MAKASSAR,UJUNGJARI.COM–Warga persyarikatan Muhammadiyah diminta mengawal kader Muhammadiyah yang menjadi kontestan di pemilu legislatif 2024 mendatang. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) diminta mendata seluruh kader untuk disosialisasikan hingga cabang dan ranting.

Perhatian khusus terhadap kader yang maju di pemilu 2024 ini menjadi salah satu rekomendasi rapat koordinasi regional (Rakoreg) atau Regional Meeting Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Muhammadiyah di Hotel Vasaka Makassar, Sabtu (2/9)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulawesi Selatan, Ambo Asse berharap, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) melakukan kajian-kajian terkait politik dan kebijakan publik yang berdampak dan sukses bagi masyarakat.

Terkhusus terkait kontestasi politik, Ia berharap, LHKP mendata kader-kader Persyarikatan yang menjadi kontestan dalam Pemilu 2024 nanti. “Sehingga, LHKP menyebarkan nama-nama itu ke cabang dan ranting, sehingga bisa diakomodasi oleh masyarakat, warga Muhamamdiyah, dan masyarakat umum,” kata Ambo.

Di Sulawesi Selatan, ungkap Rektor Unismuh Makassar itu, PWM mempercayakan sepenuhnya hal itu kepada LHKP.

“Jadi, tidak usah dikembalikan ke PWM, cukup dikonsultasikan saja, karena memang itu sudah tugasnya LHKP dan memang ahlinya semua ada di situ,” ujar Ambo.

Ketua LHKP PP Muhammadiyah, Ridho Al-Hamdi mengungkapkan, pihaknya memang sengaja melakukan pertemuan regional itu untuk merumuskan strategi penjaringan masalah, ide, dan opini dari seluruh LHKP di Indonesia dengan forum yang lebih spesifik.

Rapat regional itu merupakan konsolidasi organisasi untuk memperkuat peran strategis LHKP pada ranah politik kebangsaan dan kebijakan publik.

“Kita ingin mendengar aspirasi, gagasan, apa yang harus dilakukan Muhammadiyah menghadapi Pemilu 2024. Dari tiga regional meeting yang sudah dilakukan, akan dipertajam pada regional meeting hari ini, dan gongnya nanti di Rakernas yang dihelat pada 30 September 2023,” ujar dia.

Ridho mengungkapkan, LHKP lahir merupakan hasil Muktamar 1950 di Yogya dengan nama Majelis Hikmah, yang dipimpin oleh Fakih Usman. Sejak saat itu hingga kini, LHKP bertugas untuk mengawal politik kebangsaan.

Ia memaparkan, kata hikmah digunakan sebagai nama karena bermakna kebijaksanaan yang menjadi poin utama dalam praktik politik. Itu menandakan bahwa Muhammadiyah tidak menarik diri dari aktivitas politik.

Bahkan, dokumen-dokumen ideologis Muhammadiyah, kata Ridho, tidak pernah menyatakan bahwa Persyarikatan harus netral dalam politik.

Kesan bahwa Muhammadiyah netral itu hanyalah tafsiran pihak tertentu yang interpretasi itu pun tidak tepat.

Khittah Ujung Pandang menekankan Muhammadiyah independen, tidak diintervensi, dan tidak terikat oleh pihak mana pun, apalagi partai politik, bukannya independen.

Karena itulah, Ridho mengaku setuju dengan Ketua PWM Sulsel bahwa LHKP bertanggung jawab penuh atas hal-hal yang berkenaan dengan politik kebangsaan.

“Saya juga sering bilang ke Pak Busyro, biar kami saja Pak, di LHKP yang ngomong kalau soal itu,” ungkap dia semringah.

Hanya saja, lanjut Ridho, selama ini, sekira 70% LHKP di sejumlah PWM terlarut dalam hal-hal terkait politik kebangsaan, sementara absen terkait isu kebijakan publik.

Untuk itulah, forum regional meeting yang dihelat juga akan menjadi wadah untuk meluruskan hal tersebut. “LHKP juga harus concern ke isu kebijakan publiknya,” ujar Ridho.

Karena peran penting LHKP, Ridho juga menekankan, Pimpinan Daerah Muhammadiyah semestinya mendirikan lembaga itu.

Di akhir sesi pembukaan, Wakil Ketua LHKP PWM Sulsel, Muh Asratillah S memberikan cinderamata kepada Ketua PP Muhammadiyah M Busyro Muqaddas dan Ketua LHKP PP Muhammadiyah Ridho Al-Hamdi.

Sementara itu, Sekretaris LHKP PP 77 Muhammadiyah David Effendy menyerahkan cindera mata kepada Ketua dan Wakil Ketua PWM Sulsel Ambo Asse dan Syaiful Saleh. (pap)