MAKASSAR, UJUNGJARI–Aktivis Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (DPN-GNPK) Pusat, akhirnya mengantongi identitas oknum aparat kepolisian yang diduga membekingi aktifitas tambang ilegal di Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar.

“Teman teman GNPK Sulsel sudah merampungkan hasil investigasinya, dan telah menyampaikan ke kami. Setelah melakukan rapat internal di Gedung Grand Slipi Jakarta, kami akan segera ke Mengkopolhukam dan Mabes Polri untuk melakukan audience,” tegas Wakil Ketua Umum  DPN-GNPK Pusat,  Ramzah Thabraman, Sabtu (5/08/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ramzah menegaskan, sejatinya aparat Polres Takalar bergerak cepat mengusut tuntas masalah ini. Apalagi, aktifitas tambang itu sudah meresahkan masyarakat sekitar. Namun, aparat kepolisian setempat justru diam, dan terkesan melakukan pembiaran.

“Ini menyangkut keselamatan lingkungan. Jangan dianggap remeh, Loh. Kami akan memback up penuh  aparat penegak hukum yang memproses serta menindak tegas penambang liar. Sebaliknya, kami akan di garda terdepan,  melaporkan semua oknum yang coba coba bermain di bisnis ilegal itu,”  tegas Ramzah.

Terpisah, Kapolres Takalar AKBP Gotam Hidayat yang dikonfirmasi terkait adanya tambang liar di Polongbangkeng Selatan, tidak memberikan komentar. Pesan singkat yang dilayangkan www.ujungjari.com via WhatssAPP, tersampaikan namun tidak direspon.

Diketahui, sedikitnya ada tiga titik tambang Galian C  yang diduga beroperasi secara ilegal di Polongbangkeng Selatan. Salah satunya, di Bontokadatto, Kelurahan Bulukunyi.

Untuk tambang di lokasi ini,  Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Takalar telah melayangkan surat aduan ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. DLH bahkan meminta agar aktifitas tambang tersebut dihentikan sementara.

Sebelumnya, Kepala Dinas DLH Takalar, Syahriar membenarkan soal adanya pengaduan ke Kementerian Lingkungan Hidup. Menurut Syahriar,  pengaduan dilayangkan setelah tim DLH Takalar yang diterjunkan ke lapangan menemukan adanya pergeseran lokasi tambang dari surat izin yang dikantongi. Pergeseran ekspolitasi tambang itu, kata Syahriar, yang menjadi dasar instansinya melayangkan pengaduan. Pasalnya, ekosistem lingkungan terancam rusak dan bisa memicu tanah longsor.

Pengaduan itu kemudian direspon oleh
Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dalam surat Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ditegaskan terkait penyerahan penanganan pengaduan pertambangan tanpa izin di Kabupaten Takalar kepada Kepala BPPHLHK Sulawesi untuk menindaklanjutinya.

Dalam surat bernomor S.1046/PPSALHK/PDW.0/6/2023 disebutkan sesuai Pasal 25 ayat (3) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Tentang Tata Cara Pengelolaan Pengaduan dugaan pencemaran dan/atau perusakan Lingkungan Hidup dan/atau Hutan, makan diharapkan kepada Kepala BPPHLHK Sulawesi untuk menyampaikan hasil penanganan pengaduan kepada pengadu dan ditembuskan kepada Direktur Pengaduan Pengawasan dan Saksi Administrasi LHK. (*)