Oleh: Muh Ahsan Thamrin
“Sampaikanlah kabar gembira kepada hamba-hambaku, yaitu mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat (Qs. 39:18).
————————————-
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Korupsi adalah perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Akibat Tindakan korupsi ini Negara kehilangan kemampuan untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab untuk menyejahterakan rakyatnya. Sebagai akibatnya rakyat kehilangan hak-hak dasar untuk hidup sejahtera.
Bahwa sejak Presiden soekarno hingga Presiden Jokowi masalah pemberantasan korupsi adalah pekerjaan yang tidak pernah selesai. korupsi masih dan terus berjalan seperti biasa, bahkan aktor/pelaku yang terlibat semakin bervariasi mulai dari Menteri, anggota DPR, Gubernur dan DPRD TK I, Bupati dan DPRD TK. II, Camat, Lurah/Kepala Desa, Kepala Dinas, Tokoh Agama, PNS, swasta, Politisi, pengusaha semuanya sudah ada yang masuk penjara karena korupsi.
Sebenarnya banyak cara atau strategi yang sudah dilakukan oleh Pemerintah dalam pemberantasan korupsi diantaranya dengan membuat banyak regulasi terkait dengan pemberantasan korupsi dan mendirikan lembaga anti korupsi dengan kewenangan yang luar biasa melalui Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan korupsi (KPK).
Penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan dan KPK mungkin membanggakan keberhasilannya karena banyaknya politisi dan birokrat yang sudah ditangkap dan dipenjara. Namun demikian korupsi bukannya semakin berkurang yang ada justru semakin banyak yang dipenjara karena korupsi. Bung Hatta pernah mengatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya artinya telah menjadi kebiasaan yang sulit untuk diberantas.
Mengapa korupsi ini begitu susah diberantas, apakah cara pemberantasan korupsi yang dilakukan selama ini salah ?
Tidak ada yang salah dengan cara-cara yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam pemberantasan korupsi. namun strategi pemberantasan korupsi tanpa memperhitungkan watak dasar manusia-manusia yang mendukung maka kita sulit menghentikan kejahatan ini.
Manusia dalam pandangan agama adalah terdiri dari tiga bagian yaitu jasad, nafsu dan Ruh. Inilah manusia secara utuh.
Jasad (basyar) adalah wujud manusia yang terdiri atas tulang dan gumpalan daging yang diciptakan Allah dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk (QS. Al Hijr ayat 28). Jasad yang sudah tercipta dengan sempurna ini kemudian oleh Allah ditiupkan sebagian ruhNya ke dalamnya. Ruh bersifat murni. Bebas dari materialitas. Ruh memiliki sifat ilahiah sekaligus manusiawi. Lantaran ruh berasal dari tiupan suci illahi maka secara alami selalu cenderung menarik kesadaran manusia untuk Kembali kepada Allah.
Sementara Nafsu yang diciptakan di dalam diri manusia adalah daya hidup yang bersifat netral. Namun Ia mudah terpengaruh pada lingkungan dimana dia berada. Nafsu ini senang pada keindahan dan kenikmatan duniawi seperti wanita, anak-anak, harta benda, pangkat dan jabatan (QS. Al Imran ayat 14).
Bahwa karena nafsu memiliki dorongan yang kuat di dalam diri manusia untuk mencintai dunia (hubbuddunya) yang materialistik maka keberadaan nafsu perlu dikendalikan.
Nafsu yang tidak terkendali akan menjatuhkan derajat manusia pada sifat rendah seperti tamak, bakhil, serakah, zalim dan hubbudunya. Manusia yang tidak mampu melepaskan diri dari nafsu hewaniyah ini ditandai dengan kecenderungan untuk mendewakan materi, keras kepala, menolak kebenaran dan kufur nikmat. Dengan perilaku seperti itu maka manusia akhirnya jatuh ke tingkatan makhluk paling rendah yakni asfalasafillin (QS. At-Tin ayat 5).
Bahwa berbagai kejahatan seperti korupsi adalah terkait dengan ketidakmampuan manusia dalam mengendalikan kecintaan yang berlebihan terhadap harta benda.
Di dalam UU Tipikor ada 30 bentuk/jenis korupsi dalam berbagai variannya. Tapi di dalam alquran hanya ada satu istilah yang dipakai untuk korupsi yaitu mencuri. Mencuri adalah mengambil hak orang lain secara tidak halal. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menggunakan banyak istilah sesuai dengan pelakunya. Kalau yang mencuri rakyat biasa kita sebut pencuri, kalau dia menggunakan keahlian tangan kita sebut pencopet, kalau dia menggunakan senjata kita sebut perampok, tapi kalau pelakunya pejabat, elit dan bukan orang miskin kita sebut koruptor. Padahal sebenarnya pekerjaannya sama yaitu mengambil hak orang lain secara tidak halal. Apakah itu hak individu atau hak milik publik. Kalau milik publik kita sebut itu dengan uang negara.
