MAKASSAR, UJUNGJARI–Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan terus mendalami penyidikan, guna menyasar adanya tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Kabupaten Takalar Tahun 2020.
Kasus yang yang telah menjerat enam orang tersangka ini, beberapa diantaranya tengah dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Makassar.
“Kita masih bekerja dan akan terus bekerja dalam mengungkap semuanya di kasus ini,” ucap Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Yudi Triadi dalam konferensi pers, belum lama ini.
Ia mengatakan, yang perlu dipahami dalam menangani sebuah perkara tentunya kehati-hatian dan benar-benar menemukan alat bukti yang cukup untuk mengarah ke sana.
“Kan sejak awal saya katakan bahwa penyidikan ini masih berjalan. Saya dan kita semua kan paham betul masa sih ada pihak yang diuntungkan kok tidak tersentuh, tunggu saja ini kan masih berjalan,” tutur Yudi.
Ia mengungkapkan, sejak penyidikan kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Kabupaten Takalar Tahun 2020 berjalan, pihaknya sudah mengetahui gambaran siapa aktor intelektual dalam kasus tersebut.
“Dan hasilnya kita dalami satu-satu maka ditemukanlah 6 tersangka semuanya, dan beberapa diantaranya tengah berproses di persidangan. Silahkan teman-teman media kawal jalannya persidangan dan menjalankan fungsi kontrolnya,” terang Yudi.
Ia berjanji akan terus menindaklanjuti setiap fakta hukum yang ditemukan dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Kabupaten Takalar Tahun 2020 tersebut.
“Sehingga tidak menutup kemungkinan bisa saja ke depannya akan ada pihak-pihak yang akan terjerat selanjutnya. Tim masih bekerja dan terus bekerja dalam kasus ini,” jelas Yudi.
Terpisah, Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Kadir Wokanubun meminta Tim Penyidik Pidsus Kejati Sulsel mengungkap utuh motif di balik para tersangka berani memberikan nilai penjualan pasir laut yang ada di perairan Galesong Utara, Kabupaten Takalar kepada perusahaan rekanan kegiatan reklamasi proyek Makassar New Port di bawah nilai yang diatur baik dalam Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor: 1417/VI/TAHUN 2020 tanggal 5 Juni 2020 tentang Penerapan Harga Patokan Mineral Bukan Logam dan Batuan Dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, Pasal 5 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor 09.a tahun 2017 tanggal 16 Mei 2017 tentang Pelaksanaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, serta dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor 27 tahun 2020 tanggal 25 September 2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Di mana, kata Kadir, pada peraturan-peraturan tersebut di atas, disebutkan bahwa nilai pasar/ harga dasar laut ditetapkan sebesar Rp10.000 /M3.
Ia mengungkapkan, sebelumnya para tersangka kemarin disebutkan telah menetapkan nilai jual pasir laut Rp7.500 ke perusahaan reklamasi proyek Makassar New Port dan itu dinilai tak sesuai dengan regulasi yang ada. Di mana dalam regulasi, patokan nilai jual pasir laut sebesar Rp10.000
“Kok berani yah menjual di bawah nilai yang ditetapkan dalam aturan, ini motifnya apa dan sampai detik ini belum diungkap ke publik,” terang Kadir.
Kadir mengatakan, seorang eks Kadis dan Kabid yang sudah dijadikan tersangka sebelumnya berani melabrak aturan, kemungkinan diduga karena ada intervensi dari pihak di atasnya yang tentunya lebih memiliki kekuatan kekuasaan sehingga keduanya berani tidak menjalankan aturan yang sudah ada.
“Saya kira Penyidik Kejati Sulsel harus mendalami itu,” Kadir menambahkan.
Ia berharap Penyidik Kejati Sulsel tidak lupa mendalami tupoksi atau kewenangan masing-masing pihak yang ikut andil dalam pelaksanaan kegiatan yang merugikan keuangan negara tersebut. Diantaranya mendalami peran Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Takalar periode itu misalnya.
Sekda, kata Kadir, memiliki kewenangan diantaranya dalam pengoordinasian pelaksanaan tugas perangkat daerah serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintahan daerah.
“Nah keterkaitan dengan kasus ini, ada produk hukum yakni Perbup Takalar yang mengatur patokan nilai jual pasir laut sebesar Rp10.000 tapi oleh OPD terkait di bawahnya melanggar ketentuan produk hukum tersebut. Artinya, patut dipertanyakan kewenangan Setda ini, apakah dijalankan atau tidak. Di situ kan ada kewenangan memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan pemda,” cetus Kadir.
“Kami meyakini kewenangan ini diduga tidak dijalankan dengan baik karena kenyataannya terjadi pelanggaran atas produk Perbup Takalar oleh OPD terkait dalam hal ini OPD yang saat itu dinaungi oleh tiga tersangka yang ada. Penyidik kan tinggal mendalami saja unsur perbuatan melawan hukumnya, apakah ada unsur kesengajaan atau kelalaian dalam menjalankan wewenang tersebut sehingga dinilai ikut andil dalam menyebabkan timbulnya kerugian negara,” ungkap Kadir. (*)