan angkutan penerbangan paling sedikit 100.000 (seratus ribu) wisatawan mancanegara per tahun yang dibuktikan dengan rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pariwisata; atau b. industry perdagangan dengan ketentuan disertai dengan kajian potensi industri dan/atau perdagangan yang dibuktikan dengan rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan dan/atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
Kepentingan penanganan bencana, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, berupa: a. bencana alam berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan/atau tanah longsor; b. bencana nonalam berupa epidemi atau wabah penyakit; c. bencana sosial berupa konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror; dan/atau d. kondisi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kesiapan Pelaksanaan Kegiatan Tertentu
Untuk berubah dari status Bandara Domestik ke Bandara Internasional, dibutuhkan kesiapan yang terencana dari berbagai aspek yang sangat kompleks untuk memenuhi ketentuan sebagaimana yang disyaratkan dalam Pasal 39 Permenhub 40/2023. Tahap awal yang dapat dilakukan adalah dengan kesiapan untuk dapat melaksanakan kegiatan tertentu sebagai bagian dari kegiatan untuk dapat memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39.
Selanjutnya, apabila perencanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 sudah siap dilaksanakan, maka Pengelola Bandara mengajukan permohonan kepada Menteri Perhubungan guna memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 41A. Permohonan kepada Menteri dengan melampirkan permohonan dari: a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara, untuk kepentingan kenegaraan; b. kementerian atau lembaga di lingkup pemerintah pusat, atau pemerintah daerah, untuk kepentingan kegiatan atau acara yang bersifat internasional; c. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, untuk kepentingan embarkasi dan debarkasi haji; d. kementerian atau lembaga di lingkup pemerintah pusat, atau pemerintah daerah, untuk kepentingan menunjang pertumbuhan ekonomi nasional; atau e. badan yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang penanggulangan bencana.
Permohonan dimaksud disertai dengan surat rekomendasi dari: a. kementerian yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang kepabeanan; b. kementerian yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang keimigrasian; dan c. kementerian yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang kekarantinaan.
Permohonan dimaksud harus diusulkan paling lama 2 (dua) bulan sebelum rencana pelaksanaan kegiatan.
Pengelolaan Kebandarudaraan
Perubahan status Bandara Internasional menjadi Bandara Domestik oleh Kementerian Perhubungan tentunya harus disikapi dengan bijak dan melakukan instrospeksi atas penanganan Bandara yang ada di wilayah Indonesia telah memenuhi standar pelayanan minimal di dalam penyelenggaraan kebandarudaraaan sebagai suatu tatanan yang harus diselenggarakan dan dikelola dengan sebaiknya-baiknya karena menyangkut kehidupan manusia.
Untuk menjadikan suatu Bandara Domestik menjadi Bandara Internasional tentunya tidak dapat hanya sekadar karena status “internasional” yang ingin disandang, tetapi yang sangat penting dan menjadi hal yang penting adalah memenuhi segala persyaratan yang telah ditetapkan sebagai Bandara Internasional, sehinggga masyarakat pengguna layanan private good dan public good dapat merasakan pemberian layanan yang memenuhi kriteria internasional, bukan mendapatkan simbol internasional dari suatu Bandara, tetapi dari aspek sarana, prasarana, dan sumberdaya manusia masih jauh dari kriteria internasional.
Pengelola Bandara Juwata dan Bandara-bandara lainnya tentunya sepakat bahwa untuk mendapatkan suatu predikat yang “internasional” dibutuhkan suatu langkah-langkah “internasional” yang terencana yang dituangkan dalam suatu Master Plan dan Road Map sebagai pedoman dalam menata Bandara yang ada dalam tanggung jawab pengelolaannya, sehingga akan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Tatanan Kebandarudaraan Nasional. (*)