ikut bergabung

IJTI Tolak RUU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers


Nasional

IJTI Tolak RUU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

MAKASSAR, UJUNGJARI–Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran terus menuai kritik. Sejumlah pasal dalam draft RUU Penyiaran itu dinilai berpotensi memberangus kebebasan pers. Meski muncul penolakan, pembahasan Rancangan Undang-undang tetap berjalan.

Salah satu pasal yang menuai protes, Pasal 50 B ayat 2 huruf c yang mengatur larangan penayangan eksklusif liputan investigasi. Sementara liputan investigasi dan ekslusif menjadi mahkotanya jurnalis, karena hasil liputan yang mendalam, membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama.

Diketahui upaya merenggut kemerdekaan pers sudah berlangsung sejak 2007. Upaya tersebut terus berlangsung hingga RUU KUHP tahun 2024. Datanya bahkan telah dikantongi oelh dewan pers terkait Intervensi terhadap kemerdekaan pers yang terus berlangsung.

Baca Juga

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers, Yadi Hendriana, mengatakan larangan untuk menyiarkan liputan investigasi dan ekslusif tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Ada yang toxic terhadap kebebasan pers. Kita belum tau siapa yang memasukan pasal-pasal yang merenggut kemerdekaan pers,” katanya.

Sementara itu, Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI) Sulawesi Selatan menemukan beberapa kejanggalan pada proses rekrutmen Komisi Penyiaran Indonesia [KPI] Daerah Sulawesi selatan.

Masing-masing komisioner terpilih tidak memiliki latar belakang penyiaran dan bahkan tidak menguasai bidang penyiaran.

Kuat dugaan Dewan Perwakilan Rakyat melakukan uji kelayakan dan kepatutan secara tertutup.

Hal tersebut diduga kuat melanggar “PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA, NOMOR : 02/P/KPI/04/2011, TENTANG PEDOMAN REKRUTMEN KOMISI PENYIARAN INDONESIA, yang tertera pada Pasal 9 nomor 5 dan 7 berbunyi, Dewan Perwakilan Rakyat melakukan uji kelayakan dan kepatutan secara terbuka.

Baca Juga :   Kekuatan Anies Baswedan Semakin Kokoh, Tiga Parpol Besar Teken Piagam Kerjasama

Serta Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menetapkan 9 (Sembilan) Anggota KPI Pusat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi menetapkan 7 (tujuh) Anggota KPI Daerah, yang dipilih berdasarkan sistem pemeringkatan (ranking).

Ketua Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI) Sulsel, Andi Mohammad Sardi mempertanyakan sang inisiator hingga terdapat pasal yang merugikan jurnalis.

Apalagi dalam salah satu pasal, mewajibkan penyelesaian sengketa pers di KPI. Pelanggaran etik jurnalis akan diselesaikan oleh komisoner yang dipilh oleh anggota DPR.

“Jelas kacau jika ini disahkan. Lembaga penyiaran akan menjadi wahana legislatif memainkan perannya menekan jurnalis. Menjadi ancaman terhadap demokrasi dan kemerdekaan pers,” tegasnya

dibaca : 197

Laman: 1 2



Komentar Anda
Baca Selengkapnya
Rekomendasi untuk anda ...

Berita lainnya Nasional

Populer Minggu ini

Arsip

To Top