MAKASSAR, UJUNGJARI.COM — Gelombang aspirasi menolak proyek pengelolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) di kawasan pergudagan Green Eterno, kelurahan Bira, kecamatan Tamalanrea, Makassar, terus bergulir.
Setelah Ketua RT kampung Mula Baru, Yusuf M Said, kini giliran Ketua LPM kelurahan Bira, H Anwar juga angkat bicara. Dia dengan tegas menolak proyek PSEL dibangun di RW 5 Mula Baru kelurahan Bira. Alasanya sama yang dilontarkan Yusuf M Said, dia tidak setuju karena Green Eterno merupakan kawasan padat penduduk. Ia khawatir akan berdampak ke lingkungan masyarakat setempat.
“Tidak bisa pak, Green Eterno itu padat penduduk, kami khawatir berdampak ke lingkungan masyarakat sekitar. Disitu ada kampung Mula Baru, padat penduduk,” kata H Hanwar.
“Semua warga Mula Baru pasti menolak. Saya, Ketua RT dan RW di Mula Baru sudah sepakat menolak proyek PSEL di Green Eterno,” tegasnya.
Diketahui bahwa, lokasi Green Eterno masuk dalam tiga besar tender proyek nasional PESL. Hanya saja, terkesan dipaksakan. Sebab, lokasi Green Eterno banyak menuai persoalan mulai dari lingkungan masyarakatnya hingga legalitas kepemilika lahan.
“Kalau di Green Eterno rawam konflik, kami sarankan pemerintah membangun proyek tersebut di daerah Bontoa samping eks pabrik tripleks KTC. Disitu, ada lokasi hingga 30 hektar yang menggigit ke sungai Tallo. Disitu pas sekali, dekat sekali sungai Tallo, dan masuk kriteria lokasi PSEL yang disyaratkan,” ujar H Anwar Ketua LPM Bira.
H Anwar mengaku, dirinya tidak pernah di undang menghadiri sosialisasi proyek PSEL. Yang di undang hanya segelintir orang termasuk ketua RT Mula Baru, yang justru menolak proyek tersebut.
“Sudah dua kali sosialisasi PSEL di hotel, saya selaku Ketua LPM tidak pernah di undang,” ujarnya.
H Anwar mengakui, jika Green Eterno dipaksakan sebagai lokasi PSEL, warga Mula Baru dan sekitarnya akan demo besar-besaran. Merka akan menggelar aksi menolak proyek PSEL.
Ia menilai pembangunan proyek PSEL di Green Eterno terlalu dipaksakan. Karena di lokasi itu tidak memenuhi kriteria termasuk tida ada sungai besar, dan tidak memiliki sutet atau aliran listrik tegangan tinggi. Yang parah, karena ditengah kawasan padat penduduk. (**)