MAKASSAR, UJUNGJARI–Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Soetarmi menyebut masih ada potensi penetapan tersangka baru atas kasus dugaan korupsi mafia tanah pembayaran ganti rugi lahan seluas 72 hektare pada proyek strategis nasional pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo tahun 2021.

“Tidak menutup kemungkinan ada (tersangka baru) atas perbuatan melawan hukum dan orang yang dianggap bertanggungjawab. Tapi, kita lihat nanti (pemeriksaan) selanjutnya,” ungkap Soetarmi saat rilis kasus bersama enam tersangka di Kantor Kejati Sulsel, Makassar, Kamis (26/10) malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ia menyebutkan, sejauh ini tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sulsel telah memeriksa 157 saksi dan telah menetapkan enam tersangka. Penetapan enam saksi sebagai tersangka tersebut setelah menjalani pemeriksaan selama 12 jam dari pukul 10.00 Wita sampai pukul 22.00 Wita.

Para tersangka langsung dilakukan tindakan penahanan masing masing selama 20 hari terhitung mulai 26 Oktober sampai 14 November 2023. Untuk tersangka AA dilakukan penahanan di Rutan Kelas IA Makassar dan untuk tersangka AJ, JK, ND, NR, AN dilakukan penahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas I A Makassar.

Tersangka AA merupakan Ketua Satuan Tugas (Satgas) B pada Kantor Badan Pertanahan (BPN) Kabupaten Wajo. Kemudian, ND, NR, dan AN adalah anggota Satgas B perwakilan dari masyarakat.

Sedangkan AJ selaku Anggota Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) sekaligus Kepala Desa Paselloreng, Kecamatan Gilireng Kabupaten Wajo. Serta JK selaku Anggota P2T sekaligus Kepala Desa Arajang, Kecamatan Gilireng Kabupaten Wajo.

Kasus ini bermula, kata Soetarmi, pada 2015 saat Balai Besar wilayah sungai Pompengan Jeneberang (BBWS) melaksanakan pembangunan Fisik Bendungan Passeloreng di Kecamatan Gilireng Kabupaten Wajo.

Lokasi pengadaan tanah untuk pembangunan bendungan tersebut diantaranya terdapat lahan yang masih masuk dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) Laparepa dan Lapantungo yang terletak di Desa Passeloreng, dan Kabupaten Wajo telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai Kawasan Hutan HPT.

Selanjutnya, dilakukan proses perubahan Kawasan hutan dalam rangka Review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sulsel, salah satunya untuk kepentingan Pembangunan Bendungan Panselloreng di Kabupaten Wajo.

Pada tanggal 28 Mei 2019 terbit Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI nomor SK.362/MENLHK/SETEN/PLA.0/5/2019 tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan Hutan Kawasan Hutan seluas 91.337 hektare, perubahan fungsi kawasan hutan seluas 84.032 hektare dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 1.838 hektare di Provinsi Sulsel.

Setelah mengetahui adanya kawasan hutan yang dikeluarkan untuk kepentingan lahan genangan Bendungan Paselloreng maka tersangka AA memerintahkan beberapa honorer di Kantor BPN Kabupaten Wajo membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) sebanyak 246 bidang tanah secara bersamaan pada 15 April 2021.

Selanjutnya, Sporadik tersebut diserahkan kepada tersangka AJ selaku Kepala Desa Paselorang untuk ditandatangani dan tersangka JK selaku Kepala Desa Arajang turut menandatangani Sporadik untuk tanah eks kawasan yang termasuk di Desa Arajang.

“Isi Sporadik itu diperoleh dari informasi tersangka ND, NR dan tersangka AN selaku anggota Satgas B dari Perwakilan masyarakat yang mana isi dimasukkan tersebut tidak sesuai dengan fakta dilapangan,” ungkap dia.

Namun tercatat ada 241 bidang tanah tersebut merupakan eks kawasan hutan yang merupakan tanah negara dan tidak dapat dikategorikan sebagai lahan/tanah garapan, maka pembayaran terhadap 241 bidang tanah telah merugikan keuangan negara sebesar Rp13,2 miliar lebih berdasarkan hasil perhitungan BPKP Provinsi Sulsel. (*)