Oleh: Ahmad Razak
Dosen Fakultas Psikologi UNM

KONTESTASI Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) akan berlangsung kurang dari dua minggu lagi. Pesta demokrasi yang berlangsung setiap lima tahun ini memberikan antusiasme yang berbeda antar masyarakat. Pemilihan presiden tahun ini diikuti oleh tiga pasang capres cawapres yang masing-masing memiliki visi dan misi yang bertujuan untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik, adil, sejahtera, dan makmur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Respons dari berbagai lapisan masyarakat juga sangat beragam dalam menghadapi pilpres tahun ini. Selain masyarakat, pemerintah dan para perangkatnya juga diharapkan merespon pesta demokrasi ini dengan menjunjung tinggi netralitas, keadilan, dan transparansi.

Asas pemilu berlandaskan pada enam prinsip, yaitu Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil (LUBER JURDIL). Sudah selayaknya kita masyarakat Indonesia menerapkan prinsip ini selama pesta demokrasi berlangsung.

Perbedaan yang terjadi di tengah masyarakat terkait paslon yang didukung mestinya tidak boleh menjadi perdebatan yang sengit. Masing-masing individu berhak menyatakan dukungan disertasi alasan mengapa memilih paslon X dan sebagai negara demokrasi, kita harus menghargai setiap perbedaan yang ada.

Sistem demokrasi yang kita anut di negeri ini harus menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan diskusi dua arah. Selain dari masyarakat, tentu pemerintah memiliki andil yang lebih besar dalam menciptakan Pemilu yang damai dan aman.

Peran pemerintah bisa kita tinjau dari berbagai aspek dalam menciptakan ekosistem demokrasi, khsusnya masa pemilu menjadi lebih terkendali dan kondusid. Misalnya, Kemenkominfo berkomitmen untuk menciptakan ruang digital sehat agar masyarakat bisa memperoleh informasi yang valid terkait pemilu serta menghindarkan masyarakat dari isu-isu hoax yang dapat memecah belah bangsa dan menciptakan polarisasi diantara pendukung capres dan cawapres.

Agenda ini didasarkan pada data bahwa sekitar 150 juta penduduk Indonesia yang sudah masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) aktif menggunakan media sosial seperti Instagram, tik tok, dan twitter. Angka pengguna media sosial ini melebihi setengah dari total keseluruhan DPT di Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri.

Peredaran informasi yang ada di media sosial perlu mendapat pengawasan dari pemerintah agar tetap berada pada koridornya, seperti tidak mengandung hoax, tidak menjelek-jelekkan salah satu paslon, dan tidak menyinggung ranah SARA (Suku, Ras, dan Agama).

Kemenkominfo akan melaksanakan tiga strategi utama terkait menciptakan ruang digital sehat selama masa Pemilu, yaitu: memperkuat moderasi konten negatif, kampanye digital bersama para pemangku jabatan strategis, dan orkestrasi komunikasi publik Pemilu Damai melalui platform digital.

Masyarakat tentunya juga perlu dihimbau untuk menggunakan media sosial secara lebih bijak dan tidak mudah terpengaruh informasi yang kebenarannya masih mengambang. KEMENDAGRI (Kementerian Dalam Negeri) serta KEMENPAN RB (Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi) juga mengimbau seluruh jajaran ASN untuk bersikap netral dan menjunjung tinggi penyelenggaraan pemilu dengan aman dan damai.

ASN, POLRI, dan TNI merupakan pelayan masyarakat, sehingga segala sikap dan tindak tanduknya mampu mempengaruhi masyarakat lain. Para pelayan masayrakat ini harus menunjukkan netralitas untuk mencegah pertikaian dan perpecahan di tengah masyarakat serta sebagai upaya dalam mendukung iklim pemilu yang damai.

Selain pemerintah eksekutif beserta jajarannnya, pemerintah legislatif juga dapat berperan dalam menciptakan pemilu yang aman. Para anggota dewan melalui masing-masing partai politiknya dapat terjun langsung ke masyarakat untuk menghimbau terkait penyelenggaran Pemilu yang harus menjunjung tinggi asas LUBER JURDIL.

Peran partai politik melalui kader-kadernya ini merupakan salah satu langkah yang strategis untuk menggerakkan masyarakat ikut dalam pesta demokrasi dengan cara yang aman dan damai. Anggota Dewan merupakan wakil rakyat, sehingga sudah seharusnya mereka berdiri di garis terdepan dalam mendampingi masyarakat.

Lembaga Kepolisian yang salah satu tugas utamanya adalah menciptakan keamanan dalam kehidupan bermaysarakat tentunya membawa tugas yang tidak mudah dalam mengawal PEMILU 2024 ini. Masing-masing lembaga kepolisian, baik di tingkat provinsi, kota/kabupaten, hingga kecamatan menjadi garda terdepan dalam mengawasi dan menjalankan pesta demokrasi lima tahun sekali ini.

Sebagai contoh, POLDA Sulawesi Selatan memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengawal kontestasi politik di provinsi dengan penduduk terbanyak di kawasan Indonesia Timur. Polda Sulsel akan menjamin bahwa setiap lapisan masyarakat dapat menikmat PILPRES dengan kondusif dan tanpa perpecahan.

Oleh karena itu, polisi juga menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk berkejasama dengan anggota polisi dalam mengawal proses pemilu, seperti proses pencoblosan, penghitungan suara, dan penyortiran surat suara. Sikap kompak dan saling tolong menolong antar institusi POLRI dan juga masyarakat ini diyakini akan memudahkan jalannya PEMILU dengan damai, kondusif, dan tentram.

Semua ini tentu diharapkan tidak lain dan tidak bukan adalah untuk kemajuan negeri kita tercinta, Republik Indonesia menjadi lebih sejahtrera, adil, dan makmur. (*)