Di dalam agama, Korupsi adalah terkait dengan harta benda. Di dalam Islam jiwa manusia terkait dengan harta itu memiliki sisi negatif dari dua kutub, yaitu Sebelum memiliki harta dan setelah memiliki harta.
Sebelum memiliki manusia memiliki kecenderungan nafsu yang disebut keserakahan (tamak). Dia ingin memiliki sebanyak-banyaknya harta. Nabi saw bersabda,” seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua maka ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan Allah maha menerima taubat siapa yang mau bertaubat (HR. Bukhari)
Bahwa Kemudian manusia setelah memiliki harta yang banyak maka dia memiliki sikap negatif lainnya yang disebut bakhil (pelit), artinya manusia ingin memproteksi apa yang dia miliki dan enggan untuk berbagi.Nah agama (Islam) datang untuk mengobati sisi buruk manusia mengenai harta ini dan mendorong manusia untuk mencari harta dengan cara halal.
Bahwa selanjutnya setelah manusia mendapatkan harta maka oleh agama dia diperintahkan untuk dermawan supaya jiwa manusia itu bersih dari keserakahan dan sifat bakhil. Makanya perintah zakat di dalam alquran itu hakekatnya bukan saja manfaatnya untuk orang miskin tapi untuk membersihkan (jiwa) dari pemberi zakat itu.
Allah SWT berfirman, “Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka, (QS at-Taubah ayat 103).
Nah sekarang mengapa orang melakukan korupsi ?
Dari sisi jiwa manusia, agama melihatnya dalam 2 (dua) sisi yaitu Pertama orang mencuri karena ingin mempertahankan diri. pada zaman Umar bin Khattab ada seorang yang mencuri namun Umar bin Khattab tidak menghukumnya karena ternyata dia mencuri karena kelaparan. Faktor kemiskinan, kelaparan ataupun kebutuhan standar hidup yang tidak mencukupi dapat mendorong orang untuk melakukan kejahatan.
Imam Ali bin Abi Thalib berkata “sulit membimbing manusia menuju moralitas yang baik sebelum dia memiliki pangan untuk dimakan, pakaian untuk dikenakan dan tempat tinggal yang layak. Manusia baru tertarik pada perbaikan moralitas setelah kebutuhannya terpenuhi.
Pada masa pemerintahan Islam yang diperintah oleh Khalifah yang terkenal adil yaitu Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Azis mereka memberikan gaji dan kesejahteraan yang lebih kepada para pegawai pemerintah termasuk guru.
Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada tiga orang guru yang mengajar anak-anak masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan, itu artinya gaji guru sekitar Rp 30.000.000.-(tiga puluh juta rupiah).
Sementara Pada masa khalifah Umar bin Abdul azis dia menggaji seluruh pegawainya sebanyak tiga ratus dinar. Ketika ditanya mengapa dia menggaji pegawainya sebanyak itu ? Dia menjawab,”Aku ingin membuat mereka kaya dan menghindarkan mereka dari pengkhianatan. Gaji yang lebih dari cukup menghindari mereka dari melakukan korupsi.
Namun sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa sifat manusia tidak lepas dari keserakahan. Gaji sudah besar namun tetap ingin korupsi. Nah apa yang harus dilakukan. Yang harus dilakukan adalah pertama penegakan hukum yang keras dan tegas khususnya kepada manusia yang memang jahat dan rakus. Pelaku korupsi kelas kakap harus ditegasi dengan sanksi yang keras untuk menimbulkan rasa takut berbuat. Kedua adalah dengan membangun sebuah sistem yang dapat mencegah atau menjauhkan orang yang ingin melakukan korupsi atau kalau dia korupsi tapi gampang ketahuan.
Menurut Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, didalam sebuah sistem yang baik, maka orang jahat akan dipaksa menjadi orang baik. Tapi sebaliknya dalam sistem yang buruk, orang baik dipaksa menjadi orang jahat.
Sebagai contoh, Kalau kita pergi ke Singapura, dan selama ini kita terbiasa membuang sampah atau merokok sembarangan maka Ketika kita berada di singapura maka tiba-tiba kita menjadi baik. Tidak lagi berani merokok dan membuang sampah sembarangan, mengapa ? karena Sistem pemerintahan di Singapura lah yang memaksa kita menjadi orang baik dengan tidak membuang sampah dan merokok sembarangan.
