Oleh: MIS Suhaeb
Economist, Planner
DALAM suatu kesempatan pertemuan di awal tahun 2024 bersama Aryanto Kepala BPS Sulsel kami berbicara panjang lebar tentang pembangunan di Sulsel. Menarik berdialog dengan penanggung jawab data resmi pemerintah. Analisis berkembang berdasarkan data dan informasi yang tersedia. Bukan hanya sekedar opini maupun politisasi data sesuai kebutuhan. Memotret pencapaian Sulsel pada tahun sebelumnya hingga prediksi terhadap prospek ekonomi di tahun 2024 menjadi fokus perhatian obrolan kami.
Data menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian pada PDRB Sulsel masih sangat dominan sekitar 23 persen. Hal ini tentu akan mempengaruhi membuat rumusan kebijakan pemerintah. Provinsi Sulawesi Selatan yang saat ini dibawah komando Pj Gubernur Bahtiar merumuskan kebijakan pembangunan, yang tentu berdasarkan data dan kondisi lapangan (evidence based policy) dan bukan hanya sekedar opini (opinion based).
Pendekatan evidence based policy ini mulai dikembangkan di Eropa khususnya Inggris pada masa PM Tony Blair. Perdana Menteri dari Partai Buruh tersebut terpilih pada tahun 1997 mengembangkan konsep EBP dengan slogannya “what matters is what works”. Menarik melihat konflik PM dengan monarki pada serial di Netflix The Crown.
Pj Gubernur Sulsel memperkenalkan slogan Sulsel Baru, menggunakan pola EBP dengan prioritas pembangunan berfokus pada sektor pertanian. Pertanian di daerah Sulsel sudah sejak dahulu menjadi penopang hidup sebagian besar masyarakat. Pendekatan pembangunan pada sektor pertanian memerlukan perhatian khusus mengingat beberapa karakteristik khusus dari produk-produk pertanian.
Cepat rusak
Karena sifat alamiahnya sebagian besar produk pertanian bersifat cepat rusak. Daya tahannya hanya hitungan hari. Hanya beberapa produk pertanian yang bisa bertahan lebih dari sebulan tanpa perlakuan khusus. Melalui kebijakan Sulsel Baru dikembangkan produk unggulan antara lain pisang, utamanya jenis Cavendis. Pisang Cavendis jenis pisang yang sangat digemari, bukan hanya di Indonesia bahkan hampir diseluruh dunia.
Kenapa pisang menjadi prioritas? Tentu atas dasar EBP. Budaya masyarakat Sulsel sangat lekat dengan pisang. Baik sebagai makanan pokok, sampingan, cemilan, hingga berbagai jenis olahan makanan berbahan pisang. Bukan hanya soal budaya tapi tentu juga untuk meningkatkan daya saing. Produk seperti jeruk, lengkeng, apel dan lainnya susah bagi Sulsel untuk bersaing. Mengingat China dengan pertanian yang maju dan sangat modern mengembangkan produk-produk tersebut hingga ratusan ribu ha. Pisang merupakan tanaman tropis tidak cocok pada wilayah dengan empat musim.
Bagaimana mengatasi komoditi yang cepat rusak (perishable). Menjaga agar produk segera tiba di konsumen. Agar harga tidak jatuh dan komoditi akan rusak. Pemerintah telah bekerjasama dengan pembeli (offtaker) yang akan menjemput komoditi tersebut. Offtaker menjamin harga dan juga agar produk tidak rusak sebelum sampai ke konsumen. Offtaker tersebut bukan asal-asalan tapi pelaku yang selama ini bermain bukan hanya tingkat lokal atau domestik, tetapi skala intertanational.
Musiman dan Tidak Rutin
Tidak seperti produk industri atau produk lainnya yang dengan mudah diproduksi sepanjang tahun. Dominan produk pertanian membutuhkan waktu berproduksi. Bukan hanya itu ada waktu-waktu tertentu bisa melimpah dan pada waktu lain tidak ada sama sekali. Dalam kebijakan Sulsel Baru dipilih beberapa komoditi yang bisa berproduksi sepanjang tahun, seperti: pisang, nenas, sukun dan lain-lain. Sekali tanam akan berproduksi dalam waktu lama dan bisa diatur waktu tanam dan panen seperti halnya pisang.
Bagaimana mengatasi ketidakmampuan masyarakat dalam pembiayaan awal, atau selama tanaman belum berproduksi. Pemda Sulsel menggenjot pendanaan yang berasal dari perbankan. Pola KUR (kredit usaha rakyat) yang dikelola oleh perbankan selama ini masih banyak yang kurang tersalurkan. KUR dengan bunga yang sangat rendah karena mendapat subsidi oleh pemerintah.
Melalui dirigen OJK, orkestra KUR setiap saat menjadi topik arahan Pj Gubernur Sulsel. Ini perlu mengingat perbankan sangat detail pada hal-hal seperti resiko, kelayakan, kehati-hatian, jaminan, kepemilikan dan lain-lain. Dalam kondisi normal sebagian besar petani sangat sulit mengakses dana perbankan karena alasan tersebut. Akhirnya banyak petani mengambil jalan pintas melalui rentenir, tengkulak, atau mengijonkan produk dengan harga sangat rendah.
Pemprov Sulsel melalui bank Himbara dan juga Bank Sulselbar menyederhanakan dan memudahkan petani mengakses KUR. Bahkan khusus bank Sulselbar yang merupakan bank terkecil telah menyiapkan satu trilyun rupiah untuk tahun ini. Tanpa himbauan yang terus menerus (moral solution) dari pemerintah dan kepercayaan yang tinggi pada usaha tani akan sulit bagi petani mendapatkan modal usaha (bankable).
Tersebar dan Ukuran Besar
Pertanian di Sulsel didominasi pertanian rakyat berskala kecil. Hanya ada satu dua berskala besar milik PTPN. Mengembangkan produk pisang agar bisa menguasai pasar dunia minimal punya lahan sekitar 500ribu ha. Biaya angkut mengumpulkan dari lahan yang sangat tersebar tentu besar. Hal lainnya kebijakan Sulsel Baru dengan memperbanyak penanaman satu jenis komoditi dilahan yang luas. Banyaknya jenis komoditi akan sulit untuk beralih ke skala industri. Selain tidak ekonomis juga mudah terserang wabah dari berbagai komoditi lainnya.
Produk pertanian biasanya berukuran besar (bulky). Itu artinya agar dapat sampai ke pasar atau konsumen membutuhkan alat angkut yang besar dan murah. Moda transportasi yang paling murah dan efisien saat ini melalui laut. Melihat kondisi lahan pertanian di Sulsel sebagian besar berada di sekitar wilayah timur maupun utara atau dekat dengan wilayah laut Teluk Bone. Di lain pihak pelabuhan-pelabuhan besar di Sulsel berada di wilayah barat. Kita sebut misalnya Pelabuhan Makassar, Pelabuhan Pare, atau Pelabuhan Garongkong di Barru.
Komoditas pertanian dari kabupaten seperti Luwu, Lutra, Lutim, Bone dan lainnya di wilayah timur yang sangat luas areal pertanian sulit bersaing karena biaya angkutan. Jika harus di ekspor atau dikirim keluar Sulsel harus melalui Pelabuhan Makassar atau Pare-Pare. Biaya angkutan menjadi faktor kunci bagi produk pertanian, terutama yang berukuran besar.
Dalam RPJP Sulsel yang saat ini sementara disusun, salah satu yang menjadi perhatian kebijakan Sulsel Baru adalah memperbanyak pelabuhan komoditi disekitar pantai timur Sulsel. Beberapa pelabuhan peti kemas yang tidak terlalu besar di pantai timur atau Teluk Bone akan menjamin kemampuan untuk lebih bersaing bagi produk pertanian dari Sulsel.
Variasi Kualitas dan Pengaturan Harga
Sulawesi Selatan telah lama dikenal sebagai lumbung pangan khususnya beras. Tidak dapat dipungkuri banyak provinsi khususnya di wilayah timur Indonesia sangat tergantung dengan beras dari Sulsel. Di satu pihak petani digalakkan untuk meningkatkan produksi seoptimal mungkin, pada lain pihak harga komoditas beras sangat dikontrol oleh pemerintah. Kebijakan harga tertinggi (ceiling price) maupun harga dasar (floor price) tidak bisa dihindari karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
Pemerintah Sulsel saat ini mendorong penanaman komoditas hortikultura terutama di lahan-lahan pertanian non irigasi teknis dan juga lahan-lahan kosong lainnya yang tidak produktif. Dari beberapa pemaparan oleh Pj Gubernur Sulsel memperlihatkan kurang dari 30 persen lahan yang telah dimanfaatkan. Itu artinya dari luas areal Sulsel sebesar 46.717 km2, masih terdapat lebih 3 juta ha lahan yang belum dioptimalkan. Potensi ekonomi yang sangat besar jika bisa dijadikan lahan pertanian produktif.
Jika kita dapat menjaga kualitas dan kuantitas secara kontinyu melalui lahan yang luas dan monokultur, maka obsesi menjadi petani kelas dunia bukan hanya mimpi. Petani kita yang selama ini hanya tergantung pada harga pasar tanpa dapat menentukan harga (price taker), bukan tidak mungkin akan punya daya saing untuk menentukan harga (price maker). Saat ini pemerintah Sulsel menggandeng para pelaku komoditi pertanian kelas dunia untuk membantu petani di Sulsel. Dengan demikian produk yang dihasilkan dapat terukur kualitasnya, serta dalam jumlah yang layak ekspor secara periodik.
Nilai Tukar Petani
Menarik untuk menelisik tingkat kesejahteraan petani membandingkannya dengan strategi pembangunan Sulsel Baru. Akan terlihat apakah kebijakan tersebut berdasarkan data dan fakta yang ada (evidence based policy) atau hanya sekedar selera dan kepentingan (opinion based policy). Tingkat kesejahteraan petani oleh BPS dihitung berdasarkan angka NTP (nilai tukar petani). NTP diukur dalam persentase yang membandingkan angka indeks harga yang diterima oleh petani dengan yang dibayar oleh petani.
Publikasi BPS Nov 2023 memperlihatkan NTP Sulsel sebesar 113,74 atau lebih kecil dari rata-rata NTP Nasional sebesar 116,73. Angka ini untuk sektor pertanian secara keseluruhan semua profesi petani, mulai tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, nelayan, hingga pembudidayaan ikan. Namun jika melihat NTP secara lebih rinci hasilnya sangat berbeda. NTP pada petani tanaman pangan yang dibawah rata-rata nasional yakni Sulsel sebesar 108,4 dan Nasional 113,92.
NTP pada profesi petani lainnya semua di atas rata-rata nasional. Petani hortikultura dengan 122,27 diatas rata-rata Nasional sebesar 116,49. Demikian juga petani peternak sebesar 108,15 di atas Nasional yang hanya 101,06. Nelayan Sulsel juga lebih bagus secara nasional yakni sebesar 111,03 dibanding Nasional yang hanya 103,52. Angka yang sama diperlihatkan pada NTP nelayan pembudidayaan ikan di Sulsel juga di atas rata-rata Nasional.
Berdasarkan angka NTP tersebut petani di Sulsel relatif lebih sejahtera dibandingkan rata-rata petani secara keseluruhan nasional, terutama petani yang bergerak di luar tanaman pangan. Artinya strategi memprioritaskan komoditi hortikultura seperti: pisang, sukun, nangka, nenas, dan lainnya cocok untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan petani.
Selain komoditi horti, perhatian Pemprov Sulsel saat ini juga pada petani perikanan. Dicanangkan program apartemen ikan untuk memperbanyak terumbu karang bagi habitat ikan, demikian pula program budidaya ikan melalui program ribuan kolam bioflok. Petani di sektor peternakan juga tidak terlupakan melalui program sejuta inseminasi buatan (IB) untuk meningkatkan populasi ternak utamanya sapi dan kambing.
Dalam mewujudkan berbagai strategi peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulsel melalui pertanian terus disinergikan dengan program prioritas nasional pada Kementrian Pertanian. APBD Sulsel yang hanya sekitar 10 trilyun rupiah tentu sangat terbatas. Optimalisasi sumber pembiayaan melalui APBN sangat diharapkan, demikian pula dana perbankan dan peran serta sektor swasta. Semoga apa yang menjadi harapan para pemangku kepentingan termuat dalam rancangan RPJP Sulsel 2025-2045 dengan visi Sulsel Maju, Mandiri, dan Berkelanjutan dapat terealisasikan. Panjang umur Dr Bahtiar Baharuddin, Pj Gubernur Sulsel. (*)