MAKASSAR, UJUNGJARI--Akhir tahun 2023, Mejelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar menjatuhkan vonis bebas kepada tiga terdakwa korupsi penetapan harga jual tambang pasir laut di Kabupaten Takalar Tahun 2020.

Vonis bebas tiga terdakwa itu, menyusul dua terdakwa lain yang sebelumnya juga divonis bebas. Total terdakwa yang dijatuhi hukuman bebas menjadi lima orang. Dan satu satunya terdakwa yang dijatuhi vonis satu tahun penjara, hanyalah mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar, Gazali Mahmud.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Vonis bebas lima dari enam terdakwa korupsi ini, menuai sorotan tajam dari pengiat antikorupsi Sulsel. Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (DPN-GNPK), Ramzah Thabraman menegaskan, vonis bebas ini menjadi gambaran akan kinerja penyidik Kejaksaan Tinggi Sulsel. Dari awal penyidikan, kata Ramzah, pihaknya telah menyoroti soal peran para pejabat penting Pemerintah Kabupaten Takalar, yang harus terjerat dalam kasus ini.

Dan faktanya, hanya para pejabat selevel kepala bidang dan kepala bagian yang jadi tersangka. “Dari komposisi tersangka itu, kami  sudah mengindikasikan kalau ada tebang pilih dalam perkara ini. Dan sekarang terbukti, kalau para terdakwa itu divonis bebas. Jadi jangan salahkan majelis hakim. Karena komposisi mereka yang terjerat ini, dari awal sudah dipertanyakan. Ada yang seharusnya diseret tapi faktanya tidak diseret,” tegasnya.

Ramzah pun mempertanyakan peran mantan Bupati Takalar dan Sekda Takalar yang hanya berstatus saksi dalam kasus ini. Dugaan keterlibatan para pejabat itu. Khususnya mantan Sekda, kata Ramzah, tertungkap jelas dalam fakta persidangan. Dan yang lebih aneh lagi. Kata dia, jaksa penyidik Kejati Sulsel terkesan tutup mata dan tidak menindaklanjuti fakta sidang yang terkuak. ” Seharusnya ada Sprindik Baru, tapi kan tidak ada. Ada apa dengan semua ini. Ini menjadi preseden buruk, di akhir tahun 2023 untuk Kejati Sulsel, ” tukas  Ramzah.

Ramzah pun mendesak Jaksa Agung RI untuk mengevaluasi kinerja para bawahannya. “Ini tidak bisa dibiarkan. Ini menyangkut kepercayaan publik (public trush) institusi Kejaksaaan,” tegas Ramzah.

Ramzah juga meminta agar adanya dugaan praktik mafia hukum dalam penanganan kasus ini juga diusut tuntas.

Terpisah, Direktur Lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) Abdul Kadir Wokanubun, mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar segera melakukan perlawanan hukum terhadap vonis bebas lima terdakwa kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Kabupaten Takalar Tahun 2020.

Teranyar, terdakwa yang divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar pada Rabu malam 27 Desember 2023 tersebut, masing-masing Direktur Utama PT Banteng Laut Akbar Nugraha, Direktur Utama PT Alefu Karya Mandiri Sudimin Yitno dan mantan Pelaksana Harian Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar Faisal Sahing.

“Sebaiknya JPU segera kasasi sebagai upaya perlawanan hukum atas vonis bebas tersebut. Kami tentu akan memantau perjalanan kasus ini hingga tuntas,” ucap Ketua Badan Pekerja ACC Sulawesi, Kadir Wokanubun dimintai tanggapannya via telepon, Kamis (28/12/2023).

Kadir menilai bebasnya ketiga terdakwa dugaan korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Kabupaten Takalar mengikuti jejak dua terdakwa sebelumnya yakni Juharman mantan Kabid Pendapatan Dinas Keuangan Takalar dan Hasbullah selaku mantan Kabid Pajak dan Retribusi Daerah BPKAD Takalar, merupakan kabar buruk bagi pemberantasan tindak pidana korupsi dan angin segar bagi koruptor dan calon koruptor.

Dia pun mengaku heran bagaimana proses yang ketat sejak ditangani awal di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, bisa dengan mudah dipatahkan di pengadilan.

”Saat di Kejati Sulsel itu kan penyelidikannya terbilang lama hingga kemudian naik ke tahap penyidikan dan tak bisa dihentikan. Nah, dengan tahapan yang ketat seperti itu kok kenapa bisa bebas di pengadilan,” terang Kadir.

Ia berharap Kajati Sulsel juga turut mengevaluasi kinerja tim jajarannya baik di tingkat penyidik hingga tim JPU yang menangani perkara tersebut.

“Karena kami anggap tim JPU ini boleh dikata gagal karena tidak mampu meyakinkan majelis hakim dalam proses pembuktian di persidangan sehingga majelis hakim seakan tidak menjadikan pertimbangan, sedikit pun bahan dari JPU nya. Sehingga perlu ada evaluasi lebih dalam dari pimpinan Kejaksaan juga,” tandas Kadir. (*)