Dengan membangun system yang baik maka ujung tombak pencegahan korupsi adalah pada K/L/D/I itu sendiri karena mereka yang lebih memahami pola terjadinya korupsi di lembaganya masing-masing. Aparat penegak hukum umumya tidak mengetahui berapa anggaran proyek di BUMN, kementerian, dan Instansi, proyek apa saja dan berapa anggarannya, apalagi anggaran untuk penanganan perkara korupsi sangat terbatas. Jadi menyerahkan pemberantasan korupsi semata-mata kepada penegak hukum tidak akan berhasil.
Denmark, selandia baru dan Finlandia adalah negara-negara yang paling bebas korupsi di dunia karena mereka berhasil membangun system yang kuat dan baik. Di sana bukan berarti tidak ada niat korupsi, mereka juga manusia seperti kita, mentalnya bisa saja sama-sama korup tapi ketika masuk ke dalam sistem yang kuat dan baik, maka nawaitu (niat) untuk korupsi menjadi tidak bisa terlaksana. Jadi sistem itulah yang menjaga. Nah tugas negara adalah membangun system pemberantasan korupsi itu. Di dalam system yang kuat orang takut melakukan korupsi karena merasa diawasi.
Tapi tentunya sistem yang baik dan kuat harus ditopang oleh sumber daya manusia yang berkualitas Karena kunci keberhasilan pemberantasan korupsi terletak pada pelaksananya yaitu manusia itu sendiri bukan pada peraturannya. Sanksi yang keras dan tegas memang perlu untuk menimbulkan rasa takut namun apabila rakyatnya kelaparan maka kejahatan tetap akan terus terjadi. Pada masa Presiden Pakistan zia ul haq, hukuman potong tangan diberlakukan namun karena banyak yang kelaparan pencurian terus terjadi sehingga yang terjadi justru semakin banyak orang kehilangan tangannya.
Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas maka dalam pemberantasan korupsi ada beberapa titik sentral yang harus menjadi perhatian yaitu :
Pertama pemberantasan korupsi harus dimulai dari akar utama penyebab terjadinya korupsi itu sendiri. Seperti kemiskinan dan kebutuhan standar hidup yang tidak mencukupi. Jadi untuk mencegah terjadinya korupsi maka para pegawai pemerintah dan Pejabatnya harus diberikan gaji yang mencukupi kebutuhan standar mereka bahkan penghasilan yang membuat mereka bisa bergaya.
Kedua harus ada pemimpin yang mempunyai keinginan kuat untuk memberantas korupsi. Kalau tidak ada pemimpin tingkat nasional, paling tidak pemimpin tingkat daerah atau pimpinan suatu departemen pemerintah. kegagalan pemerintah selama ini dalam memberantas korupsi adalah karena lemahnya kemauan politik, dan kurangnya keberanian mengambil resiko dalam memberantas korupsi.
Ketiga, Suatu negara akan hancur apabila pejabat yang mengendalikan pemerintahan diisi oleh orang-orang yang hanya pintar menjilat dan piawai dalam menyediakan kemewahan bagi atasan, mereka yang mementingkan kemewahan dan kekayaan. Gila sanjungan, berjiwa kerdil, sempit wawasan, sementara mereka yang baik tersingkir. Oleh karena itu kita harus mendorong agar orang-orang yang memiliki kejujuran, kecerdasan dan pekerja keras bisa menapak kekuasaan dan tampil sebagai pemimpin puncak.
Dulu pada masa khalifah Abu Bakar memerintah negeri Islam, Umar bin Khattab diangkat sebagai qadi (Hakim). Namun dua tahun setelah beliau menjabat sebagai hakim, Umar bin Khattab meminta untuk mengundurkan diri. Ketika ditanya apa alasannya ? Dia menjawab karena selama dua tahun menjadi hakim tidak ada perkara yang masuk kepadanya dan dia hanya menerima gaji buta.
Bahwa setelah Abu Bakar meninggal dunia maka Umar bin Khattab kemudian menjadi khalifah. Ketika umar bin Khattab menjadi khalifah. Dia melihat seluruh pegawainya sudah kaya raya. Dia ingin menuduh mereka korupsi tapi tidak punya bukti. Maka dia kemudian mengeluarkan kebijakan dimana agar seluruh pegawainya dan gubernur-gubernurnya menyerahkan 50% hartanya kepada negara.
Banyak yang marah dengan kebijakan umar tersebut. Ketika ditanya mengapa khalifah mengambil kebijakan ini, Dia menjawab, “saya ingin Ketika di akhirat nanti saya ingin masuk surga bersama dengan kalian semuanya.
Itu adalah sebuah kisah didalam suatu negara dimana orang yang shaleh dan baik lebih banyak daripada orang yang jahat sehingga yang terpilih sebagai pemimpin adalah orang yang terbaik diantara mereka. Pemimpin adalah representasi dari yang dipimpin.
Wallahu’alam