ikut bergabung

Resensi Buku: Historia Rumah Tahfizh Dunia


Citizen

Resensi Buku: Historia Rumah Tahfizh Dunia

JAKARTA– Awal tahun 2000-an rilis survei yang dilakukan oleh PTIQ dan diungkap oleh Kementerian Agama terkait buta huruf Al-Qur’an di Indonesia. Datanya cukup mencengangkan.

Temuan survei tersebut mencatat sebanyak 70 persen muslim di Indonesia mengalami buta baca Al-Qur’an. Buta baca ini tidak terkait pembacaan soal huruf hijaiyah, melainkan cara membaca Al-Qur’an sesuai hukum bacaannya.

Ini jelas mengagetkan banyak pihak mengingat saat itu Indonesia adalah negara dengan jumlah pemeluk agama Islam terbanyak di dunia. Temuan tersebut pun dijadikan pijakan oleh banyak organisasi dan ulama untuk mencari solusi.

Keresahan tersebut juga dirasakan oleh ustad Yusuf Mansur, dai muda asal betawi yang setiap dakwahnya dikenal mengajak masyarakat untuk menghafal Al-Qur’an.

Satu ikhtiarnya Yusuf Mansur adalah mendirikan pondok Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an. Pondok ini berawal dari 8 santri yang mengaji dan menghafal bersama di saung depan rumahnya.

Lalu berkembang hingga dipindahkan ke Bulak Santri. Saat itu ia mengajak orang tua untuk masuk ke pondoknya. Biayanya gratis yang diambil dari infak dan sedekah masyarakat.

Perlahan Yusuf menyadari jika menunggu banyak pesantren tahfizh maka proses mencetak penghafal Al-Qur’an akan memakan waktu lama.

Lalu secara spontan dalam satu tayangan pengajian di televisi swasta ia mengajak masyarakat untuk membuat rumah tahfizh. Ini semacam pesantren mini dan upgrade dari TPA yang saat itu juga sudah menjamur di masyarakat.

Baca Juga :   Ada Bayi Pohon Avatar di Tol IKN

Dalam bayangannya rumah tahfizh ini nantinya bertempat di satu rumah, bisa di komplek, perkampungan dan lainnya, yang diasuh oleh satu orang ustad yang juga penghafal Al-Qur’an. Setiap harinya para santri ini tidak hanya belajar membaca Al-Qur’an sesuai hukum bacaan tetapi juga menghafal dan menyetorkannya.

Ajakan spontan ini pun mendapat tanggapan dari masyarakat umum. Perlahan rumah tahfizh pun berdiri dengan beragam macamnya. Belakangan tidak hanya perorangan yang mendirikan rumah tahfizh tetapi juga perusahaan dan organisasi kemasyarakatan.

Proses berdirinya rumah tahfizh baik dari gagasan dan implementasinya dicatat dengan baik dalam buku Historia Rumah Tahfiz.

Buku yang ditulis oleh Tarmizi As Shidiq, Bisyri Hasan dan Maulana Kurnia Putra ini merupakan hasil perjalanan dakwah Al-Qur’an, yaitu program Rumah Tahfizh yang digerakkan oleh Daarul Qur’an dan Ustadz Yusuf Mansur. Dengan detail buku ini menjelaskan bagaimana rumah tahfizh bergulir menjadi kekuatan masyarakat yang organik.

dibaca : 8.499

Laman: 1 2



Komentar Anda

Berita lainnya Citizen

Populer Minggu ini

Arsip

To Top