Oleh: Ahmad Razak
Dosen Psikologi Universitas Negeri Makassar
TAHUN politik yang ditunggu-tunggu pada 2024 mendatang sebentar lagi akan tiba. Masyarakat Indonesia kembali mengadakan pesta demokrasi yang setiap lima tahun sekali mewarnai negeri kita. Setiap lima tahun ini kita senantiasa dihadapkan dengan euforia dan juga tantangan dalam menjalankan konstitusi negara ini.
Presiden dan Wakil Presiden yang berhasil memperoleh suara rakyat terbanyak, nantinya akan dilantik sebagai pemimpin di negeri kita dan menjalankan tugasnya dalam memajukan Indonesia ke arah yang lebih baik. Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) disebutkan bahwa jumlah Daftar Pemilih Tetap pada tahun 2024 mendatang adalah 204.807.222 pemilih.
Jumlah ini tentu sangat banyak meskipun di sisi lain menajdi tantangan tersendiri bagi capres dan cawapres dalam menarik pendukungnya. Namun sebelum sampai pada titik itu, para capres dan cawapres perlu melakukan kampanya untuk memperoleh simpatisan para warga dari berbaga kalangan usia, kelas sosial, maupun pendidikan.
Sebagai masyarakat yang hidup di negera demokrasi, kita perlu menunjukkan kepedulian kita melalui sistem politik yang bisa mendukung kemajuan negara kita. Kepedulian kita sebagai masyarakat Indonesia dalam dunia politik bisa dalam bentuk ikut serta dalam pemilihan presiden, kepala daerah, atau wakil-wakil rakyat, serta mengenali visi dan misi capres yang akan berlaga di kontestasi politik mendatang.
Pemilu di tahun ini tentu sudah jauh berbeda dibandingkan tahun 2004 dimana pada saat itu Pemilu pertama kalinya dilakukan.
Salah satu yang menjadi perbedaan mencolok adalah peran internet atau media sosial sebagai sarana komunikasi dan informasi. Seperti yang kita ketahui, Indonesia masuk dalam jajaran teratas negara yang penduduknya menggunakan internet.
Hal ini bisa jadi memberikan dampak positif, namun di sisi lain bisa juga memberikan dampak negatif. Penyebaran informasi dalam hal ini terkait dengan dunia perpolitikan harus diawasi dan dijamin kebenarannya untuk mencegah misinformasi di tengah-tengah masyarakat.
Selain itu, polarisasi antar pendukung capres dan cawapres seperti yang terjadi di tahun 2019 kemarin juga perlu diantisipasi agar tidak terulang di 2024 ini.
Peranan media sosial bisa dimaksimalkan oleh capres dan cawapres dalam mempromosikan program kerja, visi, dan misinya agar lebih dikenal oleh masyarakat. Media sosial juga bisa dimanfaatkan dalam menggaet suara para milenial dan gen Z yang masih awam terkait politik dan bimbang dalam menentukan paslon.
Capres dan cawapres saat ini bisa menggunakan pendekatan yang cenderung mampu memikat pemilih muda namun tetap menomorsatukan visi misi yang digagas.
Selain itu, dari sudut pandang pendukung, kita perlu menjadi pemilih yang cerdas dengan tidak mudah termakan oleh berita bohong dan diadu domba oleh segelintir oknum. Polarisasi antar kubu capres dan cawapres perlu kita hindari agar pemilu di tahun yang akan datang bisa berjalan tertib, aman, dan demokratis seperti yang kita harapkan.
Kehadiran dunia maya saat ini memberikan angin segar salah satunya pada aspek politik. Fasilitas internet yang dimanfaatkan maksimal mampu meningkatkan kesadaran melek politik terhadap berbagai lapisan masyarakat.
Seperti yang kita ketahui, masyarakat saat ini lebih dominan mencari tayangan di dunia maya melalui telepon genggamnya dibanding televisi. Dunia maya juga dapat dimanfaatkan oleh para paslon untuk melakukan kampanye sehingga bisa lebih menghemat biaya.
Kampanye ini bisa disajikan dalam bentuk konten yang menarik atau melalui podcast yang saat ini marak kita temui di kanal youtube. Manfaat lain dari internet terhadap politik adalah terciptanya transparansi dan akuntabilitas para politisi. Hal ini tentu sangat menguntungkan bagi masyarakat untuk mengawasi peran capres, cawapres, dan wakil rakyat dalam menyampaikan visi misi.
Sayangnya, peran dari dua belah pihak saja belum cukup dalam menciptakan iklim politik yang aman. Kita memerlukan peran dan instansi lain yang terkait dalam mencegah dan menanggulangi hal-hal negatif yang menyertai proses pemilu seperti penyebaran berita hoaks, saling menghina antar pendukung paslon, hingga permusuhan yang mungkin terjadi dalam lingkup keluarga atau masyarakat akibat fanatisme dalam mendukung salah satu paslon.
Contoh instansi yang biasa turut andil dalam menciptkan kedamaian dalam berpolitik adalah Kemenkominfo dan lembaga POLRI. Kedua lembaga ini dapat bertindak sebagai bentuk preventif dan kuratif. Kemenkominfo dapat mencegah dan menghimbau masyarakat agar tidak mudah termakan berita hoaks serta memblokir akun-akun yang dinilai sering mengadu domba masyarakat.
Di sisi lain, POLRI bisa menindak dengan tegas oknum yag terbukti melakukan pelanggaran di media sosial terkait penyebaran informasi yang salah. Polisi juga dapat terjun langsung ke masyarakat melalui berbagai programnya dalam membina masyarakat untuk sadar akan politik dan menggunakan hak suaranya dengan bijak.
Jika intansi-instansi ini mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan penuh tanggung jawab, maka PEMILU 2024 pun siap kita adakan dengan jujur, bersih, adil, dan rahasia. (*)