MAKASSAR, UJUNGJARI.COM — Balai Karantina Pertanian Makassar merilis nilai ekspor untuk komoditas pertanian di wilayah Sulsel di semester I Tahun 2023 periode Januari hingga Juli mencapai Rp3,3 triliun.
Kepala Balai Karantina Pertanian Makassar, Lutfi Natsir memproyeksikan angka tersebut akan terus mengalami peningkatan bisa menembus hingga Rp5 hingga Rp6 triliun di tahun 2023 ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Semester I tahun 2022 lalu nilai ekspor Rp2,1 Triliun. Tapi Alhamdulillah dalam waktu tujuh bulan bisa dicapai Rp3,3 triliun. Kami optimis akhir tahun bisa mencapai 5 – 6 Triliun,” ujar Lutfi.
Dia mengatakan ada 10 komoditas unggulan Sulsel yang menjadi penyumbang nilai ekspor tertinggi. Diantaranya
cabai, manggis, jagung, talas, porang, kacang mede dan turunannya.
Ada pula kopi biji, kakao dan turunannya, kelapa dan turunannya, cengkeh, serta lada biji. Sementara, untuk komoditas sarang burung walet, masih didominiasi antar area sebesar 85,98 ton dengan frekeuensi sebanyak 1.133 kali.
Berdasarkan data Karantina Pertanian Makassar, total nilai ekspor komoditas unggulan mencapai Rp881,26 miliar. Terdiri dari sektor perkebunan Rp721 miliar, sektor hortikultura Rp805 juta, dan Rp159,44 miliar.
Lutfi menyebut, rumput laut dan porang mendominasi ekspor pertanian pada semester I tahun ini. Negara tujuan ekspor komoditas tersebut antara lain China dan Australia.
Selain 10 komoditas unggulan yang ada, Karantina Makassar saat ini melakukan pembinaan terhadap petani nanas di Kabupaten Barru agar dapat menembus pasar ekspor.
Petani bernama Hasman itu merupakan petani milenial yang memulai berkebun nanas sejak 2020 pada lahan seluas 4 hektar. Kini, perkebunnan nanas Hasman telah berkembang menjadi 60 hektar dengan jumlah pohon kurang lebih 18 ribu batang.
“Saat ini petani nanas di Barru sudah berkembang menjadi 7 desa di bawah binaan Hasman,” ucap Lutfi.
Menurut Lutfi, nanas asal Barru ini memasok beberapa daerah di Sulsel antara lain Maros, Pangkep, Pinrang, Pare – Pare dan Makassar. Bahkan, nanas Barru tersebut juga mengisi pasokan di kepulauan Sulawesi dan Kalimantan.
Lebih jauh, Lutfi menuturkan, saat ini beberapa produk pertanian di Sulsel telah dilengkapi alat-alat seperti kode QR, RFID (Radio-Frequency Identification), blockchain, dan sistem manajemen basis data. Itu digunakan untuk mendukung implementasi traceability produk pertanian.
“Dengan adanya sistem traceability yang efektif, seluruh rantai pasokan produk pertanian menjadi lebih terencana, terkelola, dan transparan,” tutupnya. (drw)