MAKASSAR, UJUNGJARI–Sidang lanjutan kasus korupsi penetapan harga jual tambang pasir laut di Galesong Utara, Kabupaten Takalar tahun 2020 kembali digelar di Pengadilan Tipikor Makassar, Kamis (15/12/2023) siang.
Sidang kali ini berisi pembacaan nota pembelaan (pledoi) oleh terdakwa atas tuntutan jaksa penuntut umum. Mantan Pelaksana Harian Kepala BPKD Kabupaten Takalar, Faisal Sahing, tampil membacakan pledoinya setebal 18 halaman. Faisal dengan lantang membeberkan semua hal yang dia alami dan rasakan selama proses penyidikan kasus yang menjerat dirinya.
Di depan majelis hakim, Faisal menyorot Surat Tuntutan Jaksa, di mana hal tersebut sebenarnya sudah disampaikan pada saat sebelum pembacaan dakwaan, namun kembali terulang kesalahan mengenai tanggal penahanan dirinya yang masih sama dengan yang tercantum dalam dakwaan yakni tanggal 20 Juli 2023 yang seharusnya tanggal 27 Juli 2023.
“Menurut saya yang awam hukum ini, mungkin ini dianggap tidak prinsip oleh Jaksa Penuntut Umum, tetapi menurut saya ini menandakan tidak cermat dan tidak profesionalnya Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini,” tegas Faisal.
Dia menguraikan, JPU mendalilkan bahwa saya telah melakukan atau turut serta melakukan secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
“Dalam dakwaan disebutkan perbuatan yang saya lakukan. Dan dalam pembelaan ini, saya akan mengurai serta menanggapi hal tersebut berdasarkan apa yang telah saya pelajari selama menjalani kasus ini, fakta yang saya alami serta yang disampaikan oleh para Saksi-Saksi baik Saksi yang dihadirkan oleh JPU maupun saksi dari kami sebagai terdakwa, yang telah dihadirkan dalam beberapa persidangan sebelumnya, sebagai berikut,” tukasnya.
Menurut Faisal, hasil rapat tanggal 13 Oktober 2020 yang terlaksana berdasarkan Surat Undangan Sekretaris Daerah tanggal 12 Oktober 2020 tertuang dalam Analisis Pemberian Pengurangan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Kabuoaten Takalar Tahun 2020. Namun pada hari itu Analisis tersebut belum ditandatangani oleh peserta rapat karena dalam rapat tersebut diminta dilakukan konsultasi dengan BPKP serta Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Selatan.
Faisal mengaku hadir dalam rapat tersebut Selaku Plh. Kepala BPKD Takalar. Adapun Analisis ini, kata dia, bukan merupakan keputusan melainkan sebagai bahan pertimbangan seperlunya, sebagaimana tertuang dalam analisis tersebut yakni : “Demikian analisis keringanan ini, untuk menjadi bahan pertimbangan seperlunya”.
Analisis ini, beber Faisal, berbeda dengan Analisis untuk PT. Alefu Karya Makmur yang isinya “Demikian Analisis Keringanan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan untuk wajib pajak PT. Alefu Karya Makmur, untuk selanjutnya dapat dilakukan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) dan untuk disampaikan ke PT. Alefu Karya Makmur agar segera melakukan pembayaran pajak tersebut”. Hal ini terungkap dipersidangan dan ini adalah fakta persidangan.
Dia menguraikan, Jika kita mengkaji analisis untuk PT. Banteng Laut Indonesia, maka analisis tersebut tidak bisa dijadikan dasar untuk penerbitan SKPD, karena seharusnya masih ada proses yang harus dilalui dan analisis ini bukanlah sebuah suatu keputusan melainkan sebagai bahan pertimbangan untuk dilakukan pengkajian lebih lanjut.
Berbeda dengan analisis untuk PT. Alefu Karya Makmur, yang memang diakhir analisis tersebut menyebutkan bahwa analisis ini memang untuk penerbitan SKPD.
“Untuk itu yang mulia, sekiranya jaksa menyatakan bahwa saya menjadi tersangka karena mengikuti rapat dan bertanda tangan di analisis untuk PT. Banteng Laut Indonesia serta menandatangani nota pertimbangan yang merupakan laporan saya ke Bupati sebagai Plh. Kepala BPKD, mengapa yang lain tidak juga ikut ditersangkakan. Terutama yang bertanda tangan pada analisis PT. Alefu Karya Makmur, termasuk yang memprakarsai, memimpin, dan mengarahkan rapat tersebut.
Bahkan faktanya ada yang ikut dari awal proses PT. Alefu Karya Makmur sampai pada proses PT. Banteng Laut Indonesia. Oleh karena itu, saya merasa adanya ketidakadilan yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dalam menetapkan tersangka dan terdakwa pada diri saya dalam kaitan dengan perkara ini. Karena ternyata ada orang-orang yang sebenarnya lebih bertanggungjawab yang seharusnya bahkan lebih layak untuk ditersangkakan untuk duduk menjadi terdakwa dalam perkara ini daripada saya. Dengan ditersangkakannya saya dalam kasus ini, saya harus menjalani hari-hari yang sulit. Karir yang saya jalani mulai dari nol hancur seketika.,” tegas Faisal dengan raut wajah sedih.
Dengan suara yang agak parau, Faisal menambahkan, melalui pledoi ini, saya ingin menyampaikan kiranya pihak Jaksa Penuntut Umum lebih profesional dan objektif. Profesional dalam artian segala alat bukti termasuk segala persuratan kiranya dapat dibaca dan dianalisa baik bentuk, judul, maupun isinya. Sebagai contoh Nota Pertimbangan, yang oleh pihak Jaksa Penuntut Umum menganggap bahwa Nota Pertimbangan itu adalah suatu Keputusan padahal Nota Pertimbangan baik Judul maupun Isi dari Nota Pertimbangan sama sekali tidak terdapat suatu kata yang menyatakan memutuskan sesuatu.
Objektif dalam artian Jika tindakan saya mulai dari Ikut Rapat, tanda tangan pada Analisis Pemberian Pengurangan Pajak, dan tanda tangan pada Nota Pertimbangan. Jika hal ini dianggap oleh pihak JPU sebagai suatu tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan tentunya bukan cuma saya berenam yang menjadi Tersangka dalam kasus ini, tetapi semua pihak yang turut terlibat dalam proses ini pun harus menjadi tersangka, karena juga mempunyai peranan dalam proses ini. Bahkan ada beberapa pihak yang peranannya lebih banyak dibandingkan dengan saya. Apa bedanya saya dengan mereka semua? Dalam proses ini, ada Bagian Hukum yang harusnya lebih mengetahui penerapan Regulasi atau aturan, yang seharusnya menjelaskan kepada kami semua bahwa kegiatan pengurangan pajak ini salah atau benar berdasarkan aturan.
Ada pihak dari Inspektorat yang merupakan pembantu Bupati dalam membina, mengawasi, dan memastikan pelaksanaan kegiatan urusan pemerintahan dan pembangunan berjalan secara benar dan sesuai aturan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Bahkan ada Sekretaris Daerah yang peranannya jauh lebih banyak, karena beliaulah yang mengundang rapat, yakni untuk PT. Alefu lebih dari 2 (dua) kali, dan untuk Banteng Laut 1(satu) kali. Dia pun yang memimpin rapat untuk membahas permohonan PT. Alefu yang dilakukan beberapa kali, serta ikut bertanda tangan pada Analisis Keringanan Pajak untuk PT. Alefu yang merekomendasikan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). Kenapa kemudian mereka tidak menjadi tersangka dan terdakwa pada kasus ini?
“Sebagai penutup, saya yakin dan percaya di dalam lubuk hati yang paling dalam Majelis Hakim yang Mulia sudah tahu dengan mengacu kepada fakta persidangan, bahwa sesungguhnya saya ini TIDAK BERSALAH oleh karena tidak ada kewenangan dari jabatan saya sebagai Plh. Kepala BPKD yang saya salahgunakan. Oleh karena itu, berdasarkan seluruh fakta persidangan yang telah saya uraikan di atas, sekali lagi saya memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Persidangan ini agar berkenan MEMBEBASKAN saya, Drs. Faisal Sahing, M.Si, dari segala dakwaan atau setidak-tidaknya melepaskan saya dari segala tuntutan hukum,” tandasnya. (